Saat itu, Adi selalu fokus pada Anton yang akan mewarisi bisnis keluarga dan jadinya lalai mendidik Dita. Meski dia tidak pernah setuju dengan metode Sekar mendidik Dita, dia tidak banyak ikut campur karena berbagai alasan.Dia pikir Dita akan berubah seiring bertambahnya usia dan menjadi seorang ibu, tetapi sekarang tampaknya begitu sifat seseorang terbentuk, akan sangat sulit untuk mengubahnya. Adi sangat menyesal. Seharusnya, mereka tidak usah terlalu memanjakan putri mereka dulu.Sekar awalnya memang sudah tidak terlalu senang. Ketika mendengar Adi menyalahkan semua ini padanya, amarah yang selama ini terpendam di dalam hatinya tiba-tiba meledak.Dia langsung berdiri, menatap Adi dengan marah dan dan bertanya dengan keras, “Adi, sebenarnya aku yang terlalu memanjakan putri kita, atau kamu yang terlalu baik pada anak haram itu? Dulu, kalau bukan karena kamu ….”Begitu kata “anak haram” keluar dari mulutnya, semua orang mengalihkan pandangannya ke arah Sekar. Semuanya terlihat terkej
Perkataan Dita mengenai “anak lain di luar” itu sukses menarik perhatian semua orang. Bahkan Hengky pun juga menatap Adi, menunggu penjelasan dari pria itu.Seluruh tubuh Adi gemetaran karena marah. Dia menunjuk ke arah Dita dan berkata marah, “Tutup mulutmu! Kalau kamu masih bicara sembarangan lagi, pergi dari sini!”Melihat reaksi Adi, Winda tiba-tiba merasa sedikit aneh. Reaksi Adi bukan seperti reaksi seseorang yang marah karena putrinya salah bicara, tapi lebih seperti marah karena rahasianya dibongkar ….Dia melirik ke arah Hengky dan melihat mata Hengky setengah tertutup. Emosi di wajah pria itu tidak bisa ditebak ….Dita menundukkan kepala, terlihat agak sedih dan kesal, tapi akhirnya tetap tidak berani membantah Adi, sehingga dia hanya bisa cemberut sendiri.Semua orang diam. Suasana di ruangan itu tiba-tiba menjadi canggung dan dingin. Ekspresi semua orang tampak muram.Winda merasa agak canggung. Bagaimanapun juga, semua ini bermula karena dia. Namun, karena masalah ini sud
Vivi pusing dan berkata dengan tidak berdaya, “Aku mau bantu Mama, tapi perkataan Mama tadi agak keterlaluan juga. Selain itu, Kakek juga sudah marah. Kalau aku masih membela Mama, bukannya bakal tambah marah?”Perkataan Vivi itu mengingatkan Dita. Dia langsung bertanya, “Mama baru saja menyuruhmu untuk membujuk kakekmu, kenapa kamu nggak pergi?”Vivi berkata dengan marah, “Mengapa Mama memintaku membujuk orang? Sama saja dengan menyuruhku untuk menyerahkan diri untuk dimarahi.”Setelah mengatakan itu, Vivi mengabaikan Dita, berbalik badan dan hendak pergi. Dita ingin melampiaskan amarahnya, tapi tidak ada yang bisa dilampiaskan, sehingga dia hanya bisa pergi ke ruang makan dengan penuh amarah.Situasi di ruang makan damai dan tidak ada tanda-tanda barusan terjadi pertengkaran.Pelayan membawakan semangkuk sup dan Adi langsung memberi isyarat kepada pelayan itu untuk meletakkan supnya di depan Winda dan menyuruhnya untuk mengambilkan satu mangkuk kecil untuk Winda.Ada bau obat. Senyum
Namun, dia hanya berani mengatakan hal seperti ini di dalam hatinya ….Winda meletakkan mangkuk supnya, menyeka mulutnya dengan serbet, lalu menatap Sekar dan berkata sambil tersenyum, “Nenek, aku dan Hengky nggak berencana punya anak sebelumnya, makanya aku nggak hamil-hamil. Nggak ada yang salah kok dengan tubuh kami, nggak perlu diperiksa.”Setelah mengatakan itu, Winda diam-diam menyenggol kaki Hengky dengan kakinya, meminta membantu pada pria itu agar mengatakan sesuatu.Bagaimanapun juga, membuat dirinya hamil bukan tugasnya sendiri. Kalau Hengky tidak mau bekerja sama, dia tidak akan pernah bisa hamil seumur hidupnya.Hengky memandangnya dengan acuh tak acuh dan langsung berkata langsung, “Aku nggak punya rencana untuk punya anak saat ini.”Winda tampak kecewa. Hengky tidak ingin punya anak, atau tidak ingin punya anak bersamanya?“Hengky, katakan yang sejujurnya pada Tante. Kamu nggak mau punya anak sekarang, atau dia yang nggak mau punya anak?” kata Dita dengan sengaja.Hengky
Setelah Winda bertanya seperti itu, semua orang langsung menatap ke arah Hengky.Hengky terdiam beberapa detik dan menggumamkan ‘iya’ dengan pelan.Sikapnya yang ambigu itu membuat Winda sedikit kecewa.Hengky sama sekali tidak ingin punya anak bersamanya, jadi “iya”-nya itu hanya asal-asalan saja.Winda menyembunyikan rasa kecewa di hatinya, menghadap ke Hengky, mencondongkan tubuh ke arah pria itu, merendahkan suaranya dan berkata dengan nada bercanda, “Kalau begitu, kamu yang semangat ya, Sayang. Supaya Kakek dan Nenek bisa menggendong cicit secepat mungkin.”Mendengar hal itu, Hengky memberinya tatapan penuh arti dan tidak berkata apa-apa dengan wajah masam.Setelah mendengar perkataan Winda, Adi akhirnya tersenyum cukup puas. Kemudian, dia memandang ke arah Hengky dan berkata dengan suara yang berat, “Winda sudah bilang begitu, jadi kamu juga harus berusaha keras. Jangan hanya mengiyakan kami terus, tapi nggak berusaha.”Hengky menatap wanita mungil di sampingnya dan menjawab deng
Sekar memberi isyarat padanya untuk jangan berbicara dulu, kemudian melanjutkan, “Kalau kamu benar-benar ingin berumah tangga dengan Hengky, kamu harus mempertimbangkan untuk punya anak sesegera mungkin. Mengerti?”Winda mengangguk cepat dan berkata dengan sungguh-sungguh, “Nenek, jangan khawatir. Aku benar-benar ingin melanjutkan hidup dengan Hengky. Kalau urusan anak, aku … aku pasti akan hamil secepatnya.”Melihat reaksi Winda dan memikirkan sikap Hengky ketika berada meja makan, Sekar menduga masalahnya mungkin ada pada cucunya.“Karena kamu sudah paham, Nenek juga nggak akan banyak berkata-kata lagi.”Sekar tidak berkata apa-apa lagi. Dia yakin Winda adalah orang yang cerdas dan tahu apa yang harus dilakukan untuk memenangkan suaminya sendiri.“Nenek, aku mengerti.” Winda tersenyum. Rasa sedih di hatinya sedikit menghilang.Apa pun yang terjadi, kabar terbaiknya adalah Nenek Sekar akhirnya bersedia menerimanya.Dia menduga perubahan mendadak dari Nenek Sekar ini ada kaitannya deng
Hengky melepaskan tangan Winda, mendongak untuk menatap wanita itu, lalu berkata dengan dingin, “Kenapa aku nggak pernah lihat kamu nggak bisa tidur sebelumnya?”Senyuman di wajah Winda membeku. Dia tiba-tiba teringat bahwa dialah yang mengusulkan agar dia dan Hengky tidur di ranjang terpisah. Raut mukanya semakin kaku.Seolah-olah membaca pikirannya, Hengky berkata dengan dingin: “Jangan mengira aku nggak tahu apa yang kamu rencanakan. Aku sarankan kamu jangan banyak tingkah. Aku nggak akan memberimu kesempatan untuk mengandung anakku.”Ekspresi di wajah Winda berubah muram, dan dia terlihat kesepian.Dia menenangkan diri selama beberapa detik, menatap Hengky, dan bertanya, “Kamu nggak mau punya anak, atau nggak mau punya anak dariku?”Hengky memandangnya dengan dingin dan berkata sinis, “Bagaimana denganmu? Apa kamu benar-benar ingin melahirkan anak untukku? Atau kamu mau memanfaatkan anak itu untuk mengontrolku?”Winda tertegun mendengarnya, kemudian raut mukanya menjadi masam. Dia
Hengky tiba-tiba tertawa dingin. Dia menepis tangan Winda, mengulurkan tangan untuk meraih dagu wanita itu, lalu berkata dengan nada dingin, “Memangnya kamu pernah bersikap tulus?”“Aku pernah ....”Hengky tersenyum dingin dan menyela, “Ketulusanmu nggak ada artinya.”Mendengar hal itu, Winda terhuyung dan wajahnya dalam sekejap berubah pucat.“Sudah berapa kali kamu berbohong padaku? Apa kamu sendiri ingat? Atau kamu sudah kecanduan akting, jadi menganggap semuanya nyata? “Hengky mencibir dengan nada menghina. Kata-kata yang keluar dari mulutnya semakin lama semakin kejam.Setiap perkataannya bagaikan pisau tak kasat mata yang ditusukkan ke dalam hati Winda, menginjak-injak martabat dan ketulusannya. Namun, dia tak mampu membantahnya.Ternyata tidak peduli berapa kali dia mencoba memperbaiki kesalahan yang telah dia lakukan, kepercayaan yang telah retak sebelumnya tidak akan pernah bisa dikembalikan lagi.Hengky tidak percaya padanya. Bagaimanapun juga, dia sudah melakukan terlalu ban