“Tunggu sebentar,” ujar Yuna sambil menatap mobil Hengky yang sudah pergi. Setelah itu dia membuka sabuk pengaman dan turun dari mobil.Martin menyandarkan tubuhnya pada mobil dengan sebatang rokok yang terselip di bibirnya. Mata indahnya tampak berbahaya di antara kepulan asap rokok. Yuna melangkah mendekat ke arah lelaki itu sambil menatap wajah tampan lelaki itu yang membuat hatinya semakin iri.Dulu dia dan Martin pernah bekerja sama. Lelaki itu merupakan orang yang pembangkang dan suka melakukan apa pun sesuka hati. Tidak ada yang tahu latar belakang lelaki itu hingga perusahaan juga tidak berani menyinggungnya.Semuanya pasti mengikuti kemampuan lelaki itu. Yuna tidak menyangka kalau lelaki itu akan bersikap begitu tertarik pada perempuan yang baru dikenalnya dalam satu hari. Kecuali Martin bukan hari pertama kenal dengan Winda.“Mereka sudah pergi,” kata Yuna sambil menyunggingkan seulas senyum bersahabat. Dia mencoba mencari tahu dan bertanya, “Sebenarnya aku sedikit penasaran,
Wajah Hengky berubah gelap. Dengan suara yang terdengar sarat akan emosi dia berkata, “Kamu nggak mau pergi sama aku, berarti mau sama Martin? Apa baiknya anak itu? Nggak ada yang tahu tujuan dia mendekati kamu!”“Apa hubungannya dengan Martin?” balas Winda dengan membelalakkan matanya. “Kenapa kamu bisa mencurigai orang lain sesuka hati?!”Mendadak Winda merasa Hengky pintar sekali menghubungkan cerita. Jelas-jelas tadi mereka membicarakan tentang lelaki itu dengan Yuna, kenapa Hengky bisa menghubungkannya pada Martin?Wajah Hengky terlihat kesal, sorot matanya ketika melihat Winda berubah menjadi dingin.“Kamu memang nggak seharusnya muncul di sana.”“Iya, aku memang nggak harus ke sana dan merusak rencana kamu! Benar, kan?” balas Winda dengan suara yang mulai serak dan mata memerah. Dengan napas naik turun dia berkata, “Aku memang nggak seharusnya mencari kamu.”Winda bukan orang yang cengeng. Tetapi ketika dihadapkan dengan masalah Hengky, dia tidak bisa menahan air matanya. Hengky
Hengky diam sejenak dan tidak turun dari mobil. Sedangkan Santo berhenti di tepi jalan dan menoleh ke arah lelaki itu sembari berkata,“Pak Hengky nggak mau turun dan bujuk Ibu? Ibu baru sembuh, di luar juga masih hujan dan sangat bahaya.”Hengky hanya memandang punggung Winda yang menjauh dan dengan suara dingin berkata, “Jalan!”Santo tampak ragu, tetapi dia hanya bisa menghidupkan mobil dan melanjutkan perjalanannya. Winda tidak menyangka Hengky benar-benar membuangnya di tempat ini. Dia tercenung dan menghentakkan kakinya sambil berteriak, “Hengky, kamu ber*ngsek!”Angin dingin berhembus masuk ke dalam kerongkongannya dan membuatnya merasa perih. Dia memegang dadanya sambil terbatuk hebat. Sesaat kemudian, Winda menyapu pandangannya ke sekelilingnya yang dipenuhi pepohonan. Hanya ada jalan di tempatnya berdiri serta beberapa lampu jalanan yang tetap terlihat gelap.Detik itu juga mendadak Winda teringat kalau tas dan ponselnya masih tertinggal di dalam vila. Tiba-tiba dia menyesal
Melihat mobil yang semakin lama semakin mendekat dengan kecepatan yang begitu cepat mengarah padanya, Winda dibuat membatu di tempatnya hingga lupa untuk menghindar.Sorot dingin dan tajam mengarah pada perempuan itu hingga membuat Winda tanpa sadar menutup matanya sendiri. Suara nyaring klakson mobil menghampiri telinganya.“Santo, tabrak!”“Pak Hengky, jangan-”Hengky tidak berpikir banyak lagi, dia maju dan merebut piringan setir kemudian mengarahkan pada mobil yang hendak menabrak Winda. Mobilnya menghantam mobil tersebut dengan kecepatan cepat hingga mengeluarkan suara ledakan yang memekakkan telinga.Mobil yang hendak menabrak Winda berhasil dicegah oleh Hengky hingga bergeser ke arah tebing gunung. Roda ban mengeluarkan suara gesekan keras hingga terlempar sejauh sepuluh meter. Kejadian tersebut terjadi tidak sampai sepuluh detik. Ketika Winda tersadar, kedua mobil tersebut sudah mengeluarkan asap tebal. Suara sirine terus mengeluarkan suara yang memekakkan telinga.Winda nyaris
Winda masuk ke dalam dan maju ke hadapan Hengky. Dari pencahayaan yang terbatas, dia melihat noda darah di kemeja lelaki itu. Kedua tangannya berubah dingin dan dia mencoba merasakan napas di bagian hidung lelaki itu. Saat merasakan napas lelaki itu masih ada, Winda menghela napas lega dan buru-buru mencari ponsel di tubuh lelaki itu.Dia menemukan ponsel Hengky di saku jasnya dan langsung menghubungi Willy dengan tangan bergetar. Darah segar yang memenuhi tangan perempuan itu yang bergetar sehingga nomor yang ditekan salah sebanyak beberapa kali.Winda melayangkan dua tamparan pada wajahnya dengan kesal hingga akhirnya sambungan telepon itu tersambung.“Halo.”“Willy, Hengky kecelakaan. Dia berdarah banyak sekali ….” Winda berkata dengan suara bergetar hebat. Terdengar nada ketakutan yang begitu hebat di suara perempuan itu.“Apa?” seru Willy terkejut. “Sekarang kalian ada di mana? Aku ke sana sekarang juga!”Winda mencoba menahan rasa takutnya dan memberi tahu alamat posisi keberadaa
Winda tampak ragu sesaat kemudian dengan cepat memutuskan untuk pergi dari sana. Tiba-tiba suara lemah seorang lelaki terdengar dari belakangnya.“To-tolong aku ….”Langkah kaki Winda terhenti dan dia berbalik melihat pria paruh baya tersebut. Dia tampak dengan susah payah mengangkat wajahnya yang dipenuhi noda darah. Bahkan bola matanya juga terdapat noda darah dan menatapnya penuh akan sorot memohon dan minta tolong.Melihat Winda yang berbalik ke arahnya membuat lelaki itu tampak mendapatkan harapan. Dia mengangkat tangannya dan berkata, “Aku mohon tarik aku keluar.”Di waktu yang bersamaan, bensin yang mengalir keluar semakin lama semakin banyak. Aroma tersebut semakin menusuk hidung Winda. Mereka tahu kalau mobil itu akan meledak sewaktu-waktu.Winda tahu kalau tidak akan sempat baginya untuk menolong orang. Apalagi orang itu nyaris menabraknya karena menyetir dalam keadaan mabuk. Dia tidak mungkin mengorbankan dirinya sendiri demi lelaki itu.Detik itu juga dia membuat keputusan
Napas Hengky naik turun dan dengan suara tajam berkata, “Siapa yang memintamu mendekati mobil? Kamu … kamu tahu itu sangat berbahaya?!”“Aku tahu,” jawab Winda dengan suara isakan. Dia memeluk pinggang Hengky dengan erat dan dengan terisak berkata, “Hengky, kamu harus bertahan. Aku sudah telepon Willy dan dia akan segera datang menolong kita.”Mendengar suara tangis Winda membuat Hengky mengelus wajah perempuan itu dan berkata dengan nada pasrah, “Winda, kamu memang merepotkan.”Wajah Winda pucat pasi. Kalimat itu sudah diucapkan oleh Hengky ketika di mobil, tetapi Winda menepisnya. Akan tetapi, sekarang dia menyadari kalau dirinya ternyata pembawa sial bagi Hengky. Semenjak lelaki itu bertemu dengannya, tidak pernah hal yang baik terjadi pada Hengky.Hengky dulu juga mati dalam kobaran api karena menolongnya, ternyata sekarang dia nyaris membunuh lelaki itu lagi.“Hengky, menurutmu aku ini pembawa sial atau bukan? Kenapa orang disekitarku pasti akan celaka? Mamaku dan kamu juga sial.”
Winda berinisiatif mengecupnya!Kecupan itu hanya sedetik dan Winda buru-buru menjauh. Wajahnya memerah ketika melihat Hengky yang menatapnya. Winda tidak pernah berpacaran sebelumnya dan setelah menikah dengan Hengky, hubungan mereka tetap dingin.Selain interaksi intim malam itu, dia tidak pernah ada interaksi apa pun lagi. Dia dan Jefri juga tidak pernah melakukan tindakan melenceng apa pun. Oleh karena itu, dalam hal perasaan, Winda bisa dibilang tidak memiliki pengalaman. Hanya sebuah kecupan saja sudah bisa membuat jantungnya berdegup cepat.“Kamu ….”“Aku bantu kamu naik, ya?”Mata hitam Hengku menatapnya dengan lekat dan secara tanpa sadar menjawab, “Iya.”Winda menyunggingkan seulas senyum. Ternyata apa yang ditulis di buku memang benar. Menghindari tolakan seorang lelaki adalah dengan sebuah ciuman. Awalnya Winda pikir cara seperti itu tidak akan berlaku pada diri Hengky yang dingin. Ternyata sama saja!Winda maju dan mengalungkan lengan lelaki itu di bahunya. Dengan usaha ku
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a