Karina pun kini ikut berpikir untuk membantu keresahan yang sedang dialami oleh sahabatnya. Karina yang melihat wajah Fania sedikit cemas, ia menjadi tidak tega. Apalagi ia tahu, sahabatnya baru saja merasakan kebahagiaan bisa terlepas dari sosok Riko di hidupnya. Dan kali ini, pria itu kembali hadir. Meski sebenarnya tujuan Riko bukan Fania, melainkan kakak tirinya—Shanum.“Apa lo sudah cerita masalah ini ke suami lo?” tanya Karina.Fania menggeleng. “Belum, Rin. Gue takut mas Devan akan salah paham nanti,” sahutnya lirih.Karina mendengkus. “Harusnya lo cerita saja, Fan. Daripada nanti suami lo tahu dari orang lain, mending tahu dari mulut lo sendiri. Dan pastinya suami lo bisa melindungi jika suatu saat Riko dan Shanum berbuat yang tidak-tidak ke diri lo. Paham ‘kan maksud gue?” tanya Karina memberi saran.“Iya, Rin. Lo bener juga, toh mas Devan dah tahu ya kalo Riko orangnya gimana. Aku yakin sih, dia nggak akan salah paham,” timpal Fania menerka.“Nah, itu lo tahu. Udah, nggak pe
Satu minggu kemudian. Siang hari nanti Fania akan meresmikan toko bunga yang akan dia buka. Setelah seminggu kemarin disibukkan oleh kegiatan menata ruangan. Dan juga mendekorasi ruang untuk acara peresmian. Dan semuanya Fania serahkan kepada pihak vendor yang direkomendaikan oleh sahabatnya, Karina.Lalu kini Fania sedang disibukkan kembali menata ruangan khusus merangkai bunga untuk para pengunjung yang ingin mengikuti kelas merangkai. Untuk acara nanti, Fania memang tidak mengundang banyak tamu. Ia hanya mengundang keluarganya dan kerabat dekatnya.Disaat sela kesibukan seperti sekarang, untung saja ia dibantu oleh dua pegawai yang akan bekerja di toko bunganya jika nanti sudah resmi dibuka. Dua orang itu Lily dan Sani, mereka adalah dua orang remaja yang tidak melanjutkan sekolah dan memilih untuk bekerja. Reihanlah yang membantu mencarikan pegawai untuk Fania.“Kak Fania ini sudah selesai,” ucap Lily dengan membawa bunga yang sudah selesai ia rangkai.Fania tersenyum melihat has
Fania terkejut menatap seseorang yang dengan berani langsung menyapa suaminya. Devan sendiri yang di sapa oleh orang itu hanya bisa tersenyum tipis saat melihat ekspresi tak biasa dari sang istri.“Iya, Al.” Devan menjawab singkat. Alya pun tersenyum kepada Fania yang kini menatap dengan sinis.“Hai, Fania. Maaf, kalau kamu kaget. Jika aku tiba-tiba hadir diacara kamu,” kata Alya pura-pura tersenyum. “Soalnya, aku diundang secara khusus oleh suamimu,” sambung Alya membuat Devan membelalak.“Al!” sentak Devan tak terima.“Benar ‘kan, Mas? Tadi pas kamu telpon bilang gitu!” Alya sengaja memanasi istri mantan kekasihnya.Benar saja, wajah Fania kini memerah. Hatinya sakit saat tahu jika suaminya diam-diam menghubungi wanita masa lalunya.“Sayang ... jangan per—,”“Oh, itu ya. Memang aku yang perintahkan ke mas Devan agar mengundang kamu. Tadinya nggak mau, tetapi sepertinya suamiku mengabulkan perintah aku, ya ‘kan, Mas?” sela Fania menatap ke arah suaminya yang kini terpaksa mengangguk.
Setelah momen kegaduhan selesai. Kini Fania pun beranjak dari kursi untuk memulai peresmian toko bunganya. Fania memberi nama tokonya bernama ‘Tifflower’. Dan harapan Fania, dibukanya usaha ini bisa mempermudah banyak orang yang ingin belajar mengikuti kelas merangkai.Tujuannya untuk mempermudah orang lain, yang belum menguasai ilmu membuat berbagai motif buket karangan bunga untuk beberapa acara penting. Seperti kado pernikahan, wisuda, acara ulang tahun. Atau hadiah untuk orang terkasih.Pemotongan pita pun telah Fania lakukan. Dan Fania kini memberikan beberapa sambutan untuk para tamu undangan. Setelah sambutan selesai, kini acara ditutup dengan kegiatan merangkai bunga, untuk beberapa tamu undangan yang ingin tahu bagaimana cara merangkai atau membuat buket.“Silakan ruangannya di sini,” unjuk Fania kepada beberapa tamu yang meminat belajar merangkai.Ada sekitar sepuluh orang yang ikut belajar merangkai. Dan Fania menunjuk Lily untuk menjadi mentor sebagai arahan pembelajaranny
Satu hari setelah peresmian toko bunga Fania. Fania kini disibukkan kegiatan di tokonya. Meski terbilang toko baru. Namun, toko Fania ramai di kunjungi oleh banyak orang untuk memesan karangan bunga, atau buket bunga. Apalagi beberapa hari lagi adalah hari Valentine di mana orang selalu memberikan hadiah untuk orang terkasih.“Kak, ini ada pesanan tiga buket bunga mawar merah berukuran besar,” kata Sani yang mendekat ke arah Fania yang sedang menyusun bunga.“Untuk hari apa, San?”“Besok, Bu.” Sani menjawab dengan memberikan ponsel khusus toko menunjukkan pesan dari seseorang.“Haduh, besok, ya? Masalahnya yang pesanan hari banyak banget, ambil nggak, ya? Tapi, nggak enak kalau menolak.” Fania bergumam bingung. Karena ia baru saja memulai usaha, dan ia tidak ingin mengecewakan pelanggan barunya.Setelah menimbang cukup lama. Fania pun mengangguk. “Ya, sudah. Kita ambil saja, kalian lembur malam ini mau ‘kan?” tanya Fania kenapa dua pegawainya.Lily dan Sani mengangguk bersamaan. “Iya,
Malam harinya. Fania sampai di apartemen sekitar pukul 10 malam. Itu pun Devan yang menjemput ke toko untuk memastikan istrinya baik-baik saja.“Kamu pasti lelah banget, ya?” tanya Devan saat istrinya bersandar di atas d**anya.Fania mengangguk lemas. “Banget, Mas. Hari ini pesanan membludak melebihi target. Tapi, senang sih, Mas. Banyak pelanggan baru yang mempercayakan pesanan buket di tokoku,” sahutnya dengan mata yang memejam.Devan tersenyum. Tangan kirinya dengan pelan membelai surai hitam sang istri, lalu berkata, “Bagus lah, aku senang jika usahamu maju dan ramai. Itu artinya banyak orang yang menyukai hasil karangan bunga yang kamu buat.”“Iya, Mas. Benar banget, terima kasih, ya, Mas. Ini semua berkat dukunganmu, membuat impianku terwujud.” Fania mengangkat kepalanya, menatap suaminya.“Iya, sama-sama. Jika kamu bahagia, itu sudah membuat diriku bahagia juga.” Devan mengelus pipi mulus istrinya dengan lembut.Dan ia pun menceritakan tentang pengalihan saham yang sudah ia ber
Seorang pria menyunggingkan bibirnya saat menatap ke arah wanita yang memegang buket bunga berisi mawar putih 100 tangkai.“Kenapa? Apa kamu terkejut melihatku?” tanya pria itu sinis.“Tidak.” Fania menggeleng. Ia berpura-pura untuk tetap bersikap biasa saja.“Oh, begitukah. Aku kira kamu akan terkejut.” Pria itu tersenyum tipis seraya mengulurkan tangannya ke wajah Fania. Untung saja Fania dengan cepat menghindar.“Jaga sikapmu!” bentak Fania. Ia pun segera mengulurkan buket bunga mawar putih ke hadapan pria yang kini menatapnya dengan tak biasa.Namun, sekian detik pria itu langsung menodong Fania dengan menyekap wajahnya menggunakan sapu tangan. Tubuh Fania kini tak berdaya dan ia pun terjulai lemas sampai buket mawar putih itu jatuh ke lantai berbarengan dengan ambruknya tubuh Fania yang tak sadarkan diri.Pria itu segera membopong tubuh Fania untuk memindahkan ke kamarnya. Ia juga melihat wajah cantik Fania yang selama ini tidak pernah ia lihat. Untung saja, niat jahatnya terali
Setelah panggilan terputus. Devan segera beranjak dari kursi membuat Alya yang baru masuk ke ruang VIP terkejut akan kepergian mantannya itu.“Mas, kamu mau ke mana? Makanan belum datang, lho?” cegah Alya menahan kepergian Devan.“Kita batalkan saja, aku ada urusan yang lebih penting.” Devan berusaha menerobos Alya yang menghalangi.“Nggak, Mas. Kamu nggak boleh pergi! Sebentar lagi makanan akan datang, kita makan sebentar, oke?” bujuk Alya lagi memohon.“Sekali aku bilang enggak, ya , enggak, Alya! Kamu bisa ngerti nggak, sih?” bentak Devan. Lalu ia meninggalkan ruang VIP begitu saja.Alya yang tak dapat mencegah mantan kekasihnya itu, ia hanya bisa menghentakkan kakinya sebagai pelampiasan kekesalannya. Karena makan siang yang sudah ia rancang sebaik mungkin gagal total.“Argh ... Kenapa jadi gagal kaya gini, sih!” berang Alya begitu emosi. Ia pun segera menghubungi Riko untuk tetap menyekap Fania sebagai pelampiasannya kembali.Sementara itu, Devan melajukan mobilnya begitu kenca