Hengky tidak menjawab dan melangkah ke hadapan Winda. Dia memberikan gelas yang berisi air di tangannya sambil berkata, “Minum obatnya.”Winda bisa menghirup aroma obat yang sangat kuat. Dia ingin menolak tetapi matanya bertemu dengan mata Hengky. Perempuan itu menelan air liurnya dengan susah payah dan menerima obat dari lelaki itu.“Kamu-“Saat Winda hendak berbicara, Hengky mengambil gelas dari tangan Winda dan berkata, “Tidurlah.”Setelah itu Hengky bergegas untuk pergi dari sana. Menatap punggung lelaki itu yang menjauh membuat Winda teringat dengan cuaca di luar sana. Ketika dia hendak menahan lelaki itu, benaknya berputar kejadian malam ini di hotel. Semua rasa sedihnya menghilangkan niat perempuan itu untuk menahan Hengky.Karena pengaruh obat, akhirnya Winda jatuh tertidur hingga pagi menjelang. Ketika dia baru terbangun, tidak lama kemudian terdengar suara bel berbunyi. Winda mengganti pakaiannya dan turun untuk membuka pintu. Dia menemukan sosok Santo berdiri di sana.Winda
“Sungguh? Baguslah! Terima kasih sekali!” ujar Moka sambil menatap Winda penuh rasa terima kasih.Winda terkekeh dan berkata, “Nggak apa-apa, aku hanya kebetulan membantu saja. Sekarang aku bilang ke mereka untuk siap-siap.”“Tunggu! Bu Winda, aku setuju mengenai cincin yang ingin kamu buat,” ujar Moka memanggilnya.Perempuan itu menatap Moka dengan terkejut dan berkata, “Aku membantumu bukan demi ini. Regina juga temanku, sudah seharusnya aku membantu dia. Nggak perlu karena in-“Moka mengibas tangannya memotong ucapan Winda dan berkata sambil terkekeh, “Kamu salah paham dengan maksudku. Aku setuju bukan karena ini, karena waktu itu aku mendengar ceritamu dengan Pak Hengky. Aku tersentuh dan kagum dengan keberanianmu mengejar cintamu. Karena itu aku setuju membuatkan cincin untukmu.”Awalnya dia ingin memberi tahu Winda setelah acara pernikahan ini selesai. Namun melihat bantuan dari perempuan itu di pernikahan putrinya membuat dia merasa tidak enak.“Terima kasih karena kamu sudah me
“Pak Hengky? Apakah aku salah bicara sesuatu?” tanya Moka sambil mengerutkan keningnya.“Nggak,” jawab Hengky dengan dingin.Di waktu yang sama, penanggung jawab acara datang mencari Moka. Setelah dia berpamitan, Hengky duduk di bangku tamu. Acara pernikahan berlangsung dengan lancar dan setelah semua prosesi selesai, para tamu diminta ke ballroom untuk makan.Setelah Winda menyapa Moka, dia beranjak menuju kamar mandi. Saat dia melewati belokan, sebuah tangan menarik lengannya dengan kuat dan masuk ke dalam kamar. Pintu kamar di tutup dan tubuh Winda ditahan di balik tembok. Perempuan itu terlonjak kaget dan baru saja hendak berteriak, tetapi sebuah telapak besar membekap mulutnya.“Jangan teriak!” ujar lelaki itu dengan berbisik.Saat lelaki itu mendekat, Winda dapat menghirup aroma familiar. Dia memberontak dan mendongak menatap lelaki itu. Dari balik cahaya yang menembus masuk ke kamar, dia bisa melihat wajah lelaki secara samar-samar. Hengky menjauhkan telapak tangannya ketika mel
Winda menatap Hengky dengan sorot tidak percaya dan merasa lelaki itu sangat aneh. Bahkan Winda tidak tahu apa kesalahannya, tetapi kenapa Hengky bersikap seperti itu padanya?Perasaan yang tadi baru sedikit tenang kembali jatuh ke dasar jurang.Dia membuang wajah untuk menjauhkan tangan Hengky. Dengan suara yang terdengar sedih dia berkata, “Karena kamu bilang aku membohongimu, kasih tahu aku apa yang sudah aku bohongi?”Hengky mengerutkan keningnya ketika melihat ekspresi perempuan itu yang membuatnya gusar.Melihat lelaki itu tidak berbicara, Winda terkekeh dan berkata, “Meski aku nggak tahu apa alasan kamu curiga padaku, aku kasih tahu kalau apa yang aku katakan padamu adalah jujur dan tulus. Aku nggak membohongimu dan nggak bersikap baik padamu untuk lelaki lain. Aku tahu kamu nggak percaya, nggak apa-apa ….”Dia menarik napas dalam-dalam dan menyunggingkan seulas senyum pahit sambil berkata lagi, “Aku sudah terbiasa. Aku pamit dulu.”Dia mendorong Hengky dan menahan perih hatinya
Moka juga terkejut melihat keberadaan Hengky di sana dan berkata, “Ternyata ada Pak Hengky juga?”Dia melirik Winda dan tersenyum penuh arti sambil berkata, “Apakah aku mengganggu kalian?”“Nggak,” jawab Winda dengan salah tingkah. Ketika dia hendak menjelaskan, Hengky sudah pergi dari sana. Perempuan itu menatap punggung Hengky yang menjauh sambil menimbang apakah dia harus mengejarnya atau tidak.Melihat ekspresi Winda membuat Moka menyadari sesuatu dan bertanya dengan hati-hati, “Bu Winda, apakah terjadi sesuatu di antara kamu dan Pak Hengky?”Tentu saja Winda tidak boleh sembarangan membicarakan hal ini. Dia memaksakan seulas senyum sambil menggelengkan kepalanya. Melihat Winda yang enggan bercerita membuat Moka juga tidak banyak bertanya. Lelaki itu mencoba mengalihkan topik,“Sebelum acara aku sempat berbincang dengan Pak Hengky. Aku bilang sama dia kedatangan kamu ke Fontana adalah demi dia. Tapi tiba-tiba ekspresinya menjadi keruh. Sepertinya di antara kalian ada salah paham?”
Hengky tidak langsung menjawab melainkan melihat perempuan di sisinya. Winda pikir diamnya lelaki itu berarti Hengky tidak ingin mengakui bahwa dirinya adalah istri Hengky. Sebersit perasaan sedih melintas di benaknya.Ketika Winda hendak bersuara, terdengar suara lelaki itu yang berkata, “Iya, kami sudah menikah.”Winda tercenung dan menatap ke arah Hengky. Lelaki itu menyadari tatapan Winda dan dia menoleh ke arah perempuan itu sambil berkata dengan nada penuh arti,“Sebenarnya takdir kami juga karena kamu dan Sir Lancaster.”Paola terlihat tidak terkejut karena kemungkinan dia sudah mengetahuinya dari awal. Sedangkan Winda terlihat terkejut. Dia menatap Hengky dengan beberapa bayangan yang menghampiri benaknya. Sebersit bayangan sebuah ingatan menghampiri pikirannya.Dia teringat ketika dirinya menghadiri pernikahan Paola dan dia mengatakan bahwa dirinya ingin menikah dengan Hengky setelah acara tersebut selesai. Kemudian keluarga mereka berdua menetapkan pernikahan tersebut. Ternya
Melihat putranya berusaha membela dirinya, Hati Sharon seketika terasa hangat. Takut Martin akan kembali mengucapkan hal-hal yang membuat hati ayahnya tersinggung, perempuan itu buru-buru menyelak, “Martin, kenapa kamu berbicara seperti itu dengan kakekmu sendiri? Cepat minta maaf sama kakek.”Martin terlihat tidak senang, tapi tetap menuruti perintah ibunya. Namun belum sempat dirinya bersuara, suara kakek Yadira sudah terlebih dahulu keluar, “Nggak perlu minta maaf! Cukup pulang ke negera kita dan nggak lagi menimbulkan masalah untuk keluarga Yadira ini, aku pasti akan sangat sangat berterima kasih!”“Pa, minum dulu, biar Papa tenang sedikit,” ucap Sharon berusaha sedikit menenangkan ayahnya. “Aku juga belum jelas dengan kejadiannya, aku tanyakan dulu yah ke Martin, baru ….”“Memangnya apalagi yang bisa terjadi?” ucap kakek Yadira dengan nada tinggi menyela Sharon. “Anak yang nggak bisa diatur seperti dia, dari kecil hanya bisa membuat masalah saja! Sekarang dia malah menyinggung kel
Meskipun Winda dan Hengky mengadakan pernikahan mereka secara diam-diam, mereka tetap mengundang para petinggi-petinggi terhormat di kota Jenela.Keluarga Yadira sendiri, walaupun belum berada satu level dengan keluarga Pranoto, latar belakang mereka juga tidak sembarangan, sehingga secara otomatis masuk ke dalam daftar tamu undangan.Oleh sebab itu, kakek Yadira yang sudah mengetahui pernihakan antara keluarga Atmaja dan keluarga Pranoto ini, langsung marah besar ketika mengetahui tindakan bodoh cucunya sendiri.“Ha, mengaku salah?” Martin langsung mendengus dengan dingin, “Bilang saja dia takut aku menyinggung Pranoto Group. Kakek tua itu benar-benar menyelesaikan urusan dengan melihat muka orang lain.”Mendengar Martin mengatakan hal seperti itu tentang kakeknya, kening Ethan langsung sedikit bertaut ke tengah, “Aku mendapat kabar, kontrak dengan Pranoto Group yang sedang dipegang oleh Ibu Sharon beberapa proyek diantaranya sedang dihentikan. Kalau kamu terus melanjutkan, bisa jadi
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a