Hengky melepaskan tangan Winda, mendongak untuk menatap wanita itu, lalu berkata dengan dingin, “Kenapa aku nggak pernah lihat kamu nggak bisa tidur sebelumnya?”Senyuman di wajah Winda membeku. Dia tiba-tiba teringat bahwa dialah yang mengusulkan agar dia dan Hengky tidur di ranjang terpisah. Raut mukanya semakin kaku.Seolah-olah membaca pikirannya, Hengky berkata dengan dingin: “Jangan mengira aku nggak tahu apa yang kamu rencanakan. Aku sarankan kamu jangan banyak tingkah. Aku nggak akan memberimu kesempatan untuk mengandung anakku.”Ekspresi di wajah Winda berubah muram, dan dia terlihat kesepian.Dia menenangkan diri selama beberapa detik, menatap Hengky, dan bertanya, “Kamu nggak mau punya anak, atau nggak mau punya anak dariku?”Hengky memandangnya dengan dingin dan berkata sinis, “Bagaimana denganmu? Apa kamu benar-benar ingin melahirkan anak untukku? Atau kamu mau memanfaatkan anak itu untuk mengontrolku?”Winda tertegun mendengarnya, kemudian raut mukanya menjadi masam. Dia
Hengky tiba-tiba tertawa dingin. Dia menepis tangan Winda, mengulurkan tangan untuk meraih dagu wanita itu, lalu berkata dengan nada dingin, “Memangnya kamu pernah bersikap tulus?”“Aku pernah ....”Hengky tersenyum dingin dan menyela, “Ketulusanmu nggak ada artinya.”Mendengar hal itu, Winda terhuyung dan wajahnya dalam sekejap berubah pucat.“Sudah berapa kali kamu berbohong padaku? Apa kamu sendiri ingat? Atau kamu sudah kecanduan akting, jadi menganggap semuanya nyata? “Hengky mencibir dengan nada menghina. Kata-kata yang keluar dari mulutnya semakin lama semakin kejam.Setiap perkataannya bagaikan pisau tak kasat mata yang ditusukkan ke dalam hati Winda, menginjak-injak martabat dan ketulusannya. Namun, dia tak mampu membantahnya.Ternyata tidak peduli berapa kali dia mencoba memperbaiki kesalahan yang telah dia lakukan, kepercayaan yang telah retak sebelumnya tidak akan pernah bisa dikembalikan lagi.Hengky tidak percaya padanya. Bagaimanapun juga, dia sudah melakukan terlalu ban
Wajah Winda merah padam. Mendengar suara Hengky, dia mengulurkan tangan dan meraba-raba, membuka kancing kemeja pria itu satu per satu.Hengky melepaskan tubuhnya dan juga mulai melepaskan pakaian yang membalut tubuhnya.Di saat-saat genting, Hengky tiba-tiba berhenti dan mengulurkan tangan untuk membuka meja samping tempat tidur.Winda menatapnya dengan bingung dan bertanya dengan suara serak, “Ada apa?”Hengky tidak berkata apa-apa, mengeluarkan sekotak kondom dari meja samping tempat tidur dan hendak membukanya ketika Winda menahannya.“Nggak perlu.”Hengky melirik tangan Winda, lalu menatap wanita itu dengan tatapan bertanya-tanya.Winda tahu apa yang Hengky khawatirkan, jadi dia mengambil kotak itu dari tangan pria itu dan melemparkannya ke bawah tempat tidur.“Ketulusanku nggak perlu diragukan lagi,” Winda duduk, merentangkan tangannya untuk memeluk pria itu, lalu berbisik tegas di telinga pria itu, “Aku bersedia melakukannya.”Dia mengangkat kepalanya dan mencium Hengky dengan y
Mendengar apa yang Hengky katakan, Willy akhirnya mengerti maksudnya, jadi dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Setelah menjawab pertanyaan pria itu, dia menutup teleponnya.Winda keluar setelah mandi. Hengky sedang duduk di samping tempat tidur sambil membaca buku. Ketika melihat wanita itu datang, dia mengambil gelas di meja samping tempat tidur dan menyerahkannya pada wanita itu.“Minumlah.”Winda tertegun sejenak, memandangi gelas berisi cairan berwarna oranye itu dan bertanya-tanya, “Apa ini?”Mendengar pertanyaannya, Hengky mengerjapkan matanya dan berkata dengan tenang, “Jus wortel.”Winda mengambilnya, menundukkan kepala dan menciumnya dengan seksama. Memang ada aroma wortel yang menyengat.Namun, dia tidak pernah meminum jus wortel. Kenapa Hengky tiba-tiba menyiapkan jus wortel untuknya?Winda merasa aneh dalam hati, tapi ia dia curiga sama sekali. Lagi pula, jarang-jarang Hengky bisa sangat berinisiatif seperti ini padanya, jadi dia tidak ingin merusak momen itu. Dia pun mendon
Dita menepis tangan Vivi dan hendak mengatakan hal lain, tapi Adi menatapnya dengan dingin, sehingga dia pun langsung diam.Adi melirik Winda dan Hengky, lalu berkata, “Kalian sudah datang, ayo duduk dan makan.”“Terima kasih, Kakek.” Winda menarik kursi dan duduk di samping Hengky.Vivi duduk diagonal di seberangnya. Begitu Winda mengangkat kepalanya, Vivi melihat cupang di leher wanita itu. Matanya melebar. Dia memandang Hengky yang duduk di sebelahnya dengan tidak percaya.Winda sedang makan bubur dengan kepala tertunduk. Tiba-tiba, dia merasa ada yang menendang kakinya.Dia mendongak dan menyadari bahwa Vivi sedang memberikan isyarat mata padanya. Melihat Winda menoleh, Vivi mengangkat tangan dan menyentuh lehernya sebagai isyarat, lalu menunjuk ke arah Hengky dengan matanya.Winda tidak mengerti dan menatap Vivi dengan bingung.Melihat Winda tidak mengerti maksudnya, Vivi berdeham, tersenyum dan berbisik kepada Hengky, “Kakak, kamu dan Kak Winda cukup mesra juga.”Mendengar hal it
“Tunggu sampai Kak Hengky jatuh cinta padamu, baru kita bicarakan lagi,” ujar Vivi. Dia mengamati cupang di leher Winda dengan ekspresi penuh rasa ingin tahu.Saat mendengar perkataan Vivi, senyuman di bibir Winda membeku sesaat. Namun, tak lama kemudian, senyuman percaya diri muncul lagi di wajahnya dan dia berkata, “Siapa bilang kakakmu nggak mencintaiku?”Vivi tertegun dan tidak bisa berkata apa-apa.Dia selalu berpikir kakak sepupunya itu tidak menyukai Winda dan tidak akan pernah menyentuhnya. Apalagi ketika mengetahui bahwa mereka berdua selalu tidur di kamar terpisah, dia semakin yakin. Namun tak disangka ….Wanita ini cukup cerdik, tidak hanya berhasil membuat kakeknya untuk melindunginya dengan segala cara, bahkan sepupunya yang selama ini selalu bersikap dingin padanya pun ikut terjerumus ke dalam perangkap.Tampaknya, nyonya rumah di Keluarga Pranoto tidak akan berubah lagi.Melihat Vivi diam saja, rasa tidak nyaman di hati Winda pun hilang. Meski Hengky belum jatuh cinta pa
Vivi melihat Winda sepertinya agak pucat. Dia jadi agak khawatir dan berkata, “Kamu terlihat pucat. Apa kamu merasa nggak enak badan?”Mendengar itu, hati Winda terasa hangat. Dia tersenyum dan hendak mengatakan sesuatu, tetapi ada suara tajam datang dari belakangnya, “Mama nggak lihat kamu peduli sama Mama kalau Mama lagi nggak enak badan. Sekarang, kamu malah peduli sama orang luar.”Entah sejak kapan Dita keluar. Dia merasa lucu dan ingin menyindir ketika melihat kedekatan Vivi dan Winda.Vivi tampak tidak berdaya. Dia berbalik badan dan memberi isyarat mata pada Dita, ingin meminta ibunya itu untuk berhenti bicara.Namun, Dita bersikap seolah-olah tidak melihatnya, bersandar pada pilar dan terus berkata sinis, “Memang ada orang-orang yang nggak tahu malu. Latar belakangnya nggak jelas tapi masih berharap untuk menjadi nyonya rumah di keluarga Pranoto. Nggak berkaca apa dirinya layak.”Sambil mengatakan itu, mata Dita tertuju pada cupang di leher Winda. Dia pun berkata dengan ekspre
Dita tidak pernah menganggap Winda sebagai keluarganya sendiri, apalagi setelah sikap Winda barusan yang begitu tidak sopan padanya hingga membuatnya merasa sangat terhina.Hengky menunduk dan menatap Dita dengan dingin, berjalan ke arah Winda, merangkul bahunya, menatap istrinya itu dan berkata, “Tante, ini istriku, calon nyonya rumah di keluarga Pranoto! Aku mendengar semua yang Tante katakan padanya barusan. Aku harap hal ini nggak terjadi lagi!”Saat mengucapkan kata terakhir, mata dingin Hengky menatap Dita dengan sedikit peringatan.Dita tanpa sadar menghindari mata keponakannya yang dingin itu, tapi hatinya menahan rasa kesal.Dia menggertakkan gigi, menekan rasa takut di hatinya, menatap Hengky dan berkata marah, “Hengky, aku yang lebih tua darimu. Begini caramu berbicara dengan tantemu? Kamu kurang ajar!”Hengky tersenyum dingin dan berkata dengan nada sinis, “Sikap sopanku hanya untuk orang terpelajar. Kalau Tante merasa nggak senang, Tante bisa mengadu ke nenek. Aku tunggu d