Home / CEO / Perjanjian Cinta Om Duda / Bab2. Jadilah pendampingku

Share

Bab2. Jadilah pendampingku

Author: Warnyi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah berbicang sebentar, Aryan meminta izin untuk mengantarkan Eira pulang mengingat malam sudah semakin larut.

“Sebenarnya Bapak tidak usah mengantarkan saya seperti ini,” ujar Eira ketika keduanya sudah berada di dalam lift.

Aryan menatap wajah gadis yang berdiri di sampingnya, kakinya melangkah semakin mendekat hingga memojokkan Eira.

Mata tajamnya masih tak berpaling walau jelas gadis itu sudah tampak ketakutan. Hatinya masih kesal akan semua masalah yang berawal dari keteledoran Eira.

“Memang semua ini karena siapa? Bukankah kamu yang lebih dulu melanggar peraturan kerja di rumahku?” tanya Aryan dengan nada suara menekan.

Eira sampai merinding mendengar pertanyaan memojokan dari Aryan, dia sempat melirik wajah tegas dan dewasa dengan rambut yang sedikit berantakan di depannya sebelum kembali berpaling, menghindari beradu tatap.

“Eum ... i-itu.” Bola mata Eira tampak bergerak tak menentu, dia tidak bisa menjawab pertanyaan Aryan karena semua itu memang kenyataan.

Namun, dia tak bisa mengaku kalah begitu saja, setidaknya dirinya harus berusaha membela diri dulu. Bukankah ketiduran itu bukan suatu kesalahan?

“Mana aku tau kalau aku akan ketiduran di sana.” Eira memberanikan diri menatap mata hitam Aryan, tetapi ternyata dia tak tahan, hingga perlahan dia mulai menurunkan pandangannya lagi, sambil bergumam pelan. “Bukan salah aku juga kalau orang tua Bapak tiba-tiba datang dan mengira kita ada hubungan.”

“Ini semua tidak akan terjadi kalau kamu tidak lancang tidur di rumahku,” tekan Aryan semakin mendekat hingga mengikis jarak di atara mereka.

“Ja-jadi sekarang Bapak mau apa?” Eira akhirnya terpaksa mengakui kesalahannya. Sementara tanganya menahan tubuh Aryan agar tidak semakin mendekat.

Aryan tersenyum miring dia memasukan tangannya ke saku sambil melangkah mundur, sedikit memberi jarak pada Eira yang mukanya sudah tampak memerah karena tak bernapas.

“Jadilah pendampingku,” ujarnya dengan begitu mudah, bahkan tanpa menatap wajah Eira.

“Hah!” Eira terkejut bukan main. Dia melebarkan matanya tak percaya akan ucapan laki-laki dewasa di depannya.

“Bapak kira saya gadis murahan? Seenaknya ngajak pacaran,” sambungnya lagi sambil membuang muka dan bersidekap dada.

‘Apa dia gak sadar kalau perbedaan umur kita sangat jauh? Dia bahkan mungkin lebih cocok jadi om-ku daripada pacar’

“Hanya di depan kedua orang tuaku. Tenang saja, setiap kali kamu harus bersandiwara saya akan memberikan bonus sebagai gantinya,” sambung Aryan lagi.

Kerutan di kening Eira terlihat kala mendengar kata ‘sandiwara’ di melirik wajah Aryan yang masih tampak datar. ‘Jadi dia hanya mengajaku pacaran pura-pura?’

Eira semakin merasa tersinggung karena ucapan Aryan. Dia memutar kakinya hingga kini benar-benar menghadap lurus pada Aryan lalu berujar tegas. “Dengar ya, Pak ... saya bekerja dengan Bapak sebagai pengganti Bu Ela, bukan untuk menjadi pacar pura-pura.”

“Cukup di sini, bapak tidak usah mengantar saya.” Eira kembali berbicara setelah pintu lift terbuka. Dia segera melangkahkan kakinya dan pergi meninggalkan Aryan.

Sementara itu, Aryan hanya menatap punggung Eira yang semakin menjauh. Dia menghembuskan napas kasar lalu mengetikan sesuatu di ponselnya dan memilih berbelok ke arah lain.

***

Eira masuk ke sebuah ruangan rawat inap rumah sakit. Dia menghembuskan napas berat saat melihat seorang laki-laki dewasa terbaring tak sadarkan diri di depannya.

“Kak Gilang,” gumamnya sambil duduk di kursi yang tersedia. Dia genggam tangan pucat itu dengan sangat perlahan.

“Kakak sedang mimpi apa sih, kenapa lama sekali bangunnya? Sudah seminggu lho, Kak ... Kakak gak kangen sama Ira?” Eira berujar lembut, dia tersenyum walau bulir bening perlahan mulai menetes di pipinya.

“Ira kangen sama Kakak,” ujarnya lagi. Perlahan dia rebahkan kepalanya di sisi brangkar dan menutup matanya, berharap dapat sedikit mengurangi rasa sepi dan lelah hidupnya tanpa sang Kakak yang selalu mendukungnya.

Namun, suara notifikasi di ponsel mengalihkan perhatiannya. Dia kembali duduk tegak lalu mengambil ponselnya.

“Nomor siapa ini?” gumamnya sambil menatap pesan dari nomor tak dikenal. Dia mulai membukanya.

[Ini upah kamu untuk hari ini. Saya harap kamu bisa mempertimbangkan tawaran dari saya.]

“Apa ini?” Eira langsung mengecek akun digital bankingnya saat melihat bukti trasfer yang dikirimkan nomor tak dikenal itu padanya. Alangkah terkejutnya dia kala melihat jumlah uang di sana sudah bertambah.

“Lima juta? Apa dia tidak salah kirim?” Eira segera menghubungi nomor tak dikenal itu. Hatinya semakin bimbang kala mengetahui kalau itu adalah Aryan.

“Saya sungguh-sungguh tentang tawaran untuk menjadi pasangan sementara saya.” Ucapan Aryan mulai membayangi ingatannya.

Eira menghembuskan napas pelan, mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghubungi bibinya dan meminta tolong. Namun....

“Jadi kamu menghubungiku hanya untuk meminta uang padaku?”

Eira menjauhkan ponselnya kala suara teriakan wati terasa memekakan telinga. Rasa sakit mulai merasuk memenuhi relung hatinya akan penolakan yang dia terima.

“Kamu pikir aku ini badan amal? Enak saja kamu minta uang padaku, dasar pemalas!” Tak puas hanya menolak, Wati mulai mengeluarkan caci-makinya.

“Tidak begitu, Bi. Aku mau pinjam bukan meminta. Aku mohon tolong Kakak, Bi. Hanya dia yang aku punya sekarang.” Eira terus mencoba mengiba, meminta belas kasih Wati. Tetes air mata pun tak terasa turun begitu saja. Eira putus asa. Dia rela bahkan jika harus menjadi bahan hinaan Wati, asalkan Gilang selamat.

“Gak usah sok-sokan mau nyelametin Gilang. Bagus dia lebih cepat nyusul orang tua kalian, daripada buang-buang uang gak jelas ... beban,” ujar Wati dengan mudahnya. Dia bahkan tak merasa bersalah sama sekali berkata seperti itu pada Eira.

Cepat Eira memutus sambungan teleponnya. Ternyata Wati memang sudah berubah. Wanita itu bukan lagi bibi yang baik dan penuh kasih sayang padanya, melainkan manusia tidak punya hati yang bahkan tak tersentuh untuk membantu ketika Gilang sedang berada di ambang kematian.

Eira kembali melihat bukti trasfer di layar ponselnya. Uang itu bisa sedikit membantu pengobatan Kakaknya. Namun, biaya operasi dan perawatan, entah kapan dirinya bisa mengumpulkan uang sebanyak itu.

“Kak, apa aku harus menerima tawarannya?” gumamnya sambil kembali menatap wajah pucat Gilang.

Suara alat penunjang kesehatan yang tiba-tiba saja berbunyi nyaring membuat Eira langsung mengalihkan perhatiannya. Dia semakin panik ketika tubuh Gilang mulai kejang.

“Dokter!” Eira berlari ke luar, mencari tenaga medis yang mampu menolong Gilang.

Related chapters

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab3. Kontrak pernikahan

    "Kak, bertahanlah, aku mohon....” Eira terus bergumam diiringi tetes air mata yang terus mengalir membanjiri pipinya. Dia berjalan mondar-mandir di depan koridor rumah sakit, menunggu dokter yang sedang memeriksa keadaan Gilang.Suara derit pintu terbuka mengalihkan perhatian Eira, jantungnya semakin berpacu kala melihat wajah lelah dan tak berdaya dokter jaga yang masih berdiri di depan pintu.“Bagaimana keadaan kakak saya, Dok?” tanya Eira lirih. Dalam hati dia berharap agar tak mendapat kabar buruk. Namun, kadang kenyataan memang tak sesuai dengan harapan. “Kondisi pasien semakin buruk, kita harus melakukan operasi secepatnya,” jawab dokter dengan nada hati-hati. Dia cukup tahu bagaimana selama ini Eira selalu berjuang untuk mendapatkan keringanan dari rumah sakit.Eira kembali masuk ke ruang rawat setelah mendapat beberapa penjelasan dari dokter tentang kondisi Gilang saat ini. Dia tatap wajah yang masih tertidur tenang walau baru saja menyebabkan banyak kepanikan.“Apa Kakak sed

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab4. Salah tingkah

    Setelah mendapatkan cuti dari atasannya, Eira dikejutkan dengan keberadaan Aryan di depan mini market tempatnya bekerja. "Sedang apa dia di sini?" gumam Eira. Dia langkahkan kakinya menghampiri Aryan yang tengah berdiri bersandar di samping mobil.Hatinya memang masih gondok akan ucapan kasar lelaki dewasa itu, tetapi dia juga harus bersikap profesional mengingat apa yang sudah dilakukan Aryan pada Gilang."Lupakan kesombongannya, Eira. Yang terpenting adalah kesembuhan Kak Gilang," gumamnya di sela langkahnya.Aryan menegakkan tubuhnya begitu melihat kedatangan Eira. "Sudah siap?" tanya Aryan."Tapi, barang bawaanku masih di kontrakan," jawab Eira yang tahu ke mana arah pertanyaan singkat Aryan."Kamu tidak perlu mmebawa apa pun," ujar Aryan sambil berbalik dan segera masuk ke mobil."Tapi, Pak-" Eira menghentikan perkataannya dan segera berjalan cepat memutar dan menyusul Aryan."Kenakan sabuk pengaman. Kita berangkat sekarang," titah Aryan lalu mulai menginjak pedal gas. Mobil pu

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab5. Ulang tahun nenek

    Ternyata, Maheswari telah merencanakan untuk menggantikan acara ulang tahun nenek dengan pertunangan Aryan dan Eira. Bahkan nenek pun sudah mengetahuinya."Apa ini tidak terlalu membebani Eira? Walau bagaimana pun, dia belum memberi persetujuan pada sebuah pertunangan," ujar Aryan saat mereka sedang berbicara di ruang kerja sang ayah setelah makan malam. Dia berusaha menghindar dari acara dadakan yang direncanakan oleh kedua orang tuanya."Kalau dia tahu, itu namanya bukan kejutan dong?" jawab Maheswari sigap. "Lagi pulan, apa kamu tidak kasihan pada ibumu ini yang sudah sangat ingin menggendong cucu?"Aryan menghembuskan napas pelan, pundaknya tampak turun kala melihat wajah memelas Maheswari. Tenyata bukan pertunangan yang akan terjadi besaok, tetapi lamaran untuk Eira di tengah acara ulang tahun nenek. "Bukankah kalian sudah cocok?" Edrik yang sejak tadi hanya memperhatikan mulai membuka suara.Aryan mengangguk."Kalau begitu, sekarang atau nanti apa bedanya?" tanya Edrik lagi.Ar

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab6. Pembunuh?

    "Tunggu! Aku tidak setuju dengan hubungan kalian!" Seorang wanita dengan lipstik merah menyala berdiri di depan pintu masuk. Napasnya tampak memburu, begitu juga raut wajahnya yang amat sangat marah."Mba Asih?" Maheswari bergumam pelan. Dia terkejut dengan kedatangan wanita paruh baya itu.Begitu juga dengan Aryan yang tampak berdiri mematung dengan tatapan yang rumit. Tak jauh berbeda para sanak saudara yang juga berada di sana.Sementara itu, Eira hanya bisa menatap bingung reaksi semua orang. Dia yang tak tahu apa-apa hanya bisa terdiam dan menyaksikan momen aneh yang sedang terjadi.Plak! Sebuah tamparan yang sangat keras mendarat tepat di pipi Aryan. Namun, laki-laki itu masih tak bereaksi. Walau wajahnya terlihat pucat pasi, dengan mata yang mulai memerah. "Kamu tidak pantas mendapatkan semua ini! Pembunuh sepertimu, harusnya menderita seumur hidup!" teriak Asih tepat di depan wajah Aryan.Deg! 'A-apa maksudnya? Pembunuh?' Eira membolakan matanya, dia tak sanggup lagi menahan

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab7. Luka berkepanjangan

    "Kamu?" Bibir tipis itu bergumam pelan. Matanya menatap Eira dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Aryan memutari kursi taman lalu berdiri tepat di depan Eira dan mengambil alih payung."Maaf, Pak. Saya cuma takut bapak sakit karena kehujanan," gumam Eira pelan. Sempat mengerjap beberapa kali sebelum matanya dia arahkan pada sepasang sendal rumahan berwaran merah muda yang sedang dirinya pakai. Sorot tajam dari sepasang iris mata Aryan mampu membuat nyalinya menciut. Seolah kebetulan yang tak selamanya akan datang, pada saat itu juga hujan turun semakin lebat, hingga membuat tubuh keduanya tak terlindungi oleh satu payung yang dibawa Eira, sekaligus menyadarkan keduanya dari tubuh yang terpaku di tempat. "Hujan. Ayo kita masuk," ujar Aryan sambil merangkul pundak Eira, agar tubuh keduanya lebih merapat.Deg! Jantung Eira seolah terpacu hingga berdebar begitu cepat, kala tangan besar dengan rasa dingin itu menempel di lengannya yang tak terhalang oleh baju dan menariknya denga

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab8. Ancaman

    "M-maaf, aku cuma lewat. Aku gak denger apa-apa kok," ujar Eira cepat. Karena terkejut, dia bahkan tak bisa mengendalikan dirinya hingga suaranya sedikit terbata. Aryan menelisik wajah panik Eira. Bahkan tanpa Eira menyangkal pun, dia tahu betul jika gadis itu sudah mendengar semuanya. Namun, alih-alih menegur, Aryan lebih memilih segera berlalu, meninggalkan Eira begitu saja dengan rasa bersalahnya.'Ish, ngapain sih kamu tuh jadi orang kepo banget, Ira-Ira.' Eira menggeleng lemah sambil terus menyesali perbuatannya yang tak bisa menahan rasa keingin tahuannya.Ya, dia memang tak sengaja mendengar perbincangan Aryan dan kedua orang tuanya ketika berjalan melewati kamar Maheswari dan Dedrik, karena pintu kamar yang sedikit terbuka. Tak kuasa menahan rasa penasaran, Eira malah berhenti dan menguping. Namun, kini dia berasa menyesal karena sudah bersikap lancang. ***Setelah sarapan bersama, Aryan dan Eira berpamitan untuk kembali ke rutinitas masi

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab9. Jadi menantu Ibu

    "Kamu gak papa?" Aryan segera berjalan menghampiri Eira. Dia mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Asih. Namun, dirinya tak juga menemukannya. "Ra?" Aryan harus sedikit menggoyangkan tubuh Eira agar gadis itu menyadari keberadaannya. "Bapak-" Bibir bergetar Eira bergumam lirih. Matanya perlahan bergulir hingga kini tepat menatap wajah Aryan. "Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" tanya Aryan sambil meneliti tubuh Eira, memastikan jika gadis itu tidak memiliki luka sedikit pun. Namun, kekacauan yang dibuat Asih masih membuatnya khawatir, apa lagi dia tidak tahu di mana wanita itu berada. "Di mana Tante Asih?" Eira hanya menggeleng sebagai jawaban, tetapi matanya kembali mengedar menatap sekitar, lalu bergumam sangat lirih. "Sudah pergi." Aryan menghembuskan napas lega. Walau kini matanya menyipit melihat ada darah di kaki Eira, sepertinya terkena pecahan kaca. "Kamu terluka." Perlahan Aryan memapah tubuh Eira un

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.10 Bersiap menjadi istri

    Aryan berjalan cepat memasuki retoran tempat Maheswari dan Eira berada, dia langsung bergegas datang setelah menyelesaikan rapatnya. Sungguh, akibat keputusan ibunya yang akan langsung melamar Eira, dia sama sekali tidak bisa fokus dalam mengerjakan pekerjaannya.Semua ini terjadi karena kabar kedatangan Asih ke apartemennya yang telah sampai pada kedua orang tuanya, kini mereka mendesaknya untuk segera menikah. Padahal Aryan sudah berusaha sebaik mungkin menutupi kekacauan yang dibuat Asih. Namun, tampaknya kedua orang tuanya memiliki banyak mata yang mengawasinya di mana pun dia berada.Aryan berdiri di pintu masuk restoran sambil menetralkan napasnya yang terasa memburu. Jantungnya berdebar tak menentu entah karena apa. Pandangannya dia edarkan ke seluruh sudut, mencari keberadaan Maheswari dan Eira. Lalu, meneruskan langkahnya kala matanya telah menemukan dua orang yang dirinya cari."Ibu," sapa Aryan sambil duduk di samping Eira."Nah, kebert

Latest chapter

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.72 Memutuskan menjauh

    Eira menghentikan langkahnya di pintu begitu matanya melihat keberadaan Dikta yang sedang berdiri sambil berbincang dengan salah satu rekan kerjanya di tempat parkir. Dia yang sudah selesai bekerja sama sekali tak menyadari keberadaan laki-laki itu sebelumnya. Lokasinya yang berada di pojok parkir, membuat Dikta tak terlihat dari dalam minimarket.“Kenapa Bang Dikta ke sini lagi sih?” gumam Eira. Dia meringis pelan, merasa tak nyaman akan keberadaan mantan rekan kerjanya itu.Reaksi Eira berbanding terbalik dengan Dikta yang tampak langsung menatapnya dengan berbinar, bahkan senyum di bibirnya merekah. Walau enggan, demi kesopanan Eira terpaksa menemui Dikta dan menyapa. “Bang Dikta,” ujarnya yang diiringi senyum tipis dan anggukkan kepala samar.“Tuh, yang ditunggu udah dateng. Kalau gitu, gue masuk dulu,” ujar seorang lelaki yang merupakan rekan kerja Eira.“Apaan sih, Bang?” Eira merengut, tak terima dengan godaan sang rekan kerja

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.71 Peringatan

    Eira mengerjap pelan kala sinar matahari pagi mengusik tidur lelapnya. Dia memicingkan mata sambil menatap sekitar di mana dia tertidur semalam, setelah melampiaskan kekesalannya pada Aryan yang tak kunjung kembali.Bosan menunggu, akhirnya Eira memutuskan menonton drama favoritnya hingga perlahan kesadarannya direnggut begitu saja kala lelah sudah tak lagi dapat dia tahan. Eira terlelap dalam posisi yang entah bagaimana.Mengingat itu, Eira kembali mengerucutkan bibirnya. Entah jam berapa suaminya itu kembali ke kamar? “Jangan-jangan dia malah belum balik sampai sekarang?” gumam Eira sambil melihat ke arah pintu ruang kerja yang masih tertutup rapat.Namun sesaat kemudian, perhatiannya teralihkan pada laptop miliknya yang sudah tersimpan rapi di atas meja, begitu juga dengan sisa kekesalannya yang sudah membaik. “Enggak mungkin kan kalau Pak Aryan yang membereskan semua ini?” gumam Eira. Dia duduk di ujung ranjang sambil terus menelit

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.70 Berpamitan

    Aryan tersenyum miring begitu dia menutup pintu kamarnya rapat, dia melirik ke belakang seolah bisa melihat Eira yang sedang menahan kesal di dalam sana.‘Dia pasti sedang kesal sekarang.’ Ingatan Aryan kembali pada saat dirinya baru saja sampai di restoran di dekat rumah sakit tempat Gilang dirawat. Sebenarnya dia bisa melihat Eira menemui Dikta. Namun, sayang sekali ketika itu dirinya sudah bersama klien yang ingin bekerja sama, hingga Aryan hanya bisa melihat dan membiarkannya dengan hati yang dongkol.Saat itu, sebenarnya Aryan sudah tahu semuanya. Bahkan dia mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Dikta ketuka dirinya menerima telepon di ponsel Eira. Tampaknya laki-laki tidak tahu malu itu memang tengah mendekati Eira, padahal dia sudah tahu kalau Eira telah bersuami. Wajah Aryan langsung berubah serius kala dia sudah sampai di lantai satu dan melihat keberadaan Alderia di ruang tamu. Wanita itu tampak tersenyum semringah saat melihat Aryan berjalan ke arahnya.“Ar....” Alderi

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.69 Kedatangan mantan

    Eira menarik napas dalam lalu menghembuskannya kasar, dia sempat berhenti terlebih dahulu sebelum kembali mengetuk pintu Aryan untuk memberitahu keberadaan Alderia. Matanya melihat hujan yang semakin deras bahkan sebuah gemuruh yang cukup kencang terdengar menggelegar di ujung langit. Dia menyempatkan menutup dulu pintu menuju balkon lalu kembali ke depan ruang kerja Aryan.“Apa, Pak Aryan beneran marah padaku?” gumam Eira ketika pintu di depannya tak kunjung terbuka, padahal ini sudah ketiga kalinya dia mengetuk.“Pak, ada tamu di bawah." Eira kembali berbicara dengan sedikit berteriak, takut tak terdengar oleh Aryan. Namun, pintu tak juga terbuka. “Kayaknya gak mungkin deh kalau dia ketiduran.”“Apa aku buka aja ya.” Eira tatap gagang pintu yang tak kunjung bergerak itu. Perlahan tangannya mulai menyentuh dan mencoba menggerakkannya. “Enggak dikunci,” ujarnya pelan.“Pak Aryan, aku masuk ya,” sambungnya dengan suara yang sedikit lebih ker

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.68 Tamu tak diundang

    “Apa yang Bapak lakukan?!” Eira melebarkan matanya kala melihat Aryan yang sudah menempelkan ponselnya di telinga sambil menyeringai. Tubuhnya gemetar ketakutan akan apa yang terjadi berikutnya jika sampai itu adalah telepon dari Dikta. Mulutnya tertutup rapat saat jari telunjuk Aryan menempel tepat di tengahnya dengan posisi yang masih sama. Hanya beberapa detik laki-laki itu seperti mendengarkan sesuatu dari seberang sana hingga akhirnya dia menjatuhkan ponselnya dan dengan gerakan cepat menempelkan kedua bibir mereka hingga tak ada kesempatan bagi Eira untuk menghindar atau menolaknya. Setelah beberapa saat sama-sama terdiam, perlahan Aryan mulai menggerakkannya. Laki-laki itu melakukannya lumayan lama, hingga mampu membuat Eira melupakan semua rasa takut, kebimbangan, dan semua masalah hidupnya untuk sesaat.“Kamu milikku ... tidak ada yang boleh memilikimu selain aku, Eira Zafran,” ujar Aryan begitu dia melepaskan bibir Eira. Napasnya yang memburu bahkan masih terdengar jelas di

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.67 Memergoki

    “Sedang apa kamu di sini?” Aryan menatap tajam kedua orang di depannya hingga kerutan di keningnya terlihat jelas.“Arya?” Nathan tak kuasa menahan rasa terkejutnya ketika dia menyadari keberadaan sang sahabat tepat di depannya. Dia berdiri sambil tertawa hambar demi menutupi kecanggungan yang tiba-tiba menggelayuti dirinya.“Sejak kapan lo ada di sini?” tanyanya. Dia merangkul pundak Aryan seolah tak terjadi apa pun, walau nada suaranya yang bergetar tak dapat dia kendalikan. “Eira....” Suara rendah dan penuh penekanan itu dia tujukan pada gadis yang sejak tadi hanya diam dengan wajah pucat pasi, seolah baru saja terpergok tengah berselingkuh. Dia bahkan tak mengalihkan sedikit pun pandangannya pada Nathan yang kini berada di sampingnya.Eira mengedipkan matanya pelan, perlahan dia gulirkan pandangannya pada laki-laki yang sejak tadi sudah menghantui pikirannya. Beginikah rasanya jika kita ketahuan ketika sedang melakukan kesalahan? Dia

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.66 Bimbang

    “Uhuk!” Eira terbatuk sambil mengerjap cepat, tubuhnya pun otomatis mundur dengan gerakan kaku. ‘Apa yang kamu pikirkan, Ra?’ tangannya kembali mencoba membuka pintu mobil. Namun, ternyata kembali tidak berhasil karena masih terkunci.“Tolong buka pintunya....” Akhirnya Eira kembali memberanikan diri untuk menatap wajah Aryan walau hanya sekilas, sementara tangannya masih mencoba membuka pintu berulang kali.Eira segera ke luar dan berjalan cepat masuk ke rumah sakit, begitu dia berhasil membuka pintu. Dalam hati dia terus merutuki dirinya sendiri yang sempat memikirkan hal yang tidak-tidak bersama dengan Aryan.Sementara itu, Aryan yang masih terpaku di dalam mobil dengan pikiran yang tak bisa beralih dari kejadian tadi, hanya tersenyum tipis kala dia melihat Eira yang berjalan setengah berlari menuju rumah sakit. “Kenapa dia harus bersikap malu seperti itu? Apa dia juga sempat berpikir hal yang sama denganku?”Aryan terkekeh pelan sambi

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.65 Siapa dia?

    “Sayang?” Dikta menatap penuh tanya pada interaksi Eira dan Aryan. “Apa maksudnya ini, Ra? Siapa dia?” tanya Dikta sambil menatap penuh tuntutan pada Eira. Dia butuh penjelasan. “Begini, Bang. Eum....” Eira berusaha menjelaskan walau tiba-tiba saja lidahnya terasa sulit untuk digerakkan. Dia bingung harus mengatakan apa pada Dikta. Matanya melebar saat Aryan tiba-tiba maju dan berdiri tepat di tengah-tengah antara dirinya dan Dikta. “Perkenalkan, saya Aryan, suami Eira,” ujar Aryan dengan nada suara tegas dan jelas. Dia mengulurkan tangannya, meminta berjabat dengan Dikta. Seringai miring dan penuh kemenangan terlihat menghiasi wajah tampannya. Eira merengut, dia tatap wajah puas Aryan dengan hati bertanya-tanya. 'Apa maksudnya ini?'“Suami?” Dikta berusaha melihat Eira yang berada di belakang tubuh Aryan. Dia tak peduli pada tangan Aryan, yang dirinya butuhkan saat ini adalah sebuah penjelasan dari Eira langsung. “Kamu sudah menikah, Ra?”"I-itu ... aku...." Eira meringis sambil m

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.64 Rekan kerja lama

    “Kamu benar-benar melaporkan Alderia ke polisi, Ar?” tanya Nathan. Saat ini mereka berdua sedang berada di kantor Aryan. Nathan sengaja mendatangi sahabatnya secara langsung setelah mendengar berita yang beredar tentang Alderia dari Sherin.Aryan menangguk. Dia memang tidak main-main dengan ucapannya beberapa hari lalu. Laki-laki itu tampak membungkukkan tubuhnya hingga kedua siku tangannya bertumpu di lutut bagian atas. Tatapan matanya tampak tajam menusuk pada Nathan, walau seringai di bibirnya tampak jelas.“Siapa pun yang berani mengusik ketenangan keluarga gue, gue akan tindak tegas. Lo sudah tahu pasti tentang itu kan, Than? Gue tidak pernah berubah jika itu soal keamanan dan ketenangan keluarga gue,” ujar Aryan dengan begitu ringan, seolah tanpa beban.“Gue tahu,” angguk Nathan. Namun, kini dia juga memajukan tubuhnya hingga mendekat pada Aryan, lalu melanjutkan perkataannya dengan nada yang terdengar sedikit canggung. “Tapi, apa itu tidak terlalu kejam? Walau bagaimana pun, A

DMCA.com Protection Status