Home / Romansa / Perjanjian Leluhur / 19. Aku Juga Manusia

Share

19. Aku Juga Manusia

Cakra bangun pagi-pagi menjelang matahari menampakkan sinarnya. Ia nyenyak sekali tidur di balai kayu. Tidak ada nyamuk mengganggu seperti di kampungnya. Di sudut balai sudah tersedia kendi berisi air untuk minum dan cuci muka.

Minarti muncul dari dalam rumah, dan berkata, "Saya sudah sediakan air untuk tuan."

"Ibu baik sekali," puji Cakra sambil mengucurkan air kendi ke wajahnya. "Aku jadi tidak enak sudah merepotkan."

"Saya tidak punya apa-apa lagi selain air," jawab Minarti. "Hanya itu yang dapat disuguhkan untuk pagi ini."

Cakra menuangkan air kendi ke dalam mulut untuk berkumur-kumur, kemudian disemburkan, setelah itu menenggaknya.

"Air ini menyegarkan," kata Jaka. "Suami ibu sudah pulang?"

"Belum, tuan," sahut Minarti dengan air muka gelisah. "Saya kuatir terjadi apa-apa dengannya."

Cakra tersenyum dan berusaha menghibur, "Perkampungan di barat daya aman, tidak ada gangguan pemberontak."

Mereka jarang sekali berbuat kerusuhan di daerah itu. Prajurit kadipaten berjaga-jag
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status