“Karena Kak Winda berkata seperti itu, Kak Winda harus bertanggung jawab padaku.”Martin mencondongkan tubuh ke Winda dengan bercanda, nada bicaranya agak menggoda, tapi masih tidak keterlaluan, sehingga tidak membuat Winda merasa kesal.Winda merasa sedikit malu. Masa dia digoda oleh pria yang dua tahun lebih muda darinya?Martin bisa membaca pikirannya dan segera berhenti menggoda, “Aku bercanda. Kamu takut?”Winda menghela napas lega, dengan santai menjawab tidak, lalu mengakhiri topik tersebut.Keduanya mengobrol sebentar, lalu Ethan datang dan menjemput Martin.Di pinggiran kota.Sebuah Maybach hitam diparkir di samping hutan. Hengky duduk di dalam mobil sambil menundukkan kepala, mengambil sebatang rokok dari kotak rokoknya, dan menyalakannya.Pada saat ini, sebuah van hitam yang jendelanya super gelap datang dan diparkir di sebelah mobilnya.Hengky menyipitkan matanya dan mengembuskan asap rokok yang dihirupnya.Pintu van itu terbuka, lalu beberapa orang Fontana yang tinggi kelu
Edison mengangguk kuat dan berkata, “Aku akan memberitahumu segala sesuatu yang aku ketahui. Lepaskanlah kami.”Hengky membungkuk dan keluar dari mobil, menghampiri pria itu dan memandangnya dengan tatapan merendahkan, lalu berkata dengan suara dingin, “Kalau begitu, apa kamu tahu mengapa kamu ada di sini?”Melihat ekspresi Hengky yang sedingin es, Edison langsung merinding. Dia tanpa sadar melangkah mundur dan menabrak kaki seseorang, yang menghalangi langkahnya.Nelson mengertakkan gigi dan berteriak kesakitan, “Aku nggak tahu. Kami nggak melakukan apa-apa. Kenapa kamu menangkap kami?” “Nggak tahu?” Hengky menyipitkan matanya, menatap orang itu dengan ekspresi mengerikan.Dia berjalan ke arah Nelson. Seseorang segera menjambak rambut pria itu dan menariknya untuk bangun dari tanah. Hengky menatap wajah pria itu dan mengingat bagaimana pria itu menangkap Winda tadi malam.Mata Hengky sangat dingin. Dia mengangkat rokok yang menyala di tangannya, meniru cara Nelson tadi malam, mengara
Pria itu mengambil tongkat baseball-nya dan mengancam, “Jawab!”Edison mengabaikan rasa sakitnya dan berkata dengan cepat, “Seorang pria dari luar negeri. Dia yang menyuruhku melakukannya!”“Siapa namanya?” tanya Hengky dingin.“Aku nggak tahu ….”Hengky menyipitkan matanya dan memerintahkan dengan dingin, “Kubur dia.”Edison seketika menjadi pucat karena ketakutan. Dua orang segera datang dan menyeretnya pergi.“Semua yang aku katakan itu benar. Aku benar-benar nggak tahu!” Suara Edison bergetar. Dia tidak dapat menyembunyikan rasa takutnya, “Kami belum pernah bertemu dengannya. Kami semua hanya berkomunikasi melalui telepon dengannya. Bayarannya juga diberikan tunai, jadi nggak bisa dilacak sama sekali sumbernya.”Kalau mereka tahu dengan melakukan hal itu, mereka akan bermasalah pria di depan mereka ini, meski ditawarkan bayaran yang berlipat ganda sekalipun, Edison dan yang lainnya tidak akan berani mengambilnya.“Berapa banyak uang yang mereka bayar ke kalian untuk melakukan itu?”
“Bawa mereka kembali ke penjara! Penjarakan seumur hidup!”Ekspresi ketiga orang tersebut menggelap. Lukas melayangkan umpatan marah, “Pembohong! Penipu! Kam-“Mulut Lukas langsung dibekap, dia hanya bisa menatap Hengky dengan melotot sambil menatap mobil itu yang pergi menjauh.Saat tiba pada hari konser. Winda tiba di tempat konser lebih awal. Ethan tengah sibuk berdiskusi dengan Martin. Dia tidak memiliki waktu untuk menjemput Winda dan meminta asistennya yang menjemput perempuan itu.Winda mengikutinya hingga menuju ruang bagian belakang. Martin sudah selesai berdandan dan tengah duduk di sofa untuk istirahat sejenak. Dia bergegas masuk ketika melihat perempuan itu masuk.“Kak Winda sudah datang?”“Semoga lancar,” ujar perempuan itu sambil memberikan bunga.Martin menerima rangkaian bunga tersebut dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu dia menyerahkannya lagi pada asistennya.“Masih ada waktu sebelum konser, duduk dan istirahat sebentar.”Winda melihat staff yang sedari tadi ber
“Nggak perlu, aku pergi sendiri saja.”Tiket yang diberikan oleh Martin merupakan tiket VIP barisan paling depan. Ethan mengantarnya keluar dari ruangan dan buru-buru menutupnya kembali.“Semua sudah beres?”“Sudah, tapi kamu yakin mau melakukan itu?” tanya Ethan.Martin bangkit dari sofa dan merapikan pakaiannya. Dia tersenyum berbahaya dan berkata, “Menurutmu?”“Martin, nggak ada baiknya kalau mengusik Hengky. Kamu nggak mau pikir-pikir lagi?” bujuk Ethan yang masih belum menyerah.“Nggak!” jawab Martin dengan dingin.Kening Ethan berkerut seketika. Martin mendekat dan menepuk bahu lelaki itu sambil berkata, “Kamu hanya perlu bantu aku saja. Lain kali nggak perlu bahas hal yang nggak penting begini lagi.”Kedua telapak tangan Ethan terkepal erat. Setelah itu Martin menarik tangannya dan berkata, “Ayo, sudah waktunya naik panggung.”Martin memang tidak begitu terkenal di Negara Fontana, tetapi tempat duduk penonton di konsernya kali ini terjual penuh! Winda duduk di barisan depan dan
Hengky menutup laptopnya dan dengan suara dingin berkata, “Proyek Pranoto Group dan Yadira Group masih ada berapa banyak lagi? Hentikan semuanya.”“Semuanya?” tanya Santo memastikan lagi. Dia bahkan menginjak rem untuk memastikan bahwa dia tidak salah dengar.Hengky meliriknya dengan sorot tidak senang dan membuat Santo bergegas menginjak gas lagi. Lelaki itu bertanya, “Pak Hengky, proyek kita dengan Yadira Group yang baru ini sedang berlangsung ada dua yang merupakan proyek penting. Dikhawatirkan nanti sulit dijelaskan pada Pak Adi.”“Saya yang akan jelasin ke Kakek. Kamu hanya perlu menjalankannya saja.”Santo mengangguk dan menjawab, “Baik, Pak.”Winda tidak tahu kalau konser malam ini merupakan siaran langsung. Setelah selesai membantu Martin untuk menyelesaikan konsernya, dia bergegas turun dari panggung. Saat konser berakhir dan semua orang sudah bubar, Ethan memberikan pesan pada perempuan itu dan langsung pergi.Winda hanya duduk menunggu hingga hampir semua orang kembali, dia
Setelah menghabiskan minumannya, Martin duduk dan keduanya mulai makan sambil berbincang santai. Hingga pada akhirnya makanan kue dibawa oleh pelayan. Winda mengangkat alisnya ketika di hadapannya terdapat satu ikat bunga mawar putih.“Ini kamu siapkan untuk juniormu juga?”“Nggak, buat kamu, Kak Windaku tersayang,” jawab Martin sambil menarik satu tangkai bunga mawar dan mengulurkannya pada Winda.Ekspresi Winda seketika berubah. Dia meletakkan bunga mawar tersebut dan menatap Martin dengan sorot dingin dan berkata, “Apa maksud, Pak Martin?”“Apakah Bu Winda nggak mengerti? Aku sedang mengejarmu,” jawab Martin dengan jujur.“Jangan bercanda karena nggak lucu, aku juga sudah menikah,” kata Winda dengan suara berat.“Aku tahu,” ujar Martin sambil tersenyum tipis. Dia menunduk dan menghirup mawar yang ada di tangannya. Setelah itu dia mendongak dan menatap Winda, dengan nada tidak peduli Martin berkata,“Lalu kenapa? Aku nggak peduli. Setiap orang ada hak untuk mengejar cintanya. Meski t
“Kalau begitu nggak ada yang perlu dibicarakan lagi,” balas Winda dengan dingin.Dia menatap Martin dengan sorot dingin dan berkata, “Aku sangat berterima kasih kamu pernah membantuku. Oleh karena itu, aku akan melupakan kejadian malam ini dan menganggapnya nggak pernah terjadi. Aku pamit.”Winda berbalik dan pergi dari sana. Ketika tangannya hendak menggapai pintu, sebuah tangan menahan lengannya dan menariknya dengan kuat. Kedua tangan Martin mencengkeram bahu kurus Winda dan mendorongnya ke tembok sambil berkata,“Kenapa? Apa yang baik dari dia?! Kenapa kamu nggak memilihku?!”Kedua mata lelaki itu memerah dan saat ini Martin terlihat seperti sedang kesurupan. Winda terlihat ketakutan dan mengerti kenapa setiap melihat Martin dia akan bersikap waspada. Alasannya karena lelaki itu sangat pintar bersandiwara. Yang selama ini Winda lihat bukan merupakan sosok aslinya.Mengingat dengan kejadian akhir-akhir ini, ditambah dengan raut Martin yang terlihat tidak bersalah membuat Winda menda
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a