“Kamu adalah penerus keluarga Pranoto. Semua keputusan yang kamu ambil akan berkaitan dengan masa depan keluarga Pranoto ke depannya. Jadi, kamu harus lebih berhati-hati dalam bertindak. Kamu boleh punya perasaan, tapi jangan sampai terbawa perasaanmu sendiri,” jelas Kakek berusaha mengingatkan cucunya. Hengky hanya mengangguk seraya berkata, “Baik, Kek! Aku pulang dulu kalau sudah nggak ada lagi yang mau dibicarakan.”“Menginap di sini saja malam ini,” ujar Adi. “Nggak perlu,” jawab Hengky ketus. “Baiklah, kalau begitu,” ujar Adi tanpa berusaha memaksa Hengky karena dia tahu bagaimana temperamen cucunya itu.Kemudian Hengky mengangguk lalu berbalik dan pergi menuju pintu ruang kerja. “Hengky,” panggil Adi tiba-tiba.Hengky langsung menghentikan langkahnya. Kemudian Adi menghampiri Hengky dan menepuk pundaknya seraya berkata, “Kamu adalah penerusku yang paling berharga dan menjanjikan. Kakek tahu kalau kamu jauh lebih baik dari ayahmu. Kakek harap kamu nggak akan terjerat dengan s
Sekar akhirnya mengembangkan senyuman di wajahnya setelah mendengar perkataan Hengky. “Ini baru cucuku yang baik,” ujar Sekar sambil tersenyum puas. Hengky mengerutkan bibirnya sampai tidak terlihat dan tidak membalas perkataan Sekar. Senyuman Sekar perlahan menghilang setelah melihat ekspresi kecewa di wajah Hengky lalu berkata dengan nada hangat, “Nenek lega setelah mendengar perkataanmu. Sekarang kamu naik saja dan istirahat di atas. Malam sudah larut, jadi besok saja kamu pulangnya.”“Nggak usah, Nek. Aku mau pulang saja. Nenek istirahat, ya,” pungkas Hengky lalu berbalik dan pergi keluar dari ruang keluarga tanpa menunggu Sekar membalas perkataannya. Hengky melihat sosok Winda sedang berdiri di pinggir kolam ikan yang ada di taman setelah Hengky keluar dari ruang keluarga. Entah apa yang sedang dilihatnya, yang jelas pikirannya entah melayang ke mana. Bahkan Winda sampai tidak menyadari kehadiran Hengky ketika Henky berdiri di belakangnya. “Kamu lagi mikirin apa?” tanya Hengk
Winda benar-benar tidak tahu mengapa Hengky bersikap seperti ini padanya.“Aku nggak pernah berpikir untuk bercerai sama kamu. Aku benar-benar nggak mau bercerai. Kenapa kamu nggak nanya sama aku secara langsung tentang semua kecurigaanmu itu?” ujar Winda dengan tatapan penuh rasa sakit. Hengky langsung mencibir seraya berkata, “Hati kecilmu pasti tahu apa yang sudah kamu lakukan. Winda, kamu jangan terus buat aku marah kayak gini. Kamu nggak mau ....”Hengky tiba-tiba mengertakkan gigi dan mengurungkan niatnya untuk melanjutkan kata-katanya. Dia lebih memilih untuk mendorong pintu dan masuk ke dalam kamar begitu saja. Winda buru-buru mengulurkan tangannya untuk menahan pintu agar tidak tertutup. Hengky tidak menyadari kalau Winda sudah mengulurkan tangannya sampai akhirnya dia mendengar suara Winda yang meringis kesakitan. Hengky akhirnya menyadari kalau tangan Winda terjepit pintu karenanya. Hengky tercengang ketika melihat tangan Winda terjepit. Kemudian dia buru-buru membuka pin
Winda tertegun ketika mendengar perkataan Hengky. Namun, Hengky buru-buru meraih tangannya sebelum Winda sempat untuk bereaksi.Kemudian Hengky mencium bibir Winda dengan sangat kuat dengan ekspresi datar setelah melihat tatapan panik dan tidak berdaya dari mata Winda. Hati Winda terasa sangat sakit ketika melihat mata Hengky yang gelap dan dingin ketika menciumnya. Winda bergegas mengulurkan tangannya dan berusaha mendorong Hengky agar menjauh darinya. Namun, Hengky justru mengangkat tangan Winda dan menahannya di atas kasur untuk menghentikan perlawanan Winda. Winda menggelengkan kepalanya berusaha untuk menghindari ciuman Hengky yang penuh gairah. Sampai akhirnya mereka berdua merasakan aroma darah dari bibir Hengky. Tatapan mata Hengky tampak semakin gelap. Kemudian dia melepaskan ciumannya dari bibir Winda dan menatap Winda dengan penuh amarah. Winda mengambil kesempatan ini untuk mengatur napasnya dan berusaha melepaskan genggaman Hengky dari tangannya. Namun, Hengky justru me
Winda bersedia untuk berhubungan suami istri dengan Hengky kalau memang alasannya adalah karena Hengky menyukainya. Namun, saat ini Hengky benar-benar terlihat hanya ingin mempermalukannya saja. Bukan hal ini yang Winda inginkan. Walaupun Winda sangat mencintai laki-laki ini, dirinya tidak akan bersedia kehilangan harga dirinya. “Winda, aku sudah kasih kamu kesempatan, tapi kamu sendiri yang milih untuk tetap di sini. Jadi, sekarang kamu nggak punya kesempatan lagi untuk lepas dariku,” ujar Hengky sambil mencibir. Kemudian Hengky membalik tubuh Winda dan membuka resleting pakaiannya lalu melepasnya begitu saja. Punggung putih dan mulus Winda terlihat dengan sangat jelas di hadapan Hengky saat ini. Winda tiba-tiba merasa kedinginan, tapi Hengky tetap tidak menghentikan gerakan agresifnya. Winda terus menggigit bibirnya dengan keras sampai darah mengalir keluar.Winda bisa merasakan pergerakan Hengky di atas tubuhnya. Dia berusaha sekuat tenaga agar bisa lepas dari Hengky. “Hengky, a
Hati Winda terasa sangat sakit. Dia berusaha menutupi tubuhnya dengan pakaian lalu berbalik dan pergi meninggalkan kamar Hengky dengan raut wajah yang dipenuhi dengan rasa malu. Kemudian dia masuk ke dalam kamarnya dengan membanting pintu. Dia duduk di atas lantai sambil memeluk lututnya erat-erat dalam gelap. Winda memang sengaja tidak menyalakan lampu di kamarnya. Semua yang terjadi di kamar Hengky terus berulang di benaknya dan mencabik hatinya sedikit demi sedikit. Hengky tidak menyukainya sama sekali. Laki-laki itu hanya ingin mempermalukan Winda agar Winda setuju untuk menceraikannya. Winda tahu semua itu, makanya dia merasa sangat sedih. Ternyata mereka berdua tidak memiliki perasaan yang sama. Winda terus berusaha untuk mempertahankan hubungan mereka, sedangkan Hengky justru terus memaksanya untuk menyerah. Hal ini terasa lebih menyakitkan dan sulit diterima daripada tidak dicintai oleh Hengky. Entah berapa lama Winda terduduk di dalam kegelapan kamar sampai akhirnya ada se
Namun, tanpa sadar Winda menjulurkan tangannya keluar dari selimut dan menarik ujung pakaian Hengky. Hengky tidak menyangka Winda akan melakukan hal seperti ini dalam keadaan tidak sadar. Dia mengira kalau Winda pasti salah menganggapnya sebagai Jefri karena demam tinggi yang sedang Winda derita. Hengky buru-buru mengembalikan tangan Winda ke dalam selimut dengan tatapannya yang berubah gelap. Kemudian dia bangkit dan mencari kompres instan untuk menurunkan panas di tubuh Winda lalu menempelkannya ke dahi Winda. Mata Hengky memancarkan kekesalan yang tidak terlukiskan ketika melihat perilaku Winda yang sangat ceroboh. Dia tidak menyangka perempuan kecil seperti Winda akan melakukan hal bodoh yang bisa menyakiti dirinya sendiri hanya karena masalah seperti itu. Bahkan laki-laki dewasa saja tidak akan sanggup menahan dingin ketika duduk di atas lantai hanya dengan mengenakan pakaian setipis itu berjam-jam, sekalipun suhu malam ini masih belum terlalu dingin. Mata Hengky dipenuhi denga
Bi Citra mengangguk seraya berkata, “Baik, Pak Hengky.”Kemudian Hengky berbalik dan hendak pergi setelah mendengar jawaban Bi Citra. Namun, dia menghentikan langkahnya seakan teringat akan sesuatu.Dia pun berbalik lalu berkata kepada Bi Citra, “Jangan lupa telepon aku juga kalau dia sudah bangun.”Bi Citra sempat tertegun setelah melihat Hengky yang hendak pergi keluar. “Pak Hengky, Bapak belum tidur sepanjang malam. Kenapa Bapak tidak kembali ke kamar dan beristirahat dulu saja sebelum pergi?” tanya Bi Citra cemas. “Nggak perlu, Bi,” jawab Hengky tenang. Kemudian dia kembali berbalik lalu naik ke lantai atas untuk mandi dan berganti pakaian. Dia sempat masuk ke dalam kamar Winda untuk melihat keadaan istrinya sebelum dia pergi menuju kantor. Bi Citra sempat memeriksa keadaan Winda beberapa kali. Winda memang belum bangun, tapi untung saja demamnya sudah hilang. Bi Citra merasa sedikit khawatir ketika Winda belum juga bangun sampai tengah hari. Akhirnya dia memutuskan untuk turun