Sementara itu paman Zao dan Rama sudah sampai di rumah keluarga changming, keluarga paman Zao. Rumah dengan kemewahan di jaman ini, terdapat taman bunga dan beberapa pohon maple yang tertata rapi menghiasi halaman rumah. Beberapa penjaga di tempatkan pada pintu masuk. "Paman!!" Chu Hua berlari ke arah paman Zao, ketika ia dikabari tentang kedatangan paman Zao ke rumahnya, tanpa ia sadari kehadiran Rama di situ. Chu Hua masih mengenakan penutup wajahnya, namun ketika akan membuka penutup wajah itu ia terkejut melihat Rama. "Siapa dia paman?!" tanya Chu Hua tidak jadi membuka penutup wajahnya. "Tenanglah Chu Hua, dia adalah muridku. Ia kesini untuk melihat gatal di wajahmu dan mengobatinya," jelas paman Zao. Chu Hua menatap Rama yang sedang tersenyum ramah padanya, ia melihat wajah yang tampan mempesona. Bagaimana mungkin orang dengan penampilan seperti Rama bisa mengobati gatal di wajahnya?! Bukankah pria ini hanya seorang pesolek? "Paman... Kau tidak bercanda kan?" tanya Chu Hua
"Rama, mengapa kau pulang larut?" tanya paman Zao, ia gelisah menunggu Rama yang belum kembali, ia bahkan sempat berpikir bahwa Rama kabur tadi. "Aku sedang ada urusan, paman ingat seseorang yang menyapaku waktu di depan toko obat?" Rama terduduk dan mengeluarkan beberapa barang dari tasnya. "Andik si pengepul, aku tau beberapa hal tentangnya. Apa kau berdagang dengannya?" tanya paman Zao. Rama mengangguk dan menguap,"Paman, bisa kau panggil Chu Hua sebentar? Aku tau ini sudah larut, tapi perawatan di malam hari sangat penting."kata Rama. Paman Zao yang tadinya terlihat mengantuk segera berdiri dan langsung menuju kamar keponakannya. Kali ini Chu Hua datang bersama Narsih, Narsih adalah pengurus Chu Hua yang sudah seperti keluarganya sendiri, bahkan umur mereka tidak jauh berbeda. Chu Hua dan Narsih terlihat menguap, sepertinya mereka sudah tertidur saat di bangunkan. "Nona bisa kau bantu aku mengambil 2 baskom air dan 2 handuk?" pinta Rama pada Narsih Rama begitu sopan te
"Selamat pagi nona?!"Rama menyapa Hana, ia datang pagi sekali, setelah memastikan Chu Hua sudah membersihkan wajah, memakai cream siang dan obat totol jerawat. Rama langsung berangkat ke rumah pak Andik, Rama mengantarkan 20kg bumbu rendang yang sudah dibelinya dari onshop. " Ah, iya..."Hana mengangguk sopan, wajahnya mulai bersemu merah jika mengingat perkataan ayahnya tadi malam. Hana ingin segera bersembunyi dari Rama. Rama yang melihat itu hanya tersenyum lucu ketika melihat Hana terburu-buru pergi dari hadapannya. "Paman, ini 20kg bumbu rendang pesananmu." Pak Andik terlihat bingung, bagaimana bisa Rama begitu cepat menyiapkan permintaannya. Namun dari segi kualitas yang pak Andik lihat, bumbu rendang terlihat sama seperti yang Rama berikan padanya pertama kali. "Mari kita masuk dan membahas pembayarannya." kata pak Andik kemudian, ia sudah menyicipi bumbu rendang yang Rama bawa dan tak ada masalah dengan itu. Hatinya yang tadi khawatir menjadi lebih tenang. Seperti biasa pa
"Paman, aku jamin ketika desaku berkembang kau pasti akan menginginkan untuk menetap di desaku, jadi ada baiknya paman mulai mencari tanah untuk investasi!!"Rama terlihat bersungguh-sungguh. "Tapi biasanya aku hanya 1 hari di sana, untuk apa aku membeli tanah?"tanya pak Andik belum yakin, Rama paham terlalu sulit untuk percaya dengan apa yang ia katakan, namun Rama yakin desanya akan menjadi desa yang akan dikunjungi semua orang. "Paman, kau bisa membuat tempat penginapan, dengan beberapa resep masakan dariku, aku jamin penginapanmu akan ramai nantinya." kata Rama menjelaskan. Pak Andik masih belum terlalu yakin, membuat penginapan bukanlah hal yang mudah. Memerlukan lebih banyak dana untuk membangun. Bahkan jika desa itu belum berkembang, penginapan akan berpotensi bangkrut. "Ayah, ada baiknya kau berinvestasi ke tanah terlebih dahulu..." sahut Hana, ia sangat ingin ikut mengobrol. Karna pembicaraan Rama dan ayahnya sangat menarik bagi Hana, Rama bukanlah orang yang suka pamer,
Hari ini pemerintahan pusat Mekaragung sedang sibuk mempersiapkan acara untuk penyambutan utusan dari timur. Para pelayan mulai berlalu lalang, para penari kembali melatih tarian, para pemusik kembali menyetel alat musiknya, bahkan para prajurit terlihat sibuk mengamankan daerah agar tidak ada orang yang tidak berkepentingan masuk. Raja tidak datang, karena sudah diwakilkan oleh Gubenur dan Walidesa. Rahmadi Siantan adalah Gubenur di Mekaragung bersama Yusuf Atmanegara sebagai Walidesa. Mereka dipercaya sebagai perwakilan dari kerajaan Bamaraya untuk menjamu tamu utusan dari timur. Para koki masak sudah terlihat sibuk di dapur, Rama dan pak Andik datang mengantarkan bumbu rendang ke gedung pertemuan. "Kalian darimana dan ada kepentingan apa?!" namun seperti biasa, para pengawal mencegat mereka untuk memastikan identitas mereka. Pak Andik mengeluarkan plakat izinnya, prajurit menatap lekat plakat itu. "PENGANTAR BUMBU UTAMA!!" Ia kemudian berteriak agar pintu gerbang dibuka. Se
("Ingatlah Daniel!! Lihat seberapa kuat pertahanan mereka, seberapa kaya bangsa mereka!! Kau datang bukan sekedar untuk berlibur!!") Daniel Craig utusan dari timur adalah mata-mata bangsa Bar-Bar, ia tersenyum licik ketika sudah memasuki pusat pemerintahan Mekaragung, salah satu kota perdagangan milik kerajaan Bamaraya. Ia bukan berniat datang sebagai utusan perdamaian, ia adalah mata-mata yang akan menilai apakah kerajaan ini layak untuk dijajah. Jika kerajaan ini layak untuk dijajah maka mereka akan mempersiapkan segalanya dengan hati-hati. Bahkan Daniel sudah dijanjikan akan menjadi Tuan Tanah jika misi kali ini berhasil. Daniel menatap keluar kereta kuda yang ia tumpangi, kerajaan ini masih bersih, tidak ada pertambangan, jadi pasti banyak sumber daya yang bisa dihasilkan. "Orang-orang ini begitu bodoh!! Mana ada bangsa yang akan melepaskan bangsa seperti ini untuk dijajah!!" Jonathan, komandan bangsa Bar-Bar menyamar menjadi pengawal Daniel. Ia harus memastikan Daniel menja
"Apa?! Mereka akan mengawal kapal-kapal kita? Apa maksudnya?" Andi menghentakkan tangannya di meja. "Sudah jelas mereka ingin memantau kegiatan kita!!" sahut Yusuf, ia juga mengepalkan tangannya geram. Kini ada Rahmadi sebagai Gubenur, Yusuf si Walidesa, Andi Menteri Perdagangan dan Bagas Menteri Luar dan Dalam Negeri. Mereka mendiskusikan perkataan dari Daniel utusan dari timur. "Yusuf, jaga bicaramu!! Kau selalu tidak bisa menahan amarah lewat perkataanmu!" tegur pak Rahmadi. Yusuf terdiam, namun ia merasa kesal pada Daniel dan pengawalnya. "Jangan terlalu keras padanya," kata pak Andi menenangkan Rahmadi. "Yusuf, kau ini masih muda, tak salah jika Rahmadi menegurmu, kau masih harus perhatikan perkataanmu, jika utusan itu tersinggung bagaimana?" kata pak Bagas menimpali. "Tuan Besar, apa kalian tidak kesal? utusan itu ingin menolong kita atau apa? Bagaimana mungkin kita membiarkan mereka bangsa Bar-Bar mengawal kapal-kapal kita dan membiarkan mereka memasuki daerah kita?
Rama terlihat serius, sebenarnya ia tak ingin ikut bicara, namun hal ini juga akan berdampak baginya, mengharuskannya bicara."paman, berhati-hatilah, mungkin sudah ada mata-mata di dalam kerajaan." "Mata-mata? Untuk apa? Mengapa kau berpikir seperti itu?" Kali ini pak Andi yang bertanya, ia tak menyangka bahwa jawaban Rama akan seperti itu. "Paman, berapa persen dahulu bangsa Bar-Bar meminta kepada kapal-kapal kita?" tanya Rama pada pak Andi. "Mereka selalu mengambil 50% dari kapal-kapal kita,tapi apa hubungannya? " "Coba paman pikirkan, mengapa mereka menguranginya menjadi 10% dan ingin mengawal kapal-kapal kita?" Rama menghela napas sebelum melanjutkan kata-katanya, "sepertinya mereka ingin menilai seperti apa kerajaan kita!" kata Rama kemudian. "Maksudmu, mereka ingin melihat seberapa kaya kita?"tanya pak Andik dengan hati yang gelisah. Jika prasangka Rama benar," Sepertinya mereka sedang memantau keadaan untuk memastikan seberapa banyak kerajaan kita dan seberapa kuat ker