“Sebenarnya aku yang membohongimu atau kamu yang membohongi dirimu sendiri?”Martin semakin lama semakin mendekat dan tubuhnya yang tinggi tersebut terlihat sangat mengintimidasi. Winda ketakutan dan mundur hingga punggungnya menyentuh tembok. Martin menunduk dan mendekatkan jaraknya dengan perempuan itu sambil tersenyum dan berkata, “Kak Winda, aku hanya demi kebaikanmu. Aku tahu betapa kejamnya kenyataan, tetapi dibandingkan hidup dalam kebohongan, lebih baik kehilangan semuanya.”Martin berkata sambil mengeluarkan sebuah flashdisk dan berkata, “Aku rasa sepertinya kamu perlu ini.”Saat melihat flashdisk, napas Winda terhenti dan dia tampak berpikir keras. Martin menatap perempuan itu seperti seekor mangsa. Lelaki itu tidak terlihat buru-buru karena dia percaya kalau Winda akan mengambil flashdisk tersebut.Sekitar setengah menit kemudian, Winda mengulurkan tangannya dengan gemetaran dan mengambil flashdisk tersebut dan menggenggamnya dengan erat. Martin tersenyum puas dan mendekatka
Martin tersenyum sinis dan berkata, “Wanitamu? Kalau aku nggak salah ingat, Pak Hengky berencana mau cerai dengan perempuan ini, bukan? Kalau begitu bukannya nggak masalah kalau aku mengejar dia?”Hengky bisa merasakan adanya kejanggalan dalam ucapan lelaki itu dan bertanya, “Kenapa kamu tahu?”Martin tersenyum misterius dan bertanya, “Menurut Pak Hengky bagaimana aku mengetahuinya?”Kening Hengky berkerut karena yang mengetahui masalah ini tidak banyak. Dan semua orang tidak mungkin membocorkannya pada dunia luar, kecuali perempuan itu. Wajahnya menggelap dan dia menatap Martin dengan sorot penuh amarah.“Kamu mendekati dia karena Yanwar, kan?”Martin yang sedang meneguk minumannya terdiam sesaat. Dia meletakkan gelas minumannya dan menatap Hengky lurus-lurus sembari berkata, “Aku nggak ngerti maksud ucapannya Pak Hengky.”“Kamu anak haram dari Yanwar dan Sharon. Kamu mendekati Winda demi membalas dendam pada ayahmu sendiri.” Mata gelap Hengky menatap Martin dengan lekat. Melihat eksp
Kalimat terakhir Martin membuat raut wajah Hengky menggelap. Dengan wajah dingin Santo berkata, “Tolong jaga ucapan Anda, Pak Martin!”Martin melirik Hengky dan mengambil selembar tisu basah untuk membersihkan noda darah di tangannya. Hengky melirik Santo dan lelaki itu bergegas mengeluarkan satu buah sapu tangan bersih dari sakunya dan berkata,“Pak Martin, biar saya bungkus lukanya.”Karena terlalu banyak mengeluarkan darah, wajah lelaki itu tampak sedikit memucat. Dia berpikir sejenak, tetapi pada akhirnya tetap mengulurkan tangan dan berkata, “Maaf merepotkanmu.”Santo berdehem dan langsung membungkus luka di tangan pemuda itu. Dengan cepat darah segar merembes dalam sapu tangan tersebut.“Pak Hengky, kamu orang yang baik juga. Aku sudah mau merebut wanitamu, tapi kamu masih peduli dengan aku. Pantas saja kamu sanggup bertahan dalam pernikahan terpaksa dengan Winda. Bahkan perempuan itu ada hubungan nggak jelas dengan lelaki lain,” ujar Martin sambil mengibaskan tangannya yang terb
Ethan menggigit bibirnya dan mencoba menutupi rasa gusar dan paniknya. Hengky tidak ingin berbasa-basi dengan lelaki itu dan melanjutkan langkahnya.Ethan terdiam sesaat dan memutuskan untuk tidak mengejarnya. Dia melangkah dengan cepat untuk masuk ke dalam restoran. Pemandangan gelas pecah dan juga vas bunga yang hancur terpampang di hadapannya. Matanya menangkap darah segar yang menetes dengan deras.Lelaki itu melangkah mendekati Martin dan mengambil telapak tangan lelaki itu sambil bertanya, “Hengky yang melakukannya?!”“Bukan, tapi aku sendiri yang melukai diriku sendiri,” ujar Martin sambil menarik tangannya.Raut wajah Ethan menggelap dan berkata, “Martin, kamu sedang bermain-main dengan tubuhmu sendiri? Aku harus kasih tahu Bu Sharon.”Lelaki itu mengeluarkan ponselnya, tetapi ditahan oleh Martin sambil berkata, “Kak, seharusnya kamu tahu meski mamaku datang, dia juga nggak akan bisa menghentikan keputusan yang sudah kubuat.”“Kamu sedang cari mati! Kamu nggak pikir kenapa Heng
Mobil itu berhenti cukup lama di sekitar rumah sakit. Di lihat dari waktu, sepertinya kejadiannya setelah kepergian Martin dan Winda dari rumah sakit. Bisa dikatakan, mobil yang dia lihat malam itu adalah mobil milik Hengky. Ketika dia diganggu oleh tiga orang lelaki asing itu, Hengky hanya diam dan menontonnya.Lelaki itu melihatnya diseret pergi dan dilecehkan tanpa berniat membantunya. Sesuatu tengah retak dan hancur berkeping-keping di dalam tubuhnya. Winda meremas baju di bagian dadanya dan mendadak merasa luar biasa sesak.Ketika Hengky menolongnya di Balai Lelang Astro membuat Winda merasa di hati lelaki itu ada dirinya. Namun tiba-tiba Hengky melemparkan sebuah surat perceraian padanya dan pergi begitu saja. Awalnya Winda merasa masih ada harapan dan mengira Hengky tidak percaya dengan ketulusannya.Namun dilihat dari keadaan sekarang, Hengky tidak percaya dengannya dan menganggap dia merepotkan. Winda tersenyum perih sambil duduk di kasur dan terkekeh pelan. Di saat dia memik
Mendengar suara itu membuat Regina menoleh. Matanya melebar dan dengan terkejut berkata, “Kamu Martin?!”Martin tersenyum tipis dan mengangguk. Dia terlihat hangat dan bersahabat, tidak ada kesan berbahaya sama sekali. Melihat senyuman lelaki itu membuat kedua tangan Winda mendadak berubah dingin. Mendadak dia ingin segera berbalik dan kabur dari sana.Regina tidak menyadari keanehan pada diri Winda. Dia berteriak terkejut, “Astaga! Martin sungguhan?! Aku benar-benar menyukai lagumu, boleh kasih aku tanda tanganmu?”“Tentu saja boleh,” jawab Martin dengan lembut.Dia menerima buku yang diserahkan oleh Ethan dan membubuhkan tanda tangan di atasnya. Bahkan dia juga menuliskan “Selamat Menikah” di buku tersebut. Regina tersenyum lebar ketika melihat tulisan itu dan berkata, “Kenapa kamu tahu aku mau menikah?”Martin tidak langsung menjawab, dia hanya menoleh dan melihat mobil yang ada di depan vila. Regina ikut menoleh dan menatap lelaki yang tengah melambaikan tangannya dari dalam mobil.
“Kenapa aku harus percaya denganmu?!” tanya Winda dengan dingin. Tatapannya penuh kecurigaan pada lelaki itu.“Kalau kamu nggak percaya, kamu boleh cari tahu. Kamu akan tahu sendiri siapa yang sebenarnya membohongimu. Aku menyukaimu dan memang mencari kesempatan untuk mendekatimu. Tapi aku nggak akan melakukan hal ini,” ujar Martin dengan sedih.Winda menatapnya tajam dan dingin tanpa berbicara. Martin hanya menghela napas berat sambil berkata, “Hari ini aku datang untuk minta maaf denganmu. Maaf karena kemarin malam aku kehilangan kendali. Nggak apa-apa kalau kamu mau menyalahkan aku atau benci denganku. Aku tetap berharap kamu tahu siapa sosok yang sebenarnya ada di sampingmu, jangan sampai tertipu.”Kalimat tersebut seakan-akan menunjukkan kalau Hengky yang ingin mencelakainya. Winda tertawa sinis dalam hati. Dia menatap Martin dengan dingin dan berkata, “Aku yang akan membuktikan ucapanmu sendiri. Sekarang tolong pergi dari rumahku!”Martin membuka mulutnya seakan ingin mengatakan
Saat ini resepsionis di depanya bersikap sangat curiga pada Winda. Namun karena resepsionis tersebut termasuk orang yang profesional, dia tidak menunjukkannya dengan terang-terangan di wajahnya.Melihat Winda yang enggan untuk pergi membuat resepsionis itu lanjut berkata, “Bagaimana kalau Ibu menghubungi beliau? Kalau beliau setuju, saya akan mengizinkan Ibu masuk.”Kening Winda berkerut dan dengan ragu berkata, “Saya nggak bisa menghubungi teleponnya, kamu boleh bantu aku?”Senyuman di wajah resepsionis tersebut sedikit kaku. Sorot matanya terlihat curiga dan sinis. Dia sudah sering bertemu orang seperti Winda. Mereka akan menggunakan alasan yang sama, padahal pada faktanya tidak ada nomor ponsel lelaki itu. Mereka hanya ingin berjudi dengan nasib apakah bisa bertemu dengan lelaki itu.Winda bisa merasakan arti dari tatapan perempuan itu. Dia mendongak dan resepsionis tersebut bergegas menunduk. Saat Winda tengah berpikir untuk pergi, terdengar suara langkah kaki dari belakangnya.Set