Saat ini resepsionis di depanya bersikap sangat curiga pada Winda. Namun karena resepsionis tersebut termasuk orang yang profesional, dia tidak menunjukkannya dengan terang-terangan di wajahnya.Melihat Winda yang enggan untuk pergi membuat resepsionis itu lanjut berkata, “Bagaimana kalau Ibu menghubungi beliau? Kalau beliau setuju, saya akan mengizinkan Ibu masuk.”Kening Winda berkerut dan dengan ragu berkata, “Saya nggak bisa menghubungi teleponnya, kamu boleh bantu aku?”Senyuman di wajah resepsionis tersebut sedikit kaku. Sorot matanya terlihat curiga dan sinis. Dia sudah sering bertemu orang seperti Winda. Mereka akan menggunakan alasan yang sama, padahal pada faktanya tidak ada nomor ponsel lelaki itu. Mereka hanya ingin berjudi dengan nasib apakah bisa bertemu dengan lelaki itu.Winda bisa merasakan arti dari tatapan perempuan itu. Dia mendongak dan resepsionis tersebut bergegas menunduk. Saat Winda tengah berpikir untuk pergi, terdengar suara langkah kaki dari belakangnya.Set
“Pa, aku ingin bertemu dengan Hengky, Papa boleh bantu aku?”Melihat kondisi Winda membuat Anton merasa bersalah pada perempuan itu.“Hengky ada di Hillman Hotel, President Suite 101.”Mata Winda berbinar dan berkata, “Terima kasih banyak, Pa.” Setelah itu dia bergegas berbalik pergi. Namun Anton memanggil dan menghentikannya, “Karena sudah datang, kita makan siang bersama dulu baru pergi. Beberapa hari ini Hengky sibuk urusan kantor dan kemungkinan siang hari nggak ada di hotel. Kamu nanti saja baru ke sana, nanti Papa akan minta resepsionis kasih kartu akses ke kamu.”Winda terdiam dan mengerti dengan maksud mertuanya itu.“Baik, aku ikut Papa saja.”Setelah menemani Anton makan siang, perempuan itu ikut kembali ke kantor. Kantor cabang Pranoto Group di Fontana sudah berdiri selama 20 tahun lebih. Dulu Anton yang membangunnya dari nol. Winda pernah datang ke sini saat kecil dulu bersama ibunya. Setelah dewasa, untuk pertama kalinya dia menginjak tempat ini dan ternyata sudah ada bany
“Siapa-“ Sebelum dia menyelesaikan kalimatnya, Hengky terdiam melihat sosok perempuan di hadapannya ini. Kehadiran Winda membuat semua raut menyeramkan milik Hengky sirna.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Hengky. Dia melihat rambut perempuan itu yang masih sedikit basah dan sedang mengenakan kemejanya yang kebesaran di tubuh Winda. Kemeja tersebut hanya mampu menutupi sebatas paha dengan bagian tengah yang sedikit terbuka.Jakun lelaki itu bergerak dan matanya menggelap. Hengky mencoba membuang pandangannya dan mengendalikan keinginan hatinya. Namun dia menyadari bahwa keinginan tersebut semakin menyerangnya dengan kuat.Leher jenjang perempuan itu dan juga kulitnya yang putih serta semua tubuh milik Winda terlihat sangat menggoda. Hengky menggigit bibir bawahnya dan melepaskan Winda sambil berkata dengan nada dingin,“Siapa yang biarkan kamu naik tanpa seizinku? Sekarang keluar dari kamar ini.”Sorot mata Winda berubah redup. Hatinya terasa perih ketika melihat ekspresi dingin lelaki
“Kamu mau alasan apa?” Hengky menatapnya dengan tajam. Dia mengangkat dagu Winda dan berkata dengan nada dingin, “Memangnya kamu nggak mengerti kenapa aku mau cerai? Apakah kamu pernah memikirkan kejadian hari ini sewaktu kamu bertemu dengan lelaki lain dan mengkhianati aku?”“Aku nggak ada mengkhianatimu!” tepis Winda dengan cepat.Detik itu juga dia mengerti apa rasanya semua ucapan kita tidak dipercaya. Dia tidak mengerti kenapa Hengky mengucapkan kalimat seperti itu. Jelas-jelas dia tidak melakukan apa pun, kenapa dia mendapat cap atas tindakan yang seperti itu?Hengky terkekeh sinis dan bertanya, “Kamu pikir aku percaya?”Sikap lelaki itu membuat seluruh emosi Winda yang sedari tadi dia tahan akhirnya meledak secara bersamaan. Winda menatap Hengky dengan kecewa dan dengan dingin terkekeh sinis sambil bertanya, “Kamu nggak percaya karena kamu nggak pernah percaya denganku. Karena di matamu, apa pun yang aku lakukan selalu salah dan ada sesuatu di baliknya,”“Kamu menganggap aku sud
“Hengky, sulitkan kamu mengakui kalau kamu mencintaiku dan di hatimu ada aku?”Pertanyaan beruntun perempuan itu membuat perasaan Hengky bergejolak. Dia mencoba menghindari tatapan perempuan itu dan tidak berani membalas tatapan Winda.“Ok, kamu boleh nggak jawab pertanyaan itu semua. Kalau begitu kamu kasih tahu kenapa dulu kamu setuju untuk menikahiku?”Winda sangat mengerti sifatnya Hengky. Dia tidak akan mengalah demi keinginan atau permintaan orang lain untuk menikah dengan orang yang tidak dia cintai. Dulu dia tidak peduli dengan alasan lelaki itu, tetapi sekarang dia ingin sekali mengetahuinya. Dia ingin mencari bukti bahwa Hengky mencintainya dari sana.Perempuan itu ingin menenangkan dirinya sendiri dan membuktikan bahwa semua ucapan Martin memang salah. Meski malam itu Hengky tidak menolongnya, lelaki itu pasti ada alasannya sendiri. Tidak seperti apa yang dikatakan oleh Martin.Mata Hengky berbinar dan tetap mengatakan kalimat yang menyakitkan, “Kamu pikir kenapa? Aku suka s
Dari awal hingga akhir, emosi dan perasaannya sudah dikendalikan oleh Winda. Hengky sendiri yang tidak mau mengakuinya. Winda mengusap air mata di wajahnya dan berkata, “Maaf mengganggu.”Setelah itu dia melangkah dengan cepat untuk pergi dari tempat itu. Pikiran Hengky masih belum sempat mencerna apa yang terjadi, tubuhnya sudah melakukan respons terlebih dahulu. Sebelum perempuan itu keluar dari pintu kamar, Hengky sudah mengejarnya dan menahan lengan Winda.Dia memberontak dan menangis sambil berkata, “Hengky, lepaskan aku!”Hati Hengky bergetar ketika melihat air mata di pipi Winda. Cengkeraman tangannya menjadi semakin erat. Hati Winda yang sudah hancur berantakan membuatnya tidak bisa berpikir jernih lagi. perempuan itu sibuk memberontak dan mendorong Hengky agar bisa segera kabur dan pergi dari sana.Kancing di bagian dada perempuan itu terlepas karena Winda yang terlalu keras memberontak. Akan tetapi perempuan itu tidak menyadarinya karena rasa sakit serta kekecewaan di hatinya
Kalimat tersebut berhasil memancing emosi Hengky. Dia mencengkeram dagu Winda dan berkata, “Bukannya ini yang kamu mau dengan mengenakan bajuku dan tidur di kasurku? Sekarang kenapa berpura-pura sandiwara?!”Air mata Winda mengalir lagi dari sudut matanya karena lukanya seperti ditaburi dengan garam karena kalimat tersebut. Dia menatap Hengky dengan sorot kecewa sambil berkata, “Sekarang aku nggak mau lagi! Kamu nggak berhak menyentuhku!”“Aku suamimu, kalau aku nggak berhak, memangnya siapa yang berhak?!” balas Hengky dengan wajah menggelap. Dia menatap perempuan itu dengan sorot emosi sambil bertanya, “Jefri atau Martin? Kamu begitu kekurangan lelaki?!”Kalimat itu tepat mengenai ulu hati Winda. Melihat lelaki itu tidak percaya padanya membuat Winda semakin kecewa. Dia menatap lelaki itu dengan emosi sambil berkata, “Bukannya kamu nggak percaya denganku dan mau cerai? Apa hubungannya denganmu kalau aku ada apa-apa dengan lelaki lain? Sekarang lepaskan aku! Aku nggak akan mencarimu la
Semua emosi dan perasaannya yang terpendam selama ini akhirnya meledak semua. Dia tidak bisa menahan semua kesedihan di hatinya. Winda ingin mencari pelampiasan karena jika tidak, dia jamin pasti akan gila.Hengky menunduk sehingga ekspresinya tidak terbaca. Lelaki itu bungkam dan tidak bersuara hingga membuat keadaan kamar menjadi sunyi dan mencekam. Winda bangkit dari kasur sambil menutupi tubuhnya dengan kemeja. Setelah itu dia mengambil bajunya sendiri dan keluar dari kamar.Pintu kamar tertutup dan Hengky mengangkat kepalanya secara perlahan. Matanya yang gelap tampak sulit ditebak. Lelaki itu mengambil kotak rokok dan mengeluarkan satu batang dari dalam kotak. Setelah itu dia menghidupkan rokoknya sambil berjalan keluar kamar.Winda sudah pergi dari sana dan hanya tersisa kemeja robek yang dibuang oleh perempuan itu di sofa. Hengky memejamkan kedua matanya dengan raut lelah yang terukir di wajahnya. Mendadak terdengar suara gemuruh dari arah luar dan diikuti hujan yang turun cuku