“Aku istrimu, orang yang aku cintai adalah kamu. Sebenarnya kamu mengerti, nggak? Kamu ngomong seperti itu nggak hanya permalukan aku, tapi juga dirimu sendiri!”Rasa sakit hati terpancar di mata Winda. Dia menutup matanya sambil tersenyum getir. Jelas-jelas dia tahu kalau Hengky tidak bermaksud mengucapkan kata-kata itu. Tetap saja, kata-kata itu menusuk hatinya seperti duri yang tajam.Jika Yanwar tidak membantu Winda mengklarifikasi, mungkin Winda masih mengerti ketika Hengky mengucapkan kata-kata seperti itu. Sekarang di seluruh dunia maya tahu kalau dia dan Martin pergi menemui Yanwar demi urusan pekerjaan. Akan tetapi, sampai di mulut suaminya, hal ini menjadi begitu kotor dan memalukan.Winda tidak paham, sama sekali tidak bisa mengerti. Dia hanya merasa sedih dan kecewa. Dia menyeka air matanya, lalu menundukkan kepalanya dan hendak pergi untuk menenangkan diri.Baru berjalan selangkah, Hengky meraih pergelangan tangan Winda, lalu menarik Winda ke dalam pelukannya. Sebelum Wind
“Karena kamu sudah memilih untuk berbohong padaku, sebaiknya kamu berbohong padaku seumur hidupmu!”Usai berkata, Hengky melepaskan pinggang Winda, lalu meraih pergelangan tangan perempuan itu. Kemudian, dia berkata, “Sudah waktunya pulang ke rumah Kakek.”Winda awalnya masih mencerna perkataan Hengky barusan. Namun, begitu dia mendengar Hengky berkata akan kembali ke rumah sang kakek, wajahnya tiba-tiba memucat.Setelah susah payah, akhirnya Winda bisa mengubah pandangan sang nenek terhadapnya. Keesokan harinya, dia sudah masuk ke pencarian terpopuler dengan pria lain.Hengky tertawa sinis ketika melihat keraguan dan kekhawatiran Winda. Dia pun menyindir, “Kamu masih punya waktu dua jam. Pikirkan baik-baik bagaimana menjelaskannya, Bu Winda.”Winda menggigit bibirnya. Dia bahkan tidak sempat mengatakan kalau dia tidak ingin kembali ke rumah itu. Namun, Hengky sudah menariknya ke bawah dan membawanya masuk ke dalam mobil.Begitu masuk ke dalam mobil, Hengky sedang membungkuk untuk memb
Winda mengerutkan kening, lalu mengirim pesan ke Samuel untuk menanyakan situasinya. Samuel membalasnya dengan cepat, hanya dengan satu kata, “Segera.”Winda melihat pesan itu sebentar. Tepat ketika hendak membalas, dia melihat Hengky sedang memperhatikannya. Setelah berpikir sejenak, dia tidak jadi membalas pesan Samuel. Dia langsung mematikan ponselnya dan melemparkannya ke dalam tas.Hengky mengemudikan mobil dengan sangat cepat. Mereka tiba di rumah keluarga Atmaja dalam waktu kurang dari setengah jam.Begitu Winda masuk ke rumah, sebuah gelas dilempar ke arahnya. Hengky yang berada di belakangnya segera mengulurkan tangan untuk menarik Winda dan memeluknya, sehingga gelas itu tidak mengenai kepala Winda. Gelas itu melewati bahu Hengky, lalu jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping.James meletakkan tangan kiri di pinggang, lalu mengarahkan jari telunjuk tangan kanannya ke arah Winda dan hendak mulai memarahi Winda. Namun, begitu melihat kedua mata Hengky yang dingin, suaranya t
Winda menundukkan kepala dan tertawa sinis. Bagaimana mungkin ayahnya mencintai ibunya? Kalau ayahnya benar-benar mencintai ibunya, bagaimana mungkin ayahnya berselingkuh dengan perempuan lain ketika ibunya sedang hamil, bahkan sampai punya anak haram, siapa lagi kalau bukan Luna.Belum lama ibunya meninggal, ayahnya sudah tidak sabar untuk menjemput selingkuhan dan anak haramnya kembali ke rumah. Bagaimana Winda bisa menanyakan pertanyaan konyol seperti itu?Winda menarik napas dalam-dalam dan menenangkan diri. Kemudian, dia menatap James dan berkata dengan sinis, “Mamaku sudah meninggal bertahun-tahun. Sekarang kamu juga nggak perlu pura-pura peduli padanya. Orang yang nggak tahu akan mengira kamu sangat sayang pada mendiang istrimu. Nggak perlu buat aku jijik ....”Plak!Tamparan keras mendarat di wajah Winda. Tangan James gemetaran, amarah bergejolak di dalam matanya, “A-apa yang kamu katakan ....”Winda mengangkat tangan untuk menyeka darah dari sudut mulutnya. Dia menatap James d
“Kamu ingin goda suamiku?”Luna tidak menjawab.“Kamu pantas?”“Aku ....”Luna baru mengucapkan satu kata, Winda pun mengangkat tangannya tanpa ragu-ragu dan menampar Luna dengan keras.“Kamu pantas dapatkan tamparan ini!” Winda berkata dengan dingin, “Selama masih ada aku, kamu dan mamamu jangan harap bisa menginjakkan kaki di rumah ini lagi.”Wajah Luna yang putih membengkak dengan cepat. Tangan yang tergantung di kedua sisi tubuhnya perlahan mengepal. Bahkan kukunya sampai menancap di telapak tangannya. Dia seolah-olah tidak merasakan sakit, hanya bisa merasakan kebencian yang terus meluap di dalam hatinya.Selama bertahun-tahun, sekeras apa pun Luna berusaha, dia tidak pernah bisa menghilangkan statusnya sebagai anak haram. Padahal dia juga putri James. Mengapa statusnya lebih rendah? Mengapa Hengky bukan miliknya?!Luna sangat membenci Winda. Alangkah baiknya kalau Winda bisa menghilang dari muka bumi ini. Asalkan Winda menghilang, maka segalanya akan menjadi miliknya.Winda seaka
Kaki Hengky berhenti sejenak. Dia melepaskan tangan Winda, lalu berkata dengan nada ringan, “Nggak perlu.”Seketika, mata Winda memancarkan kesedihan yang dia rasakan. Kehangatan di telapak tangannya berangsur-angsur menghilang. Dia mengerutkan bibirnya. Tepat ketika Hengky hendak pergi membuka pintu mobil, Winda melemparkan dirinya ke dalam pelukan pria itu.Tubuh Hengky spontan membeku. Dia mengerutkan kening dan mengulurkan tangan untuk mendorong Winda menjauh darinya. Namun, dia tiba-tiba suara tangisan Winda terdengar di telinganya, “Biarkan aku peluk sebentar, oke?”Suara Winda sangat pelan dan serak, penuh dengan kelelahan dan kesedihan. Suaranya juga sedikit bergetar dan tercekat.Gerakan tangan Hengky yang hendak mendorong Winda berhenti. Pada akhirnya, dia memegang tengkuk Winda dan memeluknya dengan erat.Winda memeluk erat pinggang Hengky dengan kedua tangannya. Dia membenamkan wajahnya di dada pria itu dan mencium aroma dingin unik di tubuh pria itu. Sesaat kemudian, dia b
Winda tahu Sekar sedang tersulut emosi, jadi dia memilih menundukkan kepala dan tetap diam.Akan tetapi, wajah Hengky justru menjadi muram ketika melihat Winda diam saja. Dia menoleh dan berkata pada Sekar, “Dia dan Martin pergi menemui Yanwar untuk urusan pekerjaan. Aku tahu hal ini. Aku saja nggak peduli, kenapa Nenek dan Tante yang emosi?”Keterkejutan melintas di mata Winda ketika mendengar Hengky berbohong kepada Sekar untuk membela dirinya. Dia menatap pria bertubuh tinggi di sampingnya. Perasaan hangat pelan-pelan mengalir ke dalam hatinya.Winda berpikir sejenak, lalu dia berkata kepada Sekar dengan hormat, “Nenek, maafkan aku.”Sekar awalnya ingin menegur Winda. Namun, sikap Winda membuat semua kata-kata itu tercekat. Sekar tiba-tiba merasa serba salah, mau menegur salah, tidak menegur juga salah.Begitu melihat Sekar terdiam, Dita takut Sekar akan melepaskan Winda begitu saja. Jadi dia segera berkata, “Kamu kira hanya dengan minta maaf, semua masalah langsung selesai? Kamu ta
Karena luka di kakinya belum sembuh, Winda hanya membersihkan diri sebentar. Selesai berbenah, waktu sudah menunjukkan pukul satu.Winda tidak tahu apakah karena Hengky tidak berada di sampingnya, tiba-tiba dia jadi tidak bisa tidur. Suasana di dalam kamar begitu sunyi, tapi pikirannya sangat kacau.Winda telah mematikan lampu. Dia menatap langit-langit kamar yang gelap, lalu menutup matanya. Namun sesaat kemudian, dia membuka matanya lagi. Dia terus berguling-guling di atas tempat tidur, tetap saja tidak bisa tidur.Oleh karena itu, dia pun menyalakan lampu meja dan duduk. Kemudian, dia mengambil ponselnya dan melihat, baru pukul 1:40. Di saat seperti ini, Hengky seharusnya sudah tertidur sejak tadi.Winda menghela napas panjang. Tepat ketika dia hendak mematikan ponselnya, tiba-tiba dia melihat pesan teks yang belum dibaca. Jadi dia pun membuka pesan itu.Pesan itu dari Samuel, hanya tiga kata, semua sudah beres.Mata Winda seketika berbinar. Dia cepat-cepat membuka aplikasi Instagra
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a