Melihat anting-anting itu semakin dekat dengannya, Winda jadi semakin takut. Tepat ketika ujung anting yang tajam hendak menembus kulitnya, seseorang mengulurkan tangan dan mencengkerem erat tangan Nelson.Tulang pergelangan tangan Nelson terasa sangat sakit. Ekspresinya tiba-tiba berubah, tangannya kehilangan tenaga dan anting itu terlepas dari tangannya serta jatuh ke tanah.“Sialan .... Lepaskan aku ....” Wajah Nelson memerah. Dia mencoba menarik tangannya kembali, tapi sekeras apa pun dia berusaha, dia tetap tidak bisa menggerakkannya. Ketika dia hendak memaki, terdengar suara dingin seorang pria, “Biarkan dia pergi.”Mendengar suara itu, Winda menoleh dan menoleh ke belakang. Wajah pria itu familier.Winda terkejut dan ekspresinya tidak percaya. Dia tidak pernah menyangka akan bertemu Martin di luar negeri, dan dalam keadaan seperti ini.Melihat Martin datang sendirian, Winda berkata dengan panik, “Martin, kamu jangan pedulikan aku dulu. Lapor polisi dulu.”Martin seolah tidak men
Martin menghirup napas dengan kesakitan. Dia baru saja dipukul beberapa kali, dan sekarang bernapas pun bahkan terasa sakit. Dia tidak perlu melepas pakaiannya untuk melihat, pasti ada memar besar di perutnya.Winda melihat darah di sudut mulut Martin dan menggelengkan kepalanya dengan serius. “Aku nggak bisa membuatmu terseret dalam hal ini. Kamu pergi dulu saja.”Meskipun orang-orang ini terlihat kejam, mereka mungkin tidak akan melakukan apa pun padanya di pinggir jalan, setidaknya untuk saat ini. Namun, jika Martin terus bersikeras untuk membawanya pergi, maka tak satu pun dari mereka bisa pergi. Selain itu, preman-preman ini akan lebih keras dan kasar terhadap pria.“Pergi?” Nelson mencibir, menatap mereka dengan kejam. “Nggak ada dari kalian yang bisa pergi. Aku akan memberi pelajaran pada kalian, supaya kalian tahu peraturan di sini!“Kalau begitu, nggak ada yang perlu didikusikan lagi.”Setelah itu, Winda dan Martin secara bersamaan menyerang terlebih dahulu. Mereka menyerang p
Melihat Winda berhasil lolos dari bahaya, Hengky menyipitkan matanya dan memerintahkan dengan suara berat, “Jalan.”Santo menoleh ke arah Hengky dengan heran dan berkata, “Pak Hengky, Bu Win ....”Hengky menatap Santo dengan dingin, sehingga Santo langsung terdiam, dan akhirnya menjawab dengan suara berat, “Baik.”Dia pun menyalakan mobil dan mulai menjalankannya.Santo memandang Hengky yang ekspresinya datar melalui kaca spion, masih bingung. Jelas-jelas ketika melihat istrinya dalam bahaya, Pak Hengky langsung ingin segera keluar dari mobil untuk menolongnya. Namun, kenapa tidak jadi keluar begitu dia melihat Martin?Saking bingungnya dia, dia sampai melamun dan hampir menerobos lampu merah di perempatan. Untungnya, dia sadar tepat waktu dan menginjak rem, sehingga mobil berhenti tepat waktu.“Santo, kamu melamun,” ujar Hengky dengan serius. “Apa yang kamu pikirkan?”Santo memandang bosnya itu dengan ragu-ragu, bingung apakah dia harus mengatakannya.“Katakan!” perintah Hengky dingin
“Nggak ada.” Santo menjawab dengan jujur, “Sharon nggak pernah membicarakan hal ini kepada siapa pun selama bertahun-tahun, bahkan dengan ibu kandungnya sendiri pun nggak. Media ingin mencari tahu tetapi nggak dapat menemukan informasi apa pun. Seolah pria itu sudah menghilang dari bumi.”“Nggak mungkin pria itu menghilang begitu saja, kecuali kalau identitasnya nggak boleh diungkapkan.” Hengky merenung sejenak dan berkata, “Coba cari tahu bagaimana hubungan antara Yanwar Gunawan dengan Sharon selama ini, dan ketika Sharon hamil, apa pria itu pernah bertemu dengannya?”Kalau dugaannya benar, Martin mendekati Winda karena sebuah tujuan. Satu-satunya orang yang memiliki hubungan dengan mereka semua adalah Yanwar Gunawan.Meski tidak pernah ada skandal antara Sharon dan Yanwar, keduanya pernah menjadi teman sekelas, dan keduanya berada di sama-sama Fontana saat itu.“Pak Hengky, apa Bapak mencurigai Yanwar adalah ayah kandung Martin?” Santo merasa itu semua tidak masuk akal. “Nggak mungki
Ethan menurunkan tangannya, menatap Winda, dan berkata dengan tenang, “Martin ada kerjaan di Fontana minggu ini, jadi kami datang ke sini beberapa hari sebelumnya untuk bersiap dan rehearsal.”Winda menatap Ethan, tidak melihat sedikit tanda kebohongan pun di wajah pria itu. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan nada bercanda, “Lalu, kenapa kalian bisa ada di sana selarut ini? Waktu itu dia juga cuma sendirian ....”Mendengar perkataan Winda, Ethan tertegun sesaat dan menyadari bahwa Winda mencurigainya. Bagaimanapun juga, kejadian ini terlalu kebetulan. Saking kebetulannya, jadi agak aneh.Ethan mengarang cerita di pikirannya dan berbicara dengan hati-hati, “Martin pernah tinggal di Fontana untuk waktu yang lama. Dia punya teman yang dia kenal selama bertahun-tahun yang membuka bar di sini. Ketika temannya mendengar bahwa Martin akan datang ke Fontana, temannya mengundangnya ke bar itu, untuk mengadakan konser kecil.”“Kami baru saja keluar dari bar itu dan melewati gang ketika k
“Nggak ada, hanya ngobrol santai saja” jawab Winda dengan santai.Martin menoleh ke arahnya, berpura-pura tidak senang dan kesal. “Kak Winda dan aku saja nggak pernah mengobrol sampai seseru itu ….”Winda awalnya curiga kenapa pria ini tiba-tiba bertanya tentang dirinya dan Ethan. Setelah mendengarnya, kecurigaannya langsung hilang. Namun, dia merasa kata-kata pria ini terlalu … ambigu.Untung saja, lift sudah mencapai lantai B1 saat ini. Winda menghela napas lega dan keluar dari lift terlebih dahulu.Dia tidak menyadari bahwa di belakangnya, Martin melihat ke punggungnya dengan tatapan seperti hewan buas yang melihat mangsanya. Dingin dan sangat agresif.Mereka menunggu di dalam mobil sebentar, dan tak lama kemudian, Ethan datang setelah mengambil obat.Melihat luka di sudut mulut Martin, Ethan menghela napas dengan tak berdaya dan berkata, “Kamu akan mengadakan konser beberapa hari lagi. Kalau fans melihat luka di wajahmu, mereka pasti akan menggosipkannya lagi.Mendengar hal itu, Wi
“Kamu sendiri tahu mereka itu bukan orang-orang kita. Kenapa kamu masih berani menempatkan dirimu dalam bahaya!” Suara Ethan semakin keras dan serius. “Kalau sesuatu terjadi padamu. Bagaimana aku bisa menjelaskannya pada keluargamu!”Martin mendengus dengan sikap meremehkan, “Sampah-sampah ini nggak akan bisa menyakitiku. Lagi pula, kalau aku nggak benar-benar terluka, apa wanita itu akan mempercayaiku?”“Menurutku, dia sudah curiga. Sebelum masalahnya menjadi lebih besar, kamu lebih baik berhenti dan jangan melanjutkannya,” saran Ethan.Martin mengangkat alisnya dan tiba-tiba berkata, “Kak Ethan, kamu sudah berapa lama bekerja denganku?” Ethan terkejut sesaat, lalu menjawab dengan nada sedikit lebih lembut, “Sudah lima atau enam tahun.”“Kalau begitu, kamu seharusnya memahamiku. Kamu tahu bahwa aku nggak akan mungkin menyerah.”Ethan mengerutkan kening dan berkata dengan nada tajam, “Nggak ada gunanya kamu melakukan ini. Ini hanya akan membawa masalah bagimu dan keluargamu kalau Heng
Winda tidak tahu bahwa orang di dalam mobil itu adalah Hengky.Setelah berapa lama kemudian, Winda akhirnya terlelap juga. Tidurnya juga tidak tenang. Dia terus mengalami mimpi buruk.Dia baru terbangun setelah mendengar suara bel pintu, yang tidak tahu sudah berbunyi berapa lama.Ketika dia mendengar bahwa suara itu bukan ilusi, dia segera menyibak selimutnya dan bangkit dari tempat tidur. Dia mengambil jaket dan memakainya, lalu segera turun ke bawah.Ketika dia membuka pintu, seorang pria tampan muncul di hadapannya.Winda tertegun dan berkata, “Kenapa kamu ada di sini?”“Kak Winda, apa kamu nggak menyambutku?” Martin mengerutkan kening dengan ekspresi sedikit sedih.“Mana mungkin ….” Winda memaksakan senyum, membuka pintu dan melangkah ke samping, “Masuklah dan duduk.”Martin seketika tersenyum dan mengikuti Winda masuk ke dalam rumah.Dia mengamati perabotan di ruangan itu dengan rasa ingin tahu. Lalu, dia tiba-tiba melihat poster besar yang dipasang di ruang tamu.Ada seorang wan
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a