Home / CEO / Perjanjian Cinta Om Duda / Bab3. Kontrak pernikahan

Share

Bab3. Kontrak pernikahan

Author: Warnyi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kak, bertahanlah, aku mohon....” Eira terus bergumam diiringi tetes air mata yang terus mengalir membanjiri pipinya. Dia berjalan mondar-mandir di depan koridor rumah sakit, menunggu dokter yang sedang memeriksa keadaan Gilang.

Suara derit pintu terbuka mengalihkan perhatian Eira, jantungnya semakin berpacu kala melihat wajah lelah dan tak berdaya dokter jaga yang masih berdiri di depan pintu.

“Bagaimana keadaan kakak saya, Dok?” tanya Eira lirih. Dalam hati dia berharap agar tak mendapat kabar buruk. Namun, kadang kenyataan memang tak sesuai dengan harapan.

“Kondisi pasien semakin buruk, kita harus melakukan operasi secepatnya,” jawab dokter dengan nada hati-hati. Dia cukup tahu bagaimana selama ini Eira selalu berjuang untuk mendapatkan keringanan dari rumah sakit.

Eira kembali masuk ke ruang rawat setelah mendapat beberapa penjelasan dari dokter tentang kondisi Gilang saat ini. Dia tatap wajah yang masih tertidur tenang walau baru saja menyebabkan banyak kepanikan.

“Apa Kakak sedang bertemu dengan Ayah dan Mama di sana, makanya Kakak gak mau lagi kembali sama aku?” tangis Eira pecah. Dia sudah tak sanggup lagi menahan isak yang begitu terasa menyesakan dada.

Setelah kehilangan orang tuanya dua tahun lalu, apakah kini dirinya harus kehilangan satu-satunya keluarga yang tersisa?

“Kakak jahat, kenapa Kak Gilang ketemu sama Ayah dan Mama sendiri? Ajak Ira, Kak ... Ira mau ikut.” Eira terus meracau di sela isak tangis yang semakin kencang. Tubuh gadis kecil itu bergetar di samping brankar sang kakak.

***

Pagi buta Eira sudah berada di depan gedung apartemen Aryan. Dia tatap bangunan besar nan tinggi di depannya. Dia tarik napas dalam lalu menghembuskannya perlahan, Eira mencoba membesarkan hatinya untuk menerima keputusan yang sudah dia ambil setelah hampir semalam tadi dirinya menimbang.

“Ini demi Kak Gilang,” ujarnya sebelum melangkah memasuki gedung apartemen Aryan. Sebelumnya dia sudah menghubungi laki-laki itu dan kini dia harus menemuinya secara langsung.

Beberapa saat kemudian, keduanya sudah duduk di sofa unit apartemen Aryan. Laki-laki itu bahkan masih menggunakan pakaian santai dengan keringat yang masih menetes di dahinya setelah berolahraga.

“Jadi kamu sudah mempertimbangakn penawaran saya?” tanya Aryan setelah menenggak air putih dingin.

Eira hanya mengangguk sebagai jawaban. Tangannya tampak saling meremas di atas pangkuan.

“Lalu....” Aryan menjeda ucapananya. Dia tatap wajah gugup Eira sebelum melanjutkan. “Apa sekarang sudah menemukan jawabannya?”

“Saya harap tidak mengecewakan,” ujarnya lagi sambil mengelap keringatnya menggunakan handuk kecil.

“Saya akan menerimanya. Tapi, boleh saya terima bayarannya sekarang?” jawab Eira terus terang. Sungguh, dia harus menahan malu dan mengubur harga dirinya sedalam mungkin demi mengucapkan kata sederhana itu.

Aryan tersenyum tipis. Dia kembali mengalungkan handuk kecil di lehernya lalu menatap lekat wajah manis Eira. Tawa remeh menghiasi bibir tipisnya.

“Kamu meminta bayaran di muka? Bagaimana kalau kamu kabur sebelum melakukan tugas?” tanya Aryan penuh selidik.

“Aku tidak akan pernah kabur!” Eira menyangkal cepat.

Aryan tampak memberikan reaksi seolah sedang menelisik kebenaran dari ucapan Eira.

“Begini....” Eira meremas tangannya, tidak yakin akan kata yang ingin dia ucapakan.

“Ya?” Aryan semakian menunjukan rasa penasaran.

Eira mulai menceritakan keadaan Gilang dan kebutuhannya akan uang bonus dari Aryan.

Aryan menatap lekat mata bening yang kini tampak diselimuti kabut air mata di pelupuk, sesaat dia terkejut akan beban yang sedang ditanggung gadis bertubuh mungil di depannya.

Namun, bukankah ini juga sebuah peluang untuknya? ‘Setidaknya kami berdua bisa sama-sama saling membantu. Aku punya uang, dan dia memiliki waktu untuk menjadi pasangan kontraku.’

Aryan mengangguk-anggukan kepalanya. “Baiklah. Sekarang berapa uang yang kamu butuhkan?”

“Anda benar-benar mau membantu saya?” tanya Eira penuh semangat. Matanya berbinar seolah beban dan kesedihan pada dirinya menghilang dalam sekejap mata.

Aryan sedikit memundurkan tubuhnya kala tiba-tiba Eira merangsek maju hingga wajah keduanya hampir bertabrakan. Dia terkejut akan perubahan sikap Eira yang begitu cepat. Namun, itu tak bertahan lama. Aryan segera beranjak mengambil kontrak dan menyodorkannya untuk ditanda tangani oleh Eira.

Eira membaca untaian kata yang tertulis di dalam perjanjian itu. Hingga beberapa saat kemudian, dia kembali dibuat terkejut oleh inti dari perjanjian ini yang berubah. Eira menatap curiga Aryan.

“Kenapa di sini tertulis menikah? Bukankah kita hanya kan berpura-pura menjadi pacar?” tanya Eira, penuh selidik.

“Saya tidak pernah bilang begitu,” jawab Aryan tak acuh.

“Hah?” pekik Eira sambil menatap tajam Aryan yang bahkan masih bertahan dengan wajah datarnya.

“Anda mempermainkan saya, Pak? Kenapa enggak Bapak bilang dari awal saja? Jadi saya gak salah paham begini!” protes Eira.

Aryan menghembuskan napas pelan sebelum menjelaskan. “Dari awal saya sudah bilang kalau kamu akan berperan menjadi pendamping saya. Bukankah itu sama saja dengan istri?”

‘Dasar laki-laki licik! Bisa-bisanya aku terjebak dengan laki-laki kayak gini!’ batin Eira merutuki nasibnya sendiri yang terasa selalu diikuti kesialan.

“Tanda tangani saja, nanti saya akan langsung menanggung semua uang biaya pengobatan kakakmu,” ujar Aryan dengan mudahnya, seolah uang memang tak ada harganya di matanya.

Perlahan Eira menaruh kembali surat perjanjian di atas meja. Pernikahan tanpa cinta ... ini benar-benar berat untuknya, tetapi dia tak memiliki cara lain. Eira terpaksa harus menjalani hubungan konyol ini demi pengobatan Gilang.

‘Maafkan Ira, Mah, Yah. Semua ini Ira lakukan demi Kak Gilang,’ batin Eira mulai menorehkan tinta atas sebuah materai.

“Bersiaplah, besok pagi kita akan menemui orang tuaku sekaligus menghadiri ulang tahun nenekku,” ujar Aryan setelah dirinya juga menandatangani surat perjanjian pernikahan kontrak bersama Eira.

“Be-besok?” Eira kembali memekik tepat di depan wajah Aryan. “Apa harus secepat ini?”

Related chapters

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab4. Salah tingkah

    Setelah mendapatkan cuti dari atasannya, Eira dikejutkan dengan keberadaan Aryan di depan mini market tempatnya bekerja. "Sedang apa dia di sini?" gumam Eira. Dia langkahkan kakinya menghampiri Aryan yang tengah berdiri bersandar di samping mobil.Hatinya memang masih gondok akan ucapan kasar lelaki dewasa itu, tetapi dia juga harus bersikap profesional mengingat apa yang sudah dilakukan Aryan pada Gilang."Lupakan kesombongannya, Eira. Yang terpenting adalah kesembuhan Kak Gilang," gumamnya di sela langkahnya.Aryan menegakkan tubuhnya begitu melihat kedatangan Eira. "Sudah siap?" tanya Aryan."Tapi, barang bawaanku masih di kontrakan," jawab Eira yang tahu ke mana arah pertanyaan singkat Aryan."Kamu tidak perlu mmebawa apa pun," ujar Aryan sambil berbalik dan segera masuk ke mobil."Tapi, Pak-" Eira menghentikan perkataannya dan segera berjalan cepat memutar dan menyusul Aryan."Kenakan sabuk pengaman. Kita berangkat sekarang," titah Aryan lalu mulai menginjak pedal gas. Mobil pu

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab5. Ulang tahun nenek

    Ternyata, Maheswari telah merencanakan untuk menggantikan acara ulang tahun nenek dengan pertunangan Aryan dan Eira. Bahkan nenek pun sudah mengetahuinya."Apa ini tidak terlalu membebani Eira? Walau bagaimana pun, dia belum memberi persetujuan pada sebuah pertunangan," ujar Aryan saat mereka sedang berbicara di ruang kerja sang ayah setelah makan malam. Dia berusaha menghindar dari acara dadakan yang direncanakan oleh kedua orang tuanya."Kalau dia tahu, itu namanya bukan kejutan dong?" jawab Maheswari sigap. "Lagi pulan, apa kamu tidak kasihan pada ibumu ini yang sudah sangat ingin menggendong cucu?"Aryan menghembuskan napas pelan, pundaknya tampak turun kala melihat wajah memelas Maheswari. Tenyata bukan pertunangan yang akan terjadi besaok, tetapi lamaran untuk Eira di tengah acara ulang tahun nenek. "Bukankah kalian sudah cocok?" Edrik yang sejak tadi hanya memperhatikan mulai membuka suara.Aryan mengangguk."Kalau begitu, sekarang atau nanti apa bedanya?" tanya Edrik lagi.Ar

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab6. Pembunuh?

    "Tunggu! Aku tidak setuju dengan hubungan kalian!" Seorang wanita dengan lipstik merah menyala berdiri di depan pintu masuk. Napasnya tampak memburu, begitu juga raut wajahnya yang amat sangat marah."Mba Asih?" Maheswari bergumam pelan. Dia terkejut dengan kedatangan wanita paruh baya itu.Begitu juga dengan Aryan yang tampak berdiri mematung dengan tatapan yang rumit. Tak jauh berbeda para sanak saudara yang juga berada di sana.Sementara itu, Eira hanya bisa menatap bingung reaksi semua orang. Dia yang tak tahu apa-apa hanya bisa terdiam dan menyaksikan momen aneh yang sedang terjadi.Plak! Sebuah tamparan yang sangat keras mendarat tepat di pipi Aryan. Namun, laki-laki itu masih tak bereaksi. Walau wajahnya terlihat pucat pasi, dengan mata yang mulai memerah. "Kamu tidak pantas mendapatkan semua ini! Pembunuh sepertimu, harusnya menderita seumur hidup!" teriak Asih tepat di depan wajah Aryan.Deg! 'A-apa maksudnya? Pembunuh?' Eira membolakan matanya, dia tak sanggup lagi menahan

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab7. Luka berkepanjangan

    "Kamu?" Bibir tipis itu bergumam pelan. Matanya menatap Eira dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Aryan memutari kursi taman lalu berdiri tepat di depan Eira dan mengambil alih payung."Maaf, Pak. Saya cuma takut bapak sakit karena kehujanan," gumam Eira pelan. Sempat mengerjap beberapa kali sebelum matanya dia arahkan pada sepasang sendal rumahan berwaran merah muda yang sedang dirinya pakai. Sorot tajam dari sepasang iris mata Aryan mampu membuat nyalinya menciut. Seolah kebetulan yang tak selamanya akan datang, pada saat itu juga hujan turun semakin lebat, hingga membuat tubuh keduanya tak terlindungi oleh satu payung yang dibawa Eira, sekaligus menyadarkan keduanya dari tubuh yang terpaku di tempat. "Hujan. Ayo kita masuk," ujar Aryan sambil merangkul pundak Eira, agar tubuh keduanya lebih merapat.Deg! Jantung Eira seolah terpacu hingga berdebar begitu cepat, kala tangan besar dengan rasa dingin itu menempel di lengannya yang tak terhalang oleh baju dan menariknya denga

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab8. Ancaman

    "M-maaf, aku cuma lewat. Aku gak denger apa-apa kok," ujar Eira cepat. Karena terkejut, dia bahkan tak bisa mengendalikan dirinya hingga suaranya sedikit terbata. Aryan menelisik wajah panik Eira. Bahkan tanpa Eira menyangkal pun, dia tahu betul jika gadis itu sudah mendengar semuanya. Namun, alih-alih menegur, Aryan lebih memilih segera berlalu, meninggalkan Eira begitu saja dengan rasa bersalahnya.'Ish, ngapain sih kamu tuh jadi orang kepo banget, Ira-Ira.' Eira menggeleng lemah sambil terus menyesali perbuatannya yang tak bisa menahan rasa keingin tahuannya.Ya, dia memang tak sengaja mendengar perbincangan Aryan dan kedua orang tuanya ketika berjalan melewati kamar Maheswari dan Dedrik, karena pintu kamar yang sedikit terbuka. Tak kuasa menahan rasa penasaran, Eira malah berhenti dan menguping. Namun, kini dia berasa menyesal karena sudah bersikap lancang. ***Setelah sarapan bersama, Aryan dan Eira berpamitan untuk kembali ke rutinitas masi

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab9. Jadi menantu Ibu

    "Kamu gak papa?" Aryan segera berjalan menghampiri Eira. Dia mengedarkan pandangannya, mencari keberadaan Asih. Namun, dirinya tak juga menemukannya. "Ra?" Aryan harus sedikit menggoyangkan tubuh Eira agar gadis itu menyadari keberadaannya. "Bapak-" Bibir bergetar Eira bergumam lirih. Matanya perlahan bergulir hingga kini tepat menatap wajah Aryan. "Kamu baik-baik saja? Apa ada yang terluka?" tanya Aryan sambil meneliti tubuh Eira, memastikan jika gadis itu tidak memiliki luka sedikit pun. Namun, kekacauan yang dibuat Asih masih membuatnya khawatir, apa lagi dia tidak tahu di mana wanita itu berada. "Di mana Tante Asih?" Eira hanya menggeleng sebagai jawaban, tetapi matanya kembali mengedar menatap sekitar, lalu bergumam sangat lirih. "Sudah pergi." Aryan menghembuskan napas lega. Walau kini matanya menyipit melihat ada darah di kaki Eira, sepertinya terkena pecahan kaca. "Kamu terluka." Perlahan Aryan memapah tubuh Eira un

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.10 Bersiap menjadi istri

    Aryan berjalan cepat memasuki retoran tempat Maheswari dan Eira berada, dia langsung bergegas datang setelah menyelesaikan rapatnya. Sungguh, akibat keputusan ibunya yang akan langsung melamar Eira, dia sama sekali tidak bisa fokus dalam mengerjakan pekerjaannya.Semua ini terjadi karena kabar kedatangan Asih ke apartemennya yang telah sampai pada kedua orang tuanya, kini mereka mendesaknya untuk segera menikah. Padahal Aryan sudah berusaha sebaik mungkin menutupi kekacauan yang dibuat Asih. Namun, tampaknya kedua orang tuanya memiliki banyak mata yang mengawasinya di mana pun dia berada.Aryan berdiri di pintu masuk restoran sambil menetralkan napasnya yang terasa memburu. Jantungnya berdebar tak menentu entah karena apa. Pandangannya dia edarkan ke seluruh sudut, mencari keberadaan Maheswari dan Eira. Lalu, meneruskan langkahnya kala matanya telah menemukan dua orang yang dirinya cari."Ibu," sapa Aryan sambil duduk di samping Eira."Nah, kebert

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab11. Janji suci yang ternodai

    "Bibi," sapa Eira begitu dia berdiri di depan Wati. Diam-diam dia melirik wanita paruh baya yang selalu bersikap arogan di depannya. Walau begitu, Eira masih berharap jika bibinya akan berubah pikiran dan kembali menerima dirinya dan Gilang sebagai keluarga. "Duduk!" titah Wati sambil menunjuk kursi di depannya menggunakan dagu.Eira mengangguk lalu duduk. "Kenapa kita bertemu di sini, Bi? Apa Bibi gak mau lihat Kak Gilang?" Wati tersenyum sinis. "Kamu pikir aku ke sini untuk menjenguk mayat hidup sepertinya? Jangan harap." "Bibi!" Tanpa sadar, Eira meninggikan suaranya. Dia tak terima jika Gilang disebut sebagai mayat hidup. "Kakakku masih hidup dan sebentar lagi dia akan sadar, tolong ingat itu, Bi!""Benarkah? Lihat saja nanti, sampai kapan dia akan bertahan dan kamu bisa mendapatkan uang untuk membiayainya," ejek Wati sambil terkekeh sinis. Eira mengepalkan tangannya, kini dirinya mulai menyesal karena telah menemui wanita jahat itu dan masih mengharapkan kebaikannya. "Kalau Bi

Latest chapter

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.72 Memutuskan menjauh

    Eira menghentikan langkahnya di pintu begitu matanya melihat keberadaan Dikta yang sedang berdiri sambil berbincang dengan salah satu rekan kerjanya di tempat parkir. Dia yang sudah selesai bekerja sama sekali tak menyadari keberadaan laki-laki itu sebelumnya. Lokasinya yang berada di pojok parkir, membuat Dikta tak terlihat dari dalam minimarket.“Kenapa Bang Dikta ke sini lagi sih?” gumam Eira. Dia meringis pelan, merasa tak nyaman akan keberadaan mantan rekan kerjanya itu.Reaksi Eira berbanding terbalik dengan Dikta yang tampak langsung menatapnya dengan berbinar, bahkan senyum di bibirnya merekah. Walau enggan, demi kesopanan Eira terpaksa menemui Dikta dan menyapa. “Bang Dikta,” ujarnya yang diiringi senyum tipis dan anggukkan kepala samar.“Tuh, yang ditunggu udah dateng. Kalau gitu, gue masuk dulu,” ujar seorang lelaki yang merupakan rekan kerja Eira.“Apaan sih, Bang?” Eira merengut, tak terima dengan godaan sang rekan kerja

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.71 Peringatan

    Eira mengerjap pelan kala sinar matahari pagi mengusik tidur lelapnya. Dia memicingkan mata sambil menatap sekitar di mana dia tertidur semalam, setelah melampiaskan kekesalannya pada Aryan yang tak kunjung kembali.Bosan menunggu, akhirnya Eira memutuskan menonton drama favoritnya hingga perlahan kesadarannya direnggut begitu saja kala lelah sudah tak lagi dapat dia tahan. Eira terlelap dalam posisi yang entah bagaimana.Mengingat itu, Eira kembali mengerucutkan bibirnya. Entah jam berapa suaminya itu kembali ke kamar? “Jangan-jangan dia malah belum balik sampai sekarang?” gumam Eira sambil melihat ke arah pintu ruang kerja yang masih tertutup rapat.Namun sesaat kemudian, perhatiannya teralihkan pada laptop miliknya yang sudah tersimpan rapi di atas meja, begitu juga dengan sisa kekesalannya yang sudah membaik. “Enggak mungkin kan kalau Pak Aryan yang membereskan semua ini?” gumam Eira. Dia duduk di ujung ranjang sambil terus menelit

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.70 Berpamitan

    Aryan tersenyum miring begitu dia menutup pintu kamarnya rapat, dia melirik ke belakang seolah bisa melihat Eira yang sedang menahan kesal di dalam sana.‘Dia pasti sedang kesal sekarang.’ Ingatan Aryan kembali pada saat dirinya baru saja sampai di restoran di dekat rumah sakit tempat Gilang dirawat. Sebenarnya dia bisa melihat Eira menemui Dikta. Namun, sayang sekali ketika itu dirinya sudah bersama klien yang ingin bekerja sama, hingga Aryan hanya bisa melihat dan membiarkannya dengan hati yang dongkol.Saat itu, sebenarnya Aryan sudah tahu semuanya. Bahkan dia mendengar dengan jelas apa yang diucapkan Dikta ketuka dirinya menerima telepon di ponsel Eira. Tampaknya laki-laki tidak tahu malu itu memang tengah mendekati Eira, padahal dia sudah tahu kalau Eira telah bersuami. Wajah Aryan langsung berubah serius kala dia sudah sampai di lantai satu dan melihat keberadaan Alderia di ruang tamu. Wanita itu tampak tersenyum semringah saat melihat Aryan berjalan ke arahnya.“Ar....” Alderi

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.69 Kedatangan mantan

    Eira menarik napas dalam lalu menghembuskannya kasar, dia sempat berhenti terlebih dahulu sebelum kembali mengetuk pintu Aryan untuk memberitahu keberadaan Alderia. Matanya melihat hujan yang semakin deras bahkan sebuah gemuruh yang cukup kencang terdengar menggelegar di ujung langit. Dia menyempatkan menutup dulu pintu menuju balkon lalu kembali ke depan ruang kerja Aryan.“Apa, Pak Aryan beneran marah padaku?” gumam Eira ketika pintu di depannya tak kunjung terbuka, padahal ini sudah ketiga kalinya dia mengetuk.“Pak, ada tamu di bawah." Eira kembali berbicara dengan sedikit berteriak, takut tak terdengar oleh Aryan. Namun, pintu tak juga terbuka. “Kayaknya gak mungkin deh kalau dia ketiduran.”“Apa aku buka aja ya.” Eira tatap gagang pintu yang tak kunjung bergerak itu. Perlahan tangannya mulai menyentuh dan mencoba menggerakkannya. “Enggak dikunci,” ujarnya pelan.“Pak Aryan, aku masuk ya,” sambungnya dengan suara yang sedikit lebih ker

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.68 Tamu tak diundang

    “Apa yang Bapak lakukan?!” Eira melebarkan matanya kala melihat Aryan yang sudah menempelkan ponselnya di telinga sambil menyeringai. Tubuhnya gemetar ketakutan akan apa yang terjadi berikutnya jika sampai itu adalah telepon dari Dikta. Mulutnya tertutup rapat saat jari telunjuk Aryan menempel tepat di tengahnya dengan posisi yang masih sama. Hanya beberapa detik laki-laki itu seperti mendengarkan sesuatu dari seberang sana hingga akhirnya dia menjatuhkan ponselnya dan dengan gerakan cepat menempelkan kedua bibir mereka hingga tak ada kesempatan bagi Eira untuk menghindar atau menolaknya. Setelah beberapa saat sama-sama terdiam, perlahan Aryan mulai menggerakkannya. Laki-laki itu melakukannya lumayan lama, hingga mampu membuat Eira melupakan semua rasa takut, kebimbangan, dan semua masalah hidupnya untuk sesaat.“Kamu milikku ... tidak ada yang boleh memilikimu selain aku, Eira Zafran,” ujar Aryan begitu dia melepaskan bibir Eira. Napasnya yang memburu bahkan masih terdengar jelas di

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.67 Memergoki

    “Sedang apa kamu di sini?” Aryan menatap tajam kedua orang di depannya hingga kerutan di keningnya terlihat jelas.“Arya?” Nathan tak kuasa menahan rasa terkejutnya ketika dia menyadari keberadaan sang sahabat tepat di depannya. Dia berdiri sambil tertawa hambar demi menutupi kecanggungan yang tiba-tiba menggelayuti dirinya.“Sejak kapan lo ada di sini?” tanyanya. Dia merangkul pundak Aryan seolah tak terjadi apa pun, walau nada suaranya yang bergetar tak dapat dia kendalikan. “Eira....” Suara rendah dan penuh penekanan itu dia tujukan pada gadis yang sejak tadi hanya diam dengan wajah pucat pasi, seolah baru saja terpergok tengah berselingkuh. Dia bahkan tak mengalihkan sedikit pun pandangannya pada Nathan yang kini berada di sampingnya.Eira mengedipkan matanya pelan, perlahan dia gulirkan pandangannya pada laki-laki yang sejak tadi sudah menghantui pikirannya. Beginikah rasanya jika kita ketahuan ketika sedang melakukan kesalahan? Dia

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.66 Bimbang

    “Uhuk!” Eira terbatuk sambil mengerjap cepat, tubuhnya pun otomatis mundur dengan gerakan kaku. ‘Apa yang kamu pikirkan, Ra?’ tangannya kembali mencoba membuka pintu mobil. Namun, ternyata kembali tidak berhasil karena masih terkunci.“Tolong buka pintunya....” Akhirnya Eira kembali memberanikan diri untuk menatap wajah Aryan walau hanya sekilas, sementara tangannya masih mencoba membuka pintu berulang kali.Eira segera ke luar dan berjalan cepat masuk ke rumah sakit, begitu dia berhasil membuka pintu. Dalam hati dia terus merutuki dirinya sendiri yang sempat memikirkan hal yang tidak-tidak bersama dengan Aryan.Sementara itu, Aryan yang masih terpaku di dalam mobil dengan pikiran yang tak bisa beralih dari kejadian tadi, hanya tersenyum tipis kala dia melihat Eira yang berjalan setengah berlari menuju rumah sakit. “Kenapa dia harus bersikap malu seperti itu? Apa dia juga sempat berpikir hal yang sama denganku?”Aryan terkekeh pelan sambi

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.65 Siapa dia?

    “Sayang?” Dikta menatap penuh tanya pada interaksi Eira dan Aryan. “Apa maksudnya ini, Ra? Siapa dia?” tanya Dikta sambil menatap penuh tuntutan pada Eira. Dia butuh penjelasan. “Begini, Bang. Eum....” Eira berusaha menjelaskan walau tiba-tiba saja lidahnya terasa sulit untuk digerakkan. Dia bingung harus mengatakan apa pada Dikta. Matanya melebar saat Aryan tiba-tiba maju dan berdiri tepat di tengah-tengah antara dirinya dan Dikta. “Perkenalkan, saya Aryan, suami Eira,” ujar Aryan dengan nada suara tegas dan jelas. Dia mengulurkan tangannya, meminta berjabat dengan Dikta. Seringai miring dan penuh kemenangan terlihat menghiasi wajah tampannya. Eira merengut, dia tatap wajah puas Aryan dengan hati bertanya-tanya. 'Apa maksudnya ini?'“Suami?” Dikta berusaha melihat Eira yang berada di belakang tubuh Aryan. Dia tak peduli pada tangan Aryan, yang dirinya butuhkan saat ini adalah sebuah penjelasan dari Eira langsung. “Kamu sudah menikah, Ra?”"I-itu ... aku...." Eira meringis sambil m

  • Perjanjian Cinta Om Duda   Bab.64 Rekan kerja lama

    “Kamu benar-benar melaporkan Alderia ke polisi, Ar?” tanya Nathan. Saat ini mereka berdua sedang berada di kantor Aryan. Nathan sengaja mendatangi sahabatnya secara langsung setelah mendengar berita yang beredar tentang Alderia dari Sherin.Aryan menangguk. Dia memang tidak main-main dengan ucapannya beberapa hari lalu. Laki-laki itu tampak membungkukkan tubuhnya hingga kedua siku tangannya bertumpu di lutut bagian atas. Tatapan matanya tampak tajam menusuk pada Nathan, walau seringai di bibirnya tampak jelas.“Siapa pun yang berani mengusik ketenangan keluarga gue, gue akan tindak tegas. Lo sudah tahu pasti tentang itu kan, Than? Gue tidak pernah berubah jika itu soal keamanan dan ketenangan keluarga gue,” ujar Aryan dengan begitu ringan, seolah tanpa beban.“Gue tahu,” angguk Nathan. Namun, kini dia juga memajukan tubuhnya hingga mendekat pada Aryan, lalu melanjutkan perkataannya dengan nada yang terdengar sedikit canggung. “Tapi, apa itu tidak terlalu kejam? Walau bagaimana pun, A

DMCA.com Protection Status