Mendengar suara itu membuat Regina menoleh. Matanya melebar dan dengan terkejut berkata, “Kamu Martin?!”Martin tersenyum tipis dan mengangguk. Dia terlihat hangat dan bersahabat, tidak ada kesan berbahaya sama sekali. Melihat senyuman lelaki itu membuat kedua tangan Winda mendadak berubah dingin. Mendadak dia ingin segera berbalik dan kabur dari sana.Regina tidak menyadari keanehan pada diri Winda. Dia berteriak terkejut, “Astaga! Martin sungguhan?! Aku benar-benar menyukai lagumu, boleh kasih aku tanda tanganmu?”“Tentu saja boleh,” jawab Martin dengan lembut.Dia menerima buku yang diserahkan oleh Ethan dan membubuhkan tanda tangan di atasnya. Bahkan dia juga menuliskan “Selamat Menikah” di buku tersebut. Regina tersenyum lebar ketika melihat tulisan itu dan berkata, “Kenapa kamu tahu aku mau menikah?”Martin tidak langsung menjawab, dia hanya menoleh dan melihat mobil yang ada di depan vila. Regina ikut menoleh dan menatap lelaki yang tengah melambaikan tangannya dari dalam mobil.
“Kenapa aku harus percaya denganmu?!” tanya Winda dengan dingin. Tatapannya penuh kecurigaan pada lelaki itu.“Kalau kamu nggak percaya, kamu boleh cari tahu. Kamu akan tahu sendiri siapa yang sebenarnya membohongimu. Aku menyukaimu dan memang mencari kesempatan untuk mendekatimu. Tapi aku nggak akan melakukan hal ini,” ujar Martin dengan sedih.Winda menatapnya tajam dan dingin tanpa berbicara. Martin hanya menghela napas berat sambil berkata, “Hari ini aku datang untuk minta maaf denganmu. Maaf karena kemarin malam aku kehilangan kendali. Nggak apa-apa kalau kamu mau menyalahkan aku atau benci denganku. Aku tetap berharap kamu tahu siapa sosok yang sebenarnya ada di sampingmu, jangan sampai tertipu.”Kalimat tersebut seakan-akan menunjukkan kalau Hengky yang ingin mencelakainya. Winda tertawa sinis dalam hati. Dia menatap Martin dengan dingin dan berkata, “Aku yang akan membuktikan ucapanmu sendiri. Sekarang tolong pergi dari rumahku!”Martin membuka mulutnya seakan ingin mengatakan
Saat ini resepsionis di depanya bersikap sangat curiga pada Winda. Namun karena resepsionis tersebut termasuk orang yang profesional, dia tidak menunjukkannya dengan terang-terangan di wajahnya.Melihat Winda yang enggan untuk pergi membuat resepsionis itu lanjut berkata, “Bagaimana kalau Ibu menghubungi beliau? Kalau beliau setuju, saya akan mengizinkan Ibu masuk.”Kening Winda berkerut dan dengan ragu berkata, “Saya nggak bisa menghubungi teleponnya, kamu boleh bantu aku?”Senyuman di wajah resepsionis tersebut sedikit kaku. Sorot matanya terlihat curiga dan sinis. Dia sudah sering bertemu orang seperti Winda. Mereka akan menggunakan alasan yang sama, padahal pada faktanya tidak ada nomor ponsel lelaki itu. Mereka hanya ingin berjudi dengan nasib apakah bisa bertemu dengan lelaki itu.Winda bisa merasakan arti dari tatapan perempuan itu. Dia mendongak dan resepsionis tersebut bergegas menunduk. Saat Winda tengah berpikir untuk pergi, terdengar suara langkah kaki dari belakangnya.Set
“Pa, aku ingin bertemu dengan Hengky, Papa boleh bantu aku?”Melihat kondisi Winda membuat Anton merasa bersalah pada perempuan itu.“Hengky ada di Hillman Hotel, President Suite 101.”Mata Winda berbinar dan berkata, “Terima kasih banyak, Pa.” Setelah itu dia bergegas berbalik pergi. Namun Anton memanggil dan menghentikannya, “Karena sudah datang, kita makan siang bersama dulu baru pergi. Beberapa hari ini Hengky sibuk urusan kantor dan kemungkinan siang hari nggak ada di hotel. Kamu nanti saja baru ke sana, nanti Papa akan minta resepsionis kasih kartu akses ke kamu.”Winda terdiam dan mengerti dengan maksud mertuanya itu.“Baik, aku ikut Papa saja.”Setelah menemani Anton makan siang, perempuan itu ikut kembali ke kantor. Kantor cabang Pranoto Group di Fontana sudah berdiri selama 20 tahun lebih. Dulu Anton yang membangunnya dari nol. Winda pernah datang ke sini saat kecil dulu bersama ibunya. Setelah dewasa, untuk pertama kalinya dia menginjak tempat ini dan ternyata sudah ada bany
“Siapa-“ Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Hengky terdiam melihat sosok perempuan di hadapannya ini. Kehadiran Winda membuat semua raut menyeramkan milik Hengky sirna.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Hengky. Dia melihat rambut perempuan itu yang masih sedikit basah dan sedang mengenakan kemejanya yang kebesaran di tubuh Winda. Kemeja tersebut hanya mampu menutupi sebatas paha dengan bagian tengah yang sedikit terbuka.Jakun lelaki itu bergerak dan matanya menggelap. Hengky mencoba membuang pandangannya dan mengendalikan keinginan hatinya. Namun dia menyadari bahwa keinginan tersebut semakin menyerangnya dengan kuat.Leher jenjang perempuan itu dan juga kulitnya yang putih serta semua tubuh milik Winda terlihat sangat menggoda. Hengky menggigit bibir bawahnya dan melepaskan Winda sambil berkata dengan nada dingin,“Siapa yang biarkan kamu naik tanpa seizinku? Sekarang keluar dari kamar ini.”Sorot mata Winda berubah redup. Hatinya terasa perih ketika melihat ekspresi dingin lelaki
“Kamu mau alasan apa?” Hengky menatapnya dengan tajam. Dia mengangkat dagu Winda dan berkata dengan nada dingin, “Memangnya kamu nggak mengerti kenapa aku mau cerai? Apakah kamu pernah memikirkan kejadian hari ini sewaktu kamu bertemu dengan lelaki lain dan mengkhianati aku?”“Aku nggak ada mengkhianatimu!” tepis Winda dengan cepat.Detik itu juga dia mengerti apa rasanya semua ucapan kita tidak dipercaya. Dia tidak mengerti kenapa Hengky mengucapkan kalimat seperti itu. Jelas-jelas dia tidak melakukan apa pun, kenapa dia mendapat cap atas tindakan yang seperti itu?Hengky terkekeh sinis dan bertanya, “Kamu pikir aku percaya?”Sikap lelaki itu membuat seluruh emosi Winda yang sedari tadi dia tahan akhirnya meledak secara bersamaan. Winda menatap Hengky dengan kecewa dan dengan dingin terkekeh sinis sambil bertanya, “Kamu nggak percaya karena kamu nggak pernah percaya denganku. Karena di matamu, apa pun yang aku lakukan selalu salah dan ada sesuatu di baliknya,”“Kamu menganggap aku sud
“Hengky, sulitkan kamu mengakui kalau kamu mencintaiku dan di hatimu ada aku?”Pertanyaan beruntun perempuan itu membuat perasaan Hengky bergejolak. Dia mencoba menghindari tatapan perempuan itu dan tidak berani membalas tatapan Winda.“Ok, kamu boleh nggak jawab pertanyaan itu semua. Kalau begitu kamu kasih tahu kenapa dulu kamu setuju untuk menikahiku?”Winda sangat mengerti sifatnya Hengky. Dia tidak akan mengalah demi keinginan atau permintaan orang lain untuk menikah dengan orang yang tidak dia cintai. Dulu dia tidak peduli dengan alasan lelaki itu, tetapi sekarang dia ingin sekali mengetahuinya. Dia ingin mencari bukti bahwa Hengky mencintainya dari sana.Perempuan itu ingin menenangkan dirinya sendiri dan membuktikan bahwa semua ucapan Martin memang salah. Meski malam itu Hengky tidak menolongnya, lelaki itu pasti ada alasannya sendiri. Tidak seperti apa yang dikatakan oleh Martin.Mata Hengky berbinar dan tetap mengatakan kalimat yang menyakitkan, “Kamu pikir kenapa? Aku suka s
Dari awal hingga akhir, emosi dan perasaannya sudah dikendalikan oleh Winda. Hengky sendiri yang tidak mau mengakuinya. Winda mengusap air mata di wajahnya dan berkata, “Maaf mengganggu.”Setelah itu dia melangkah dengan cepat untuk pergi dari tempat itu. Pikiran Hengky masih belum sempat mencerna apa yang terjadi, tubuhnya sudah melakukan respons terlebih dahulu. Sebelum perempuan itu keluar dari pintu kamar, Hengky sudah mengejarnya dan menahan lengan Winda.Dia memberontak dan menangis sambil berkata, “Hengky, lepaskan aku!”Hati Hengky bergetar ketika melihat air mata di pipi Winda. Cengkeraman tangannya menjadi semakin erat. Hati Winda yang sudah hancur berantakan membuatnya tidak bisa berpikir jernih lagi. perempuan itu sibuk memberontak dan mendorong Hengky agar bisa segera kabur dan pergi dari sana.Kancing di bagian dada perempuan itu terlepas karena Winda yang terlalu keras memberontak. Akan tetapi perempuan itu tidak menyadarinya karena rasa sakit serta kekecewaan di hatinya
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a