Martin menghirup napas dengan kesakitan. Dia baru saja dipukul beberapa kali, dan sekarang bernapas pun bahkan terasa sakit. Dia tidak perlu melepas pakaiannya untuk melihat, pasti ada memar besar di perutnya.Winda melihat darah di sudut mulut Martin dan menggelengkan kepalanya dengan serius. “Aku nggak bisa membuatmu terseret dalam hal ini. Kamu pergi dulu saja.”Meskipun orang-orang ini terlihat kejam, mereka mungkin tidak akan melakukan apa pun padanya di pinggir jalan, setidaknya untuk saat ini. Namun, jika Martin terus bersikeras untuk membawanya pergi, maka tak satu pun dari mereka bisa pergi. Selain itu, preman-preman ini akan lebih keras dan kasar terhadap pria.“Pergi?” Nelson mencibir, menatap mereka dengan kejam. “Nggak ada dari kalian yang bisa pergi. Aku akan memberi pelajaran pada kalian, supaya kalian tahu peraturan di sini!“Kalau begitu, nggak ada yang perlu didikusikan lagi.”Setelah itu, Winda dan Martin secara bersamaan menyerang terlebih dahulu. Mereka menyerang p
Melihat Winda berhasil lolos dari bahaya, Hengky menyipitkan matanya dan memerintahkan dengan suara berat, “Jalan.”Santo menoleh ke arah Hengky dengan heran dan berkata, “Pak Hengky, Bu Win ....”Hengky menatap Santo dengan dingin, sehingga Santo langsung terdiam, dan akhirnya menjawab dengan suara berat, “Baik.”Dia pun menyalakan mobil dan mulai menjalankannya.Santo memandang Hengky yang ekspresinya datar melalui kaca spion, masih bingung. Jelas-jelas ketika melihat istrinya dalam bahaya, Pak Hengky langsung ingin segera keluar dari mobil untuk menolongnya. Namun, kenapa tidak jadi keluar begitu dia melihat Martin?Saking bingungnya dia, dia sampai melamun dan hampir menerobos lampu merah di perempatan. Untungnya, dia sadar tepat waktu dan menginjak rem, sehingga mobil berhenti tepat waktu.“Santo, kamu melamun,” ujar Hengky dengan serius. “Apa yang kamu pikirkan?”Santo memandang bosnya itu dengan ragu-ragu, bingung apakah dia harus mengatakannya.“Katakan!” perintah Hengky dingin
“Nggak ada.” Santo menjawab dengan jujur, “Sharon nggak pernah membicarakan hal ini kepada siapa pun selama bertahun-tahun, bahkan dengan ibu kandungnya sendiri pun nggak. Media ingin mencari tahu tetapi nggak dapat menemukan informasi apa pun. Seolah pria itu sudah menghilang dari bumi.”“Nggak mungkin pria itu menghilang begitu saja, kecuali kalau identitasnya nggak boleh diungkapkan.” Hengky merenung sejenak dan berkata, “Coba cari tahu bagaimana hubungan antara Yanwar Gunawan dengan Sharon selama ini, dan ketika Sharon hamil, apa pria itu pernah bertemu dengannya?”Kalau dugaannya benar, Martin mendekati Winda karena sebuah tujuan. Satu-satunya orang yang memiliki hubungan dengan mereka semua adalah Yanwar Gunawan.Meski tidak pernah ada skandal antara Sharon dan Yanwar, keduanya pernah menjadi teman sekelas, dan keduanya berada di sama-sama Fontana saat itu.“Pak Hengky, apa Bapak mencurigai Yanwar adalah ayah kandung Martin?” Santo merasa itu semua tidak masuk akal. “Nggak mungki
Ethan menurunkan tangannya, menatap Winda, dan berkata dengan tenang, “Martin ada kerjaan di Fontana minggu ini, jadi kami datang ke sini beberapa hari sebelumnya untuk bersiap dan rehearsal.”Winda menatap Ethan, tidak melihat sedikit tanda kebohongan pun di wajah pria itu. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan nada bercanda, “Lalu, kenapa kalian bisa ada di sana selarut ini? Waktu itu dia juga cuma sendirian ....”Mendengar perkataan Winda, Ethan tertegun sesaat dan menyadari bahwa Winda mencurigainya. Bagaimanapun juga, kejadian ini terlalu kebetulan. Saking kebetulannya, jadi agak aneh.Ethan mengarang cerita di pikirannya dan berbicara dengan hati-hati, “Martin pernah tinggal di Fontana untuk waktu yang lama. Dia punya teman yang dia kenal selama bertahun-tahun yang membuka bar di sini. Ketika temannya mendengar bahwa Martin akan datang ke Fontana, temannya mengundangnya ke bar itu, untuk mengadakan konser kecil.”“Kami baru saja keluar dari bar itu dan melewati gang ketika k
“Nggak ada, hanya ngobrol santai saja” jawab Winda dengan santai.Martin menoleh ke arahnya, berpura-pura tidak senang dan kesal. “Kak Winda dan aku saja nggak pernah mengobrol sampai seseru itu ….”Winda awalnya curiga kenapa pria ini tiba-tiba bertanya tentang dirinya dan Ethan. Setelah mendengarnya, kecurigaannya langsung hilang. Namun, dia merasa kata-kata pria ini terlalu … ambigu.Untung saja, lift sudah mencapai lantai B1 saat ini. Winda menghela napas lega dan keluar dari lift terlebih dahulu.Dia tidak menyadari bahwa di belakangnya, Martin melihat ke punggungnya dengan tatapan seperti hewan buas yang melihat mangsanya. Dingin dan sangat agresif.Mereka menunggu di dalam mobil sebentar, dan tak lama kemudian, Ethan datang setelah mengambil obat.Melihat luka di sudut mulut Martin, Ethan menghela napas dengan tak berdaya dan berkata, “Kamu akan mengadakan konser beberapa hari lagi. Kalau fans melihat luka di wajahmu, mereka pasti akan menggosipkannya lagi.Mendengar hal itu, Wi
“Kamu sendiri tahu mereka itu bukan orang-orang kita. Kenapa kamu masih berani menempatkan dirimu dalam bahaya!” Suara Ethan semakin keras dan serius. “Kalau sesuatu terjadi padamu. Bagaimana aku bisa menjelaskannya pada keluargamu!”Martin mendengus dengan sikap meremehkan, “Sampah-sampah ini nggak akan bisa menyakitiku. Lagi pula, kalau aku nggak benar-benar terluka, apa wanita itu akan mempercayaiku?”“Menurutku, dia sudah curiga. Sebelum masalahnya menjadi lebih besar, kamu lebih baik berhenti dan jangan melanjutkannya,” saran Ethan.Martin mengangkat alisnya dan tiba-tiba berkata, “Kak Ethan, kamu sudah berapa lama bekerja denganku?” Ethan terkejut sesaat, lalu menjawab dengan nada sedikit lebih lembut, “Sudah lima atau enam tahun.”“Kalau begitu, kamu seharusnya memahamiku. Kamu tahu bahwa aku nggak akan mungkin menyerah.”Ethan mengerutkan kening dan berkata dengan nada tajam, “Nggak ada gunanya kamu melakukan ini. Ini hanya akan membawa masalah bagimu dan keluargamu kalau Heng
Winda tidak tahu bahwa orang di dalam mobil itu adalah Hengky.Setelah berapa lama kemudian, Winda akhirnya terlelap juga. Tidurnya juga tidak tenang. Dia terus mengalami mimpi buruk.Dia baru terbangun setelah mendengar suara bel pintu, yang tidak tahu sudah berbunyi berapa lama.Ketika dia mendengar bahwa suara itu bukan ilusi, dia segera menyibak selimutnya dan bangkit dari tempat tidur. Dia mengambil jaket dan memakainya, lalu segera turun ke bawah.Ketika dia membuka pintu, seorang pria tampan muncul di hadapannya.Winda tertegun dan berkata, “Kenapa kamu ada di sini?”“Kak Winda, apa kamu nggak menyambutku?” Martin mengerutkan kening dengan ekspresi sedikit sedih.“Mana mungkin ….” Winda memaksakan senyum, membuka pintu dan melangkah ke samping, “Masuklah dan duduk.”Martin seketika tersenyum dan mengikuti Winda masuk ke dalam rumah.Dia mengamati perabotan di ruangan itu dengan rasa ingin tahu. Lalu, dia tiba-tiba melihat poster besar yang dipasang di ruang tamu.Ada seorang wan
Winda tertegun sejenak dan belum mencerna perkataan Martin untuk sesaat.Martin menoleh ke arahnya dan berkata pelan, “Apa aku mengganggu tidurmu?”Winda langsung mengerti dan wajahnya tiba-tiba memerah. Dia mengulurkan tangan untuk menarik mantelnya agar lebih membungkus tubuhnya, lalu berkata dengan ekspresi malu, “Aku akan naik mandi dan berganti pakaian. Kamu duduk dulu saja.”“Oke,” jawab Martin dengan suara pelan.Melihat Winda naik ke atas, senyuman di wajah Martin tiba-tiba berubah menjadi dingin.Dia mengambil kamera seukuran kancing dari sakunya, menoleh dan melihat sekeliling ruangan, lalu menempelkannya dengan kuat ke sebuah pajangan hitam. Kalau tidak diperhatikan dengan cermat, tidak ada yang bisa melihatnya sama sekali.Setelah melakukan itu, Martin mengeluarkan ponselnya, mengambil beberapa foto poster dan ruangan itu, lalu mengirimkannya ke Yanwar.Sepuluh detik kemudian, Yanwar meneleponnya.Martin berjalan ke jendela dan menekan tombol jawab.Begitu panggilan itu te