Winda meletakkan barang-barang yang dibawanya ke dalam lemari dan berjalan menghampiri Hengky.Hengky duduk bermalas-malasan di atas sofa kulit. Sinar matahari terbenam masuk melalui jendela setinggi langit-langit di kamar itu dan menyinari wajahnya yang sempurna itu, seolah-olah ada lapisan cahaya keemasan yang menghiasi wajahnya, membuatnya tampak semakin terkesan berkelas dan tidak mudah didekati.Winda berlutut dengan satu kaki di atas sofa, mencondongkan tubuh ke depan dan memeluk leher pria itu. Dia menikmati pemandangan wajah tampan di depannya itu sejenak, lalu memiringkan kepalanya untuk mencium pipi pria itu dan memuji dengan berani, “Suamiku ganteng banget!”Hengky mendongak dengan acuh tak acuh dan menatap wanita di depannya. Ekspresi mengerikan muncul di wajahnya.“Kamu ada keluar tadi?” Suara Hengky lirih, sama sekali tidak terdeteksi emosi apa pun di dalamnya.Winda sama sekali tidak menyadari ada yang aneh, mengangguk dan berkata, “Aku mengajak Yolanda pergi berbelanja
Winda menghela napas panjang, bangkit dari sofa dengan pasrah, lalu pergi mandi dan bersiap-siap. Kemudian, turun ke bawah sambil membawa kalung giok yang dibelikannya untuk Sekar.Hengky meliriknya sekilas, berdiri dan berjalan keluar pintu.Winda segera mengganti sepatunya, membawa tas dan hadiahnya, lalu berjalan mengikuti pria itu.Sopir sudah mengeluarkan mobil dari garasi dan memarkirkannya di luar vila. Hengky masuk ke kursi pengemudi, sementara Winda masuk ke kursi penumpang di sebelahnya.Begitu Winda masuk, Hengky melihat wanita itu membawa tas hadiah dari sebuah merek perhiasan.“Apa itu?” Hengky mengerutkan keningnya.Mendengar Hengky menanyakan apa yang dia bawa, Winda ingin mengeluarkannya untuk memperlihatkannya pada Hengky sambil berkata, “Kemarin aku melihatnya saat sedang belanja bersama Yolanda. Aku rasa Nenek akan menyukainya, jadi aku membelinya.”Dia membuka kotak itu dan menyerahkannya pada Hengky.Hengky menunduk dan melihat isi kotak itu, yaitu kalung giok bert
Hengky menatapnya selama beberapa detik dan membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tetapi ketika melihat wanita itu memejamkan mata, dia menelan kembali kata-katanya. Kemudian, dia menyalakan mobil dan menyetir keluar area vila.Ketika mereka sampai di rumah keluarga Pranoto, matahari sudah terbenam.Setelah mobil berhenti, Winda keluar dari mobil terlebih dahulu sambil membawa barang-barangnya tanpa menunggu Hengky, lalu masuk terlebih dahulu.Hengky menyerahkan kunci mobil kepada pelayan yang menunggu di luar dan segera mengikuti Winda masuk.Winda tidak berjalan cepat karena pergelangan kakinya yang keseleo belum sembuh total, sehingga Hengky bisa dengan cepat menyusulnya. Kemudian, Hengky dengan sengaja memperlambat langkah dan berjalan berdampingan dengannya.Winda sedang marah. Meski tahu Hengky mengejarnya, dia tidak melirik pria itu sedikit pun, karena takut mereka berdua akan bertengkar di rumah keluarga Pranoto.Hengky menoleh ke samping untuk menatapnya. Di bawah cahaya
Dia mengangguk, mendorong Hengky menjauh dengan ekspresi acuh tak acuh, dan berjalan lurus ke depan.Keduanya masuk ke dalam rumah. Sekar sedang berbincang dengan Dita dan Vivi. Saat melihat Winda masuk, senyuman di wajahnya seketika langsung memudar.Winda berjalan menghampirinya dengan senyum tipis di wajahnya. “Nenek, Tante.”Sekar membetulkan posisi selendang di bahunya, hanya melirik Winda tanpa berkata apa-apa, lalu matanya langsung tertuju pada Hengky di belakangnya.“Hengky sudah datang.” Sekar menatap cucunya. Melihat ekspresi Hengky yang tidak senang, dia langsung menatap tajam ke arah Winda.Sikap Sekar saja sudah seperti itu, apalagi Dita. Dita lebih tidak ingin melihat Winda. Dia langsung menganggap Winda tidak ada di sana, menatap Hengky dan berkata, “Kok Hengky kelihatannya kurusan akhir-akhir ini? Apa gunanya menikah kalau seperti ini? Aku nggak mengerti apa yang dipikirkan Kak Anton, menyusahkan putranya sendiri.”Dita mengatakan hal itu tanpa ada maksud untuk mencega
Winda tak berani mengangkat kepala untuk menatap Dita, karena takut jika dia tak sengaja tertawa, Dita akan sangat membencinya.Hengky terus menatap Winda dari sudut matanya, melihat betapa kerasnya Winda menahan tawanya. Entah kenapa, dia ikut tersenyum. Namun, hanya untuk sesaat. Setelah itu, dia kembali memasang ekspresi dinginnya.“Seburuk apapun Winda, aku sudah menikahinya. Dia adalah menantu keluarga Pranoto dan akan menjadi pemimpin dalam urusan rumah tangga di keluarga Pranoto di masa depan. Nggak ada yang boleh menghinanya! Menurut Nenek, apa Tante boleh berkata begitu pada istriku tadi?” ucap Hengky dengan dingin.Mendengar hal itu, Winda langsung mengangkat kepalanya dan menatap Hengky dengan heran.Apa dia tidak salah dengar? Hengky benar-benar membelanya, tidak segan-segan menyinggung perasaan tantenya ….Sekar tidak menyangka Hengky akan mengatakan hal seperti itu. Dia sangat terkejut. Meski dia tahu kalau cucunya ini memang menyukai Winda, dia tetap tahu sifat cucunya i
Dita memang ingin memaki Hengky, tapi hanya bisa melampiaskannya pada Winda. Namun, setelah Hengky mengatakannya secara blak-blakan seperti itu, dia jadi mengumpat dalam hati.Dia memandang Hengky. Raut mukanya sangat masam dan dia sangat kesal, tapi dia juga ragu. Akhirnya, dia hanya bisa berkata dengan nada aneh, “Mana boleh begitu. Kamu ini pemimpin keluarga Pranoto di masa depan. Tante mana berani memarahimu!”Hengky bahkan tidak mengerutkan keningnya saat mendengarnya, tapi Winda tidak dapat menahannya lagi.“Tante, kami menghormatimu sebagai orang yang lebih tua, tetapi Tante harus bersikap seperti manusia juga, dong ….”“Apa yang kamu bicarakan?” Dita tiba-tiba berdiri, menunjuk Winda dan berkata marah, “Kami orang-orang keluarga Pranoto sedang berbicara, apa hubungannya denganmu? Dasar kurang ajar. Aku benar-benar nggak mengerti bagaimana cara orang tuamu mengajarimu!”Sambil mengatakan itu, dia tak lupa menatap tajam ke arah Hengky, seolah-olah dia sedang menyalahkan pria itu
Saat itu, Adi selalu fokus pada Anton yang akan mewarisi bisnis keluarga dan jadinya lalai mendidik Dita. Meski dia tidak pernah setuju dengan metode Sekar mendidik Dita, dia tidak banyak ikut campur karena berbagai alasan.Dia pikir Dita akan berubah seiring bertambahnya usia dan menjadi seorang ibu, tetapi sekarang tampaknya begitu sifat seseorang terbentuk, akan sangat sulit untuk mengubahnya. Adi sangat menyesal. Seharusnya, mereka tidak usah terlalu memanjakan putri mereka dulu.Sekar awalnya memang sudah tidak terlalu senang. Ketika mendengar Adi menyalahkan semua ini padanya, amarah yang selama ini terpendam di dalam hatinya tiba-tiba meledak.Dia langsung berdiri, menatap Adi dengan marah dan dan bertanya dengan keras, “Adi, sebenarnya aku yang terlalu memanjakan putri kita, atau kamu yang terlalu baik pada anak haram itu? Dulu, kalau bukan karena kamu ….”Begitu kata “anak haram” keluar dari mulutnya, semua orang mengalihkan pandangannya ke arah Sekar. Semuanya terlihat terkej
Perkataan Dita mengenai “anak lain di luar” itu sukses menarik perhatian semua orang. Bahkan Hengky pun juga menatap Adi, menunggu penjelasan dari pria itu.Seluruh tubuh Adi gemetaran karena marah. Dia menunjuk ke arah Dita dan berkata marah, “Tutup mulutmu! Kalau kamu masih bicara sembarangan lagi, pergi dari sini!”Melihat reaksi Adi, Winda tiba-tiba merasa sedikit aneh. Reaksi Adi bukan seperti reaksi seseorang yang marah karena putrinya salah bicara, tapi lebih seperti marah karena rahasianya dibongkar ….Dia melirik ke arah Hengky dan melihat mata Hengky setengah tertutup. Emosi di wajah pria itu tidak bisa ditebak ….Dita menundukkan kepala, terlihat agak sedih dan kesal, tapi akhirnya tetap tidak berani membantah Adi, sehingga dia hanya bisa cemberut sendiri.Semua orang diam. Suasana di ruangan itu tiba-tiba menjadi canggung dan dingin. Ekspresi semua orang tampak muram.Winda merasa agak canggung. Bagaimanapun juga, semua ini bermula karena dia. Namun, karena masalah ini sud