Dia mengangguk, mendorong Hengky menjauh dengan ekspresi acuh tak acuh, dan berjalan lurus ke depan.Keduanya masuk ke dalam rumah. Sekar sedang berbincang dengan Dita dan Vivi. Saat melihat Winda masuk, senyuman di wajahnya seketika langsung memudar.Winda berjalan menghampirinya dengan senyum tipis di wajahnya. “Nenek, Tante.”Sekar membetulkan posisi selendang di bahunya, hanya melirik Winda tanpa berkata apa-apa, lalu matanya langsung tertuju pada Hengky di belakangnya.“Hengky sudah datang.” Sekar menatap cucunya. Melihat ekspresi Hengky yang tidak senang, dia langsung menatap tajam ke arah Winda.Sikap Sekar saja sudah seperti itu, apalagi Dita. Dita lebih tidak ingin melihat Winda. Dia langsung menganggap Winda tidak ada di sana, menatap Hengky dan berkata, “Kok Hengky kelihatannya kurusan akhir-akhir ini? Apa gunanya menikah kalau seperti ini? Aku nggak mengerti apa yang dipikirkan Kak Anton, menyusahkan putranya sendiri.”Dita mengatakan hal itu tanpa ada maksud untuk mencega
Winda tak berani mengangkat kepala untuk menatap Dita, karena takut jika dia tak sengaja tertawa, Dita akan sangat membencinya.Hengky terus menatap Winda dari sudut matanya, melihat betapa kerasnya Winda menahan tawanya. Entah kenapa, dia ikut tersenyum. Namun, hanya untuk sesaat. Setelah itu, dia kembali memasang ekspresi dinginnya.“Seburuk apapun Winda, aku sudah menikahinya. Dia adalah menantu keluarga Pranoto dan akan menjadi pemimpin dalam urusan rumah tangga di keluarga Pranoto di masa depan. Nggak ada yang boleh menghinanya! Menurut Nenek, apa Tante boleh berkata begitu pada istriku tadi?” ucap Hengky dengan dingin.Mendengar hal itu, Winda langsung mengangkat kepalanya dan menatap Hengky dengan heran.Apa dia tidak salah dengar? Hengky benar-benar membelanya, tidak segan-segan menyinggung perasaan tantenya ….Sekar tidak menyangka Hengky akan mengatakan hal seperti itu. Dia sangat terkejut. Meski dia tahu kalau cucunya ini memang menyukai Winda, dia tetap tahu sifat cucunya i
Dita memang ingin memaki Hengky, tapi hanya bisa melampiaskannya pada Winda. Namun, setelah Hengky mengatakannya secara blak-blakan seperti itu, dia jadi mengumpat dalam hati.Dia memandang Hengky. Raut mukanya sangat masam dan dia sangat kesal, tapi dia juga ragu. Akhirnya, dia hanya bisa berkata dengan nada aneh, “Mana boleh begitu. Kamu ini pemimpin keluarga Pranoto di masa depan. Tante mana berani memarahimu!”Hengky bahkan tidak mengerutkan keningnya saat mendengarnya, tapi Winda tidak dapat menahannya lagi.“Tante, kami menghormatimu sebagai orang yang lebih tua, tetapi Tante harus bersikap seperti manusia juga, dong ….”“Apa yang kamu bicarakan?” Dita tiba-tiba berdiri, menunjuk Winda dan berkata marah, “Kami orang-orang keluarga Pranoto sedang berbicara, apa hubungannya denganmu? Dasar kurang ajar. Aku benar-benar nggak mengerti bagaimana cara orang tuamu mengajarimu!”Sambil mengatakan itu, dia tak lupa menatap tajam ke arah Hengky, seolah-olah dia sedang menyalahkan pria itu
Saat itu, Adi selalu fokus pada Anton yang akan mewarisi bisnis keluarga dan jadinya lalai mendidik Dita. Meski dia tidak pernah setuju dengan metode Sekar mendidik Dita, dia tidak banyak ikut campur karena berbagai alasan.Dia pikir Dita akan berubah seiring bertambahnya usia dan menjadi seorang ibu, tetapi sekarang tampaknya begitu sifat seseorang terbentuk, akan sangat sulit untuk mengubahnya. Adi sangat menyesal. Seharusnya, mereka tidak usah terlalu memanjakan putri mereka dulu.Sekar awalnya memang sudah tidak terlalu senang. Ketika mendengar Adi menyalahkan semua ini padanya, amarah yang selama ini terpendam di dalam hatinya tiba-tiba meledak.Dia langsung berdiri, menatap Adi dengan marah dan dan bertanya dengan keras, “Adi, sebenarnya aku yang terlalu memanjakan putri kita, atau kamu yang terlalu baik pada anak haram itu? Dulu, kalau bukan karena kamu ….”Begitu kata “anak haram” keluar dari mulutnya, semua orang mengalihkan pandangannya ke arah Sekar. Semuanya terlihat terkej
Perkataan Dita mengenai “anak lain di luar” itu sukses menarik perhatian semua orang. Bahkan Hengky pun juga menatap Adi, menunggu penjelasan dari pria itu.Seluruh tubuh Adi gemetaran karena marah. Dia menunjuk ke arah Dita dan berkata marah, “Tutup mulutmu! Kalau kamu masih bicara sembarangan lagi, pergi dari sini!”Melihat reaksi Adi, Winda tiba-tiba merasa sedikit aneh. Reaksi Adi bukan seperti reaksi seseorang yang marah karena putrinya salah bicara, tapi lebih seperti marah karena rahasianya dibongkar ….Dia melirik ke arah Hengky dan melihat mata Hengky setengah tertutup. Emosi di wajah pria itu tidak bisa ditebak ….Dita menundukkan kepala, terlihat agak sedih dan kesal, tapi akhirnya tetap tidak berani membantah Adi, sehingga dia hanya bisa cemberut sendiri.Semua orang diam. Suasana di ruangan itu tiba-tiba menjadi canggung dan dingin. Ekspresi semua orang tampak muram.Winda merasa agak canggung. Bagaimanapun juga, semua ini bermula karena dia. Namun, karena masalah ini sud
Vivi pusing dan berkata dengan tidak berdaya, “Aku mau bantu Mama, tapi perkataan Mama tadi agak keterlaluan juga. Selain itu, Kakek juga sudah marah. Kalau aku masih membela Mama, bukannya bakal tambah marah?”Perkataan Vivi itu mengingatkan Dita. Dia langsung bertanya, “Mama baru saja menyuruhmu untuk membujuk kakekmu, kenapa kamu nggak pergi?”Vivi berkata dengan marah, “Mengapa Mama memintaku membujuk orang? Sama saja dengan menyuruhku untuk menyerahkan diri untuk dimarahi.”Setelah mengatakan itu, Vivi mengabaikan Dita, berbalik badan dan hendak pergi. Dita ingin melampiaskan amarahnya, tapi tidak ada yang bisa dilampiaskan, sehingga dia hanya bisa pergi ke ruang makan dengan penuh amarah.Situasi di ruang makan damai dan tidak ada tanda-tanda barusan terjadi pertengkaran.Pelayan membawakan semangkuk sup dan Adi langsung memberi isyarat kepada pelayan itu untuk meletakkan supnya di depan Winda dan menyuruhnya untuk mengambilkan satu mangkuk kecil untuk Winda.Ada bau obat. Senyum
Namun, dia hanya berani mengatakan hal seperti ini di dalam hatinya ….Winda meletakkan mangkuk supnya, menyeka mulutnya dengan serbet, lalu menatap Sekar dan berkata sambil tersenyum, “Nenek, aku dan Hengky nggak berencana punya anak sebelumnya, makanya aku nggak hamil-hamil. Nggak ada yang salah kok dengan tubuh kami, nggak perlu diperiksa.”Setelah mengatakan itu, Winda diam-diam menyenggol kaki Hengky dengan kakinya, meminta membantu pada pria itu agar mengatakan sesuatu.Bagaimanapun juga, membuat dirinya hamil bukan tugasnya sendiri. Kalau Hengky tidak mau bekerja sama, dia tidak akan pernah bisa hamil seumur hidupnya.Hengky memandangnya dengan acuh tak acuh dan langsung berkata langsung, “Aku nggak punya rencana untuk punya anak saat ini.”Winda tampak kecewa. Hengky tidak ingin punya anak, atau tidak ingin punya anak bersamanya?“Hengky, katakan yang sejujurnya pada Tante. Kamu nggak mau punya anak sekarang, atau dia yang nggak mau punya anak?” kata Dita dengan sengaja.Hengky
Setelah Winda bertanya seperti itu, semua orang langsung menatap ke arah Hengky.Hengky terdiam beberapa detik dan menggumamkan ‘iya’ dengan pelan.Sikapnya yang ambigu itu membuat Winda sedikit kecewa.Hengky sama sekali tidak ingin punya anak bersamanya, jadi “iya”-nya itu hanya asal-asalan saja.Winda menyembunyikan rasa kecewa di hatinya, menghadap ke Hengky, mencondongkan tubuh ke arah pria itu, merendahkan suaranya dan berkata dengan nada bercanda, “Kalau begitu, kamu yang semangat ya, Sayang. Supaya Kakek dan Nenek bisa menggendong cicit secepat mungkin.”Mendengar hal itu, Hengky memberinya tatapan penuh arti dan tidak berkata apa-apa dengan wajah masam.Setelah mendengar perkataan Winda, Adi akhirnya tersenyum cukup puas. Kemudian, dia memandang ke arah Hengky dan berkata dengan suara yang berat, “Winda sudah bilang begitu, jadi kamu juga harus berusaha keras. Jangan hanya mengiyakan kami terus, tapi nggak berusaha.”Hengky menatap wanita mungil di sampingnya dan menjawab deng