Kalimat tersebut berhasil memancing emosi Hengky. Dia mencengkeram dagu Winda dan berkata, “Bukannya ini yang kamu mau dengan mengenakan bajuku dan tidur di kasurku? Sekarang kenapa berpura-pura sandiwara?!”Air mata Winda mengalir lagi dari sudut matanya karena lukanya seperti ditaburi dengan garam karena kalimat tersebut. Dia menatap Hengky dengan sorot kecewa sambil berkata, “Sekarang aku nggak mau lagi! Kamu nggak berhak menyentuhku!”“Aku suamimu, kalau aku nggak berhak, memangnya siapa yang berhak?!” balas Hengky dengan wajah menggelap. Dia menatap perempuan itu dengan sorot emosi sambil bertanya, “Jefri atau Martin? Kamu begitu kekurangan lelaki?!”Kalimat itu tepat mengenai ulu hati Winda. Melihat lelaki itu tidak percaya padanya membuat Winda semakin kecewa. Dia menatap lelaki itu dengan emosi sambil berkata, “Bukannya kamu nggak percaya denganku dan mau cerai? Apa hubungannya denganmu kalau aku ada apa-apa dengan lelaki lain? Sekarang lepaskan aku! Aku nggak akan mencarimu la
Semua emosi dan perasaannya yang terpendam selama ini akhirnya meledak semua. Dia tidak bisa menahan semua kesedihan di hatinya. Winda ingin mencari pelampiasan karena jika tidak, dia jamin pasti akan gila.Hengky menunduk sehingga ekspresinya tidak terbaca. Lelaki itu bungkam dan tidak bersuara hingga membuat keadaan kamar menjadi sunyi dan mencekam. Winda bangkit dari kasur sambil menutupi tubuhnya dengan kemeja. Setelah itu dia mengambil bajunya sendiri dan keluar dari kamar.Pintu kamar tertutup dan Hengky mengangkat kepalanya secara perlahan. Matanya yang gelap tampak sulit ditebak. Lelaki itu mengambil kotak rokok dan mengeluarkan satu batang dari dalam kotak. Setelah itu dia menghidupkan rokoknya sambil berjalan keluar kamar.Winda sudah pergi dari sana dan hanya tersisa kemeja robek yang dibuang oleh perempuan itu di sofa. Hengky memejamkan kedua matanya dengan raut lelah yang terukir di wajahnya. Mendadak terdengar suara gemuruh dari arah luar dan diikuti hujan yang turun cuku
Ekspresi Hengky sedikit berubah dan keningnya berkerut dalam. Winda menatapnya dalam sambil tersenyum dingin dan berkata, “Malam itu kamu melihatku, tetapi kamu memilih untuk menontonku saja. Kamu melihat ketiga lelaki itu melecehkan aku dan mempermalukanku. Bukannya waktu itu kamu melakukannya dengan sangat baik?”Winda mendekat dengan air mata dan juga air hujan yang sudah bercampur jadi satu di wajahnya sambil berkata, “Kalau begitu, kenapa sekarang kamu mengejarku? Untuk menertawakanku?”Hengky hanya bungkam tak bersuara ketika dihadapkan pada pertanyaan perempuan itu. Dia menangkap tangan Winda dan berkata, “Kita bicarakan di dalam mobil saja.”Hujan turun dengan sangat deras dan semua mobil tampak melaju cepat. Jika mereka terus bertarik-tarikan di tepi jalan, maka akan sangat berbahaya.“Aku nggak mau naik mobilmu. Aku bisa jalan sendiri,” kata Winda sambil menarik tangannya. Namun karena terlalu kuat, perempuan itu kehilangan keseimbangan dan terjatuh ke arah jalan raya.Di wak
Winda tidak tega melihat keadaan Hengky yang basah kuyup. Dia khawatir lelaki itu akan demam. Ditambah Winda sudah menenangkan dirinya selama di mobil dan emosinya sudah stabil. Dalam hatinya mulai menyesal dengan sikapnya tadi.Melihat Hengky yang berdiri diam membuat Winda berkata, “Kalau kamu nggak mau masuk, aku sudah mau tutup pintunya.”Hengky bergegas menahan pintu tersebut dan masuk ke rumah. Di dalam sana sudah banyak yang berubah dengan yang terakhir dia lihat. Matanya menangkap sebuah poster besar yang membuat wajahnya menggelap seketika.“Apa yang sedang kamu lihat?” tanya perempuan itu.Hengky bergegas menyembunyikan emosi di kedua bola matanya dan berkata, “Nggak ada.”Winda menoleh dan melihat ke arah yang ditatap oleh Hengky tadi. Di sana hanya ada poster ibunya tanpa ada hal apa pun yang spesial. Dia memutuskan untuk tidak banyak berpikir dan berkata,“Ikut aku naik. Mandi dan ganti baju dulu,” ujarnya pada Hengky.Lelaki itu membalas tatapannya dengan pandangan yang s
“Terlambat!” ujar Hengky.Winda menahan pintu ketika dia ditarik masuk ke kamar mandi sambil berkata, “Siapa yang mau mandi denganmu?!”Senyuman Hengky terbit dan dia berbalik untuk langsung menggendong tubuh Winda.“Hengky, aku nggak mau mandi denganmu. Lepaskan aku!”Hengky menulikan telinganya dan langsung memasukkan tubuh Winda ke dalam bathtub. Lelaki itu mengangkat dagunya tinggi-tinggi sambil menatap Winda dan berkata, “Kamu yang lepas baju sendiri atau mau aku bantu?”Melihat wajah lelaki itu yang serius membuat Winda berpikir bahwa Hengky serius dengan ucapannya. Dia bergegas berdiri dari bathtub dan berkata, “Aku sendiri saja, kamu keluar!”Akan tetapi Hengky tidak bergerak sama sekali. Akhirnya Winda hanya bisa dengan pasrah bangkit berdiri dan berjalan ke belakang lelaki itu untuk membuka pakaiannya. Gerakan perempuan itu membuat Hengky menahan senyumannya. Dia menunduk dan membuka air hangat untuk memenuhi bathtub.Ketika Winda menoleh, dia melihat air sudah memenuhi selur
Hengky tidak menjawab dan melangkah ke hadapan Winda. Dia memberikan gelas yang berisi air di tangannya sambil berkata, “Minum obatnya.”Winda bisa menghirup aroma obat yang sangat kuat. Dia ingin menolak tetapi matanya bertemu dengan mata Hengky. Perempuan itu menelan air liurnya dengan susah payah dan menerima obat dari lelaki itu.“Kamu-“Saat Winda hendak berbicara, Hengky mengambil gelas dari tangan Winda dan berkata, “Tidurlah.”Setelah itu Hengky bergegas untuk pergi dari sana. Menatap punggung lelaki itu yang menjauh membuat Winda teringat dengan cuaca di luar sana. Ketika dia hendak menahan lelaki itu, benaknya berputar kejadian malam ini di hotel. Semua rasa sedihnya menghilangkan niat perempuan itu untuk menahan Hengky.Karena pengaruh obat, akhirnya Winda jatuh tertidur hingga pagi menjelang. Ketika dia baru terbangun, tidak lama kemudian terdengar suara bel berbunyi. Winda mengganti pakaiannya dan turun untuk membuka pintu. Dia menemukan sosok Santo berdiri di sana.Winda
“Sungguh? Baguslah! Terima kasih sekali!” ujar Moka sambil menatap Winda penuh rasa terima kasih.Winda terkekeh dan berkata, “Nggak apa-apa, aku hanya kebetulan membantu saja. Sekarang aku bilang ke mereka untuk siap-siap.”“Tunggu! Bu Winda, aku setuju mengenai cincin yang ingin kamu buat,” ujar Moka memanggilnya.Perempuan itu menatap Moka dengan terkejut dan berkata, “Aku membantumu bukan demi ini. Regina juga temanku, sudah seharusnya aku membantu dia. Nggak perlu karena in-“Moka mengibas tangannya memotong ucapan Winda dan berkata sambil terkekeh, “Kamu salah paham dengan maksudku. Aku setuju bukan karena ini, karena waktu itu aku mendengar ceritamu dengan Pak Hengky. Aku tersentuh dan kagum dengan keberanianmu mengejar cintamu. Karena itu aku setuju membuatkan cincin untukmu.”Awalnya dia ingin memberi tahu Winda setelah acara pernikahan ini selesai. Namun melihat bantuan dari perempuan itu di pernikahan putrinya membuat dia merasa tidak enak.“Terima kasih karena kamu sudah me
“Pak Hengky? Apakah aku salah bicara sesuatu?” tanya Moka sambil mengerutkan keningnya.“Nggak,” jawab Hengky dengan dingin.Di waktu yang sama, penanggung jawab acara datang mencari Moka. Setelah dia berpamitan, Hengky duduk di bangku tamu. Acara pernikahan berlangsung dengan lancar dan setelah semua prosesi selesai, para tamu diminta ke ballroom untuk makan.Setelah Winda menyapa Moka, dia beranjak menuju kamar mandi. Saat dia melewati belokan, sebuah tangan menarik lengannya dengan kuat dan masuk ke dalam kamar. Pintu kamar di tutup dan tubuh Winda ditahan di balik tembok. Perempuan itu terlonjak kaget dan baru saja hendak berteriak, tetapi sebuah telapak besar membekap mulutnya.“Jangan teriak!” ujar lelaki itu dengan berbisik.Saat lelaki itu mendekat, Winda dapat menghirup aroma familiar. Dia memberontak dan mendongak menatap lelaki itu. Dari balik cahaya yang menembus masuk ke kamar, dia bisa melihat wajah lelaki secara samar-samar. Hengky menjauhkan telapak tangannya ketika mel