Winda benar-benar terkejut dengan video yang dilihatnya di dalam laptop. Kejadian ini sudah berlalu sehari yang lalu. Selain itu, informasi tentang kejadian ini juga berhasil diredam oleh pihak penyelenggara, jadi Winda benar-benar tidak menyangka kalau keluarga Pranoto bisa menerima dan menyaksikan video ini. Winda tidak berani mengangkat kepalanya untuk menatap Sekar. Winda memilih untuk berbalik guna meminta bantuan Hengky. Namun, apa yang didapatkannya justru tatapan dingin yang membekukan dari mata Hengky.Winda terkejut ketika melihat tatapan penuh rasa curiga dari mata Hengky. Akhirnya Winda berniat untuk membuka mulutnya sambil mengerutkan kening tanpa sadar. Namun, Hengky tiba-tiba mengalihkan pandangannya dari Winda.“Itu cuma kecelakaan saja. Bukan masalah besar,” ujar Hengky tenang sebelum Winda sempat membuka mulutnya. Winda terlihat bingung sambil menatap ke arah Hengky yang masih memasang wajah dingin. Dia tidak mengeti apa maksud dari tatapan dingin suaminya. Apa mung
Sekar menunjukkan raut wajah kesal lalu berkata, “Hengky, kamu ini benar-benar ceroboh. Gimana Nenek bisa hidup kalau sampai terjadi hal buruk sama kamu?”“Apa perempuan ini jauh lebih penting daripada dirimu sendiri? Berani sekali kamu mempertaruhkan nyawamu demi dia?” lanjut Nenek sambil menunjuk Winda. Sekar masih terus mengingat bagaimana takutnya dia ketika Hengky kecelakaan saat itu. Jadi, bagaimana mungkin Sekar bisa menerima masalah ini dengan tenang?Adi Pranoto yang sejak tadi duduk terdiam di atas sofa tiba-tiba bangkit dan berkata, “Hengky, ikut Kakek.”Hengky langsung melirik ke arah Winda sebelum dia pergi. Winda mengira kalau Hengky khawatir dengan keadaannya, jadi dia tersenyum dan berkata, “Aku baik-baik saja.”Kemudian Hengky mengalihkan tatapan dinginnya dan pergi ke lantai atas begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Winda. Nenek tetap menatap Winda dengan tatapan kesal dan jijik setelah kedua laki-laki itu pergi ke lantai atas. “Jangan kamu pikir
“Tinggalkan Hengky sekarang kalau kamu masih punya hati nurani,” ujar Nenek penuh tekad. “Nenek, aku nggak akan bercerai dari Hengky,” balas Winda tegas. “Keputusan bukan ada di tanganmu lagi,” ujar Nenek dengan raut wajah penuh amarah. Winda langsung tersenyum lalu berkata, “Masalah ini adalah masalah di antara aku dan Hengky. Jadi, kami berdua yang akan memutuskannya.”Nenek tidak mau kalah, jadi dia pun berkata dengan nada dingin, “Tapi Hengky adalah cucu Nenek. Jadi, dia harus dengar perkataan Nenek!”“Nenek nggak bisa lagi seenaknya mengambil keputusan sendiri. Aku ngerti kok kalau Nenek marah dan mau menghukumku karena aku tahu semua ini memang salahku. Tapi aku nggak akan setuju untuk bercerai apa pun yang terjadi,” ujar Winda.“Aku bersedia bercerai dengannya kalau Hengky bilang sendiri dia nggak bisa mencintaiku seumur hidupnya dan ingin mengakhiri hubungan kami. Jika tidak, kita nggak perlu lagi membahas masalah ini,” lanjut Winda setelah sempat terdiam selama beberapa saa
“Kamu adalah penerus keluarga Pranoto. Semua keputusan yang kamu ambil akan berkaitan dengan masa depan keluarga Pranoto ke depannya. Jadi, kamu harus lebih berhati-hati dalam bertindak. Kamu boleh punya perasaan, tapi jangan sampai terbawa perasaanmu sendiri,” jelas Kakek berusaha mengingatkan cucunya. Hengky hanya mengangguk seraya berkata, “Baik, Kek! Aku pulang dulu kalau sudah nggak ada lagi yang mau dibicarakan.”“Menginap di sini saja malam ini,” ujar Adi. “Nggak perlu,” jawab Hengky ketus. “Baiklah, kalau begitu,” ujar Adi tanpa berusaha memaksa Hengky karena dia tahu bagaimana temperamen cucunya itu.Kemudian Hengky mengangguk lalu berbalik dan pergi menuju pintu ruang kerja. “Hengky,” panggil Adi tiba-tiba.Hengky langsung menghentikan langkahnya. Kemudian Adi menghampiri Hengky dan menepuk pundaknya seraya berkata, “Kamu adalah penerusku yang paling berharga dan menjanjikan. Kakek tahu kalau kamu jauh lebih baik dari ayahmu. Kakek harap kamu nggak akan terjerat dengan s
Sekar akhirnya mengembangkan senyuman di wajahnya setelah mendengar perkataan Hengky. “Ini baru cucuku yang baik,” ujar Sekar sambil tersenyum puas. Hengky mengerutkan bibirnya sampai tidak terlihat dan tidak membalas perkataan Sekar. Senyuman Sekar perlahan menghilang setelah melihat ekspresi kecewa di wajah Hengky lalu berkata dengan nada hangat, “Nenek lega setelah mendengar perkataanmu. Sekarang kamu naik saja dan istirahat di atas. Malam sudah larut, jadi besok saja kamu pulangnya.”“Nggak usah, Nek. Aku mau pulang saja. Nenek istirahat, ya,” pungkas Hengky lalu berbalik dan pergi keluar dari ruang keluarga tanpa menunggu Sekar membalas perkataannya. Hengky melihat sosok Winda sedang berdiri di pinggir kolam ikan yang ada di taman setelah Hengky keluar dari ruang keluarga. Entah apa yang sedang dilihatnya, yang jelas pikirannya entah melayang ke mana. Bahkan Winda sampai tidak menyadari kehadiran Hengky ketika Henky berdiri di belakangnya. “Kamu lagi mikirin apa?” tanya Hengk
Winda benar-benar tidak tahu mengapa Hengky bersikap seperti ini padanya.“Aku nggak pernah berpikir untuk bercerai sama kamu. Aku benar-benar nggak mau bercerai. Kenapa kamu nggak nanya sama aku secara langsung tentang semua kecurigaanmu itu?” ujar Winda dengan tatapan penuh rasa sakit. Hengky langsung mencibir seraya berkata, “Hati kecilmu pasti tahu apa yang sudah kamu lakukan. Winda, kamu jangan terus buat aku marah kayak gini. Kamu nggak mau ....”Hengky tiba-tiba mengertakkan gigi dan mengurungkan niatnya untuk melanjutkan kata-katanya. Dia lebih memilih untuk mendorong pintu dan masuk ke dalam kamar begitu saja. Winda buru-buru mengulurkan tangannya untuk menahan pintu agar tidak tertutup. Hengky tidak menyadari kalau Winda sudah mengulurkan tangannya sampai akhirnya dia mendengar suara Winda yang meringis kesakitan. Hengky akhirnya menyadari kalau tangan Winda terjepit pintu karenanya. Hengky tercengang ketika melihat tangan Winda terjepit. Kemudian dia buru-buru membuka pin
Winda tertegun ketika mendengar perkataan Hengky. Namun, Hengky buru-buru meraih tangannya sebelum Winda sempat untuk bereaksi.Kemudian Hengky mencium bibir Winda dengan sangat kuat dengan ekspresi datar setelah melihat tatapan panik dan tidak berdaya dari mata Winda. Hati Winda terasa sangat sakit ketika melihat mata Hengky yang gelap dan dingin ketika menciumnya. Winda bergegas mengulurkan tangannya dan berusaha mendorong Hengky agar menjauh darinya. Namun, Hengky justru mengangkat tangan Winda dan menahannya di atas kasur untuk menghentikan perlawanan Winda. Winda menggelengkan kepalanya berusaha untuk menghindari ciuman Hengky yang penuh gairah. Sampai akhirnya mereka berdua merasakan aroma darah dari bibir Hengky. Tatapan mata Hengky tampak semakin gelap. Kemudian dia melepaskan ciumannya dari bibir Winda dan menatap Winda dengan penuh amarah. Winda mengambil kesempatan ini untuk mengatur napasnya dan berusaha melepaskan genggaman Hengky dari tangannya. Namun, Hengky justru me
Winda bersedia untuk berhubungan suami istri dengan Hengky kalau memang alasannya adalah karena Hengky menyukainya. Namun, saat ini Hengky benar-benar terlihat hanya ingin mempermalukannya saja. Bukan hal ini yang Winda inginkan. Walaupun Winda sangat mencintai laki-laki ini, dirinya tidak akan bersedia kehilangan harga dirinya. “Winda, aku sudah kasih kamu kesempatan, tapi kamu sendiri yang milih untuk tetap di sini. Jadi, sekarang kamu nggak punya kesempatan lagi untuk lepas dariku,” ujar Hengky sambil mencibir. Kemudian Hengky membalik tubuh Winda dan membuka resleting pakaiannya lalu melepasnya begitu saja. Punggung putih dan mulus Winda terlihat dengan sangat jelas di hadapan Hengky saat ini. Winda tiba-tiba merasa kedinginan, tapi Hengky tetap tidak menghentikan gerakan agresifnya. Winda terus menggigit bibirnya dengan keras sampai darah mengalir keluar.Winda bisa merasakan pergerakan Hengky di atas tubuhnya. Dia berusaha sekuat tenaga agar bisa lepas dari Hengky. “Hengky, a
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a