Winda mencoba membuka pintu tetapi sudah dikunci. Dia menoleh ke arah Hengky dengan emosi memuncak dan mendelik sambil berkata, “Hengky, biarkan aku turun!”Hengky melipat kedua tangannya sambil menyandarkan punggungnya di kursi. Dengan pandangan dingin dia menatap Winda sambil bertanya, “Kamu pikir aku mau melakukannya?”Dia tidak mungkin membiarkan lelaki lain membawa istrinya pergi dari hadapannya sendiri.“Hengky!” seru Winda dengan mata yang kembali memerah. Kenapa dulu dia tidak menyadari bahwa Hengky begitu keras kepala?Martin mengepalkan tangannya sambil menatap Santo penuh peringatan dan berkata, “Minggir! Kalau dia nggak mau ikut Hengky, aku nggak akan membiarkan kalian membawa dia pergi.”Santo menatapnya dengan pandangan aneh dan juga tidak mengerti sambil berkata, “Pak Martin, saya katakan sekali lagi kalau ini masalah keluarga. Nggak ada hubungannya dengan kamu! Tolong jangan ikut campur.”Dia melirik ke arah kepalan tangan Martin yang seketika membuat sorot mata lelaki
“Tunggu sebentar,” ujar Yuna sambil menatap mobil Hengky yang sudah pergi. Setelah itu dia membuka sabuk pengaman dan turun dari mobil.Martin menyandarkan tubuhnya pada mobil dengan sebatang rokok yang terselip di bibirnya. Mata indahnya tampak berbahaya di antara kepulan asap rokok. Yuna melangkah mendekat ke arah lelaki itu sambil menatap wajah tampan lelaki itu yang membuat hatinya semakin iri.Dulu dia dan Martin pernah bekerja sama. Lelaki itu merupakan orang yang pembangkang dan suka melakukan apa pun sesuka hati. Tidak ada yang tahu latar belakang lelaki itu hingga perusahaan juga tidak berani menyinggungnya.Semuanya pasti mengikuti kemampuan lelaki itu. Yuna tidak menyangka kalau lelaki itu akan bersikap begitu tertarik pada perempuan yang baru dikenalnya dalam satu hari. Kecuali Martin bukan hari pertama kenal dengan Winda.“Mereka sudah pergi,” kata Yuna sambil menyunggingkan seulas senyum bersahabat. Dia mencoba mencari tahu dan bertanya, “Sebenarnya aku sedikit penasaran,
Wajah Hengky berubah gelap. Dengan suara yang terdengar sarat akan emosi dia berkata, “Kamu nggak mau pergi sama aku, berarti mau sama Martin? Apa baiknya anak itu? Nggak ada yang tahu tujuan dia mendekati kamu!”“Apa hubungannya dengan Martin?” balas Winda dengan membelalakkan matanya. “Kenapa kamu bisa mencurigai orang lain sesuka hati?!”Mendadak Winda merasa Hengky pintar sekali menghubungkan cerita. Jelas-jelas tadi mereka membicarakan tentang lelaki itu dengan Yuna, kenapa Hengky bisa menghubungkannya pada Martin?Wajah Hengky terlihat kesal, sorot matanya ketika melihat Winda berubah menjadi dingin.“Kamu memang nggak seharusnya muncul di sana.”“Iya, aku memang nggak harus ke sana dan merusak rencana kamu! Benar, kan?” balas Winda dengan suara yang mulai serak dan mata memerah. Dengan napas naik turun dia berkata, “Aku memang nggak seharusnya mencari kamu.”Winda bukan orang yang cengeng. Tetapi ketika dihadapkan dengan masalah Hengky, dia tidak bisa menahan air matanya. Hengky
Hengky diam sejenak dan tidak turun dari mobil. Sedangkan Santo berhenti di tepi jalan dan menoleh ke arah lelaki itu sembari berkata,“Pak Hengky nggak mau turun dan bujuk Ibu? Ibu baru sembuh, di luar juga masih hujan dan sangat bahaya.”Hengky hanya memandang punggung Winda yang menjauh dan dengan suara dingin berkata, “Jalan!”Santo tampak ragu, tetapi dia hanya bisa menghidupkan mobil dan melanjutkan perjalanannya. Winda tidak menyangka Hengky benar-benar membuangnya di tempat ini. Dia tercenung dan menghentakkan kakinya sambil berteriak, “Hengky, kamu ber*ngsek!”Angin dingin berhembus masuk ke dalam kerongkongannya dan membuatnya merasa perih. Dia memegang dadanya sambil terbatuk hebat. Sesaat kemudian, Winda menyapu pandangannya ke sekelilingnya yang dipenuhi pepohonan. Hanya ada jalan di tempatnya berdiri serta beberapa lampu jalanan yang tetap terlihat gelap.Detik itu juga mendadak Winda teringat kalau tas dan ponselnya masih tertinggal di dalam vila. Tiba-tiba dia menyesal
Melihat mobil yang semakin lama semakin mendekat dengan kecepatan yang begitu cepat mengarah padanya, Winda dibuat membatu di tempatnya hingga lupa untuk menghindar.Sorot dingin dan tajam mengarah pada perempuan itu hingga membuat Winda tanpa sadar menutup matanya sendiri. Suara nyaring klakson mobil menghampiri telinganya.“Santo, tabrak!”“Pak Hengky, jangan-”Hengky tidak berpikir banyak lagi, dia maju dan merebut piringan setir kemudian mengarahkan pada mobil yang hendak menabrak Winda. Mobilnya menghantam mobil tersebut dengan kecepatan cepat hingga mengeluarkan suara ledakan yang memekakkan telinga.Mobil yang hendak menabrak Winda berhasil dicegah oleh Hengky hingga bergeser ke arah tebing gunung. Roda ban mengeluarkan suara gesekan keras hingga terlempar sejauh sepuluh meter. Kejadian tersebut terjadi tidak sampai sepuluh detik. Ketika Winda tersadar, kedua mobil tersebut sudah mengeluarkan asap tebal. Suara sirine terus mengeluarkan suara yang memekakkan telinga.Winda nyaris
Winda masuk ke dalam dan maju ke hadapan Hengky. Dari pencahayaan yang terbatas, dia melihat noda darah di kemeja lelaki itu. Kedua tangannya berubah dingin dan dia mencoba merasakan napas di bagian hidung lelaki itu. Saat merasakan napas lelaki itu masih ada, Winda menghela napas lega dan buru-buru mencari ponsel di tubuh lelaki itu.Dia menemukan ponsel Hengky di saku jasnya dan langsung menghubungi Willy dengan tangan bergetar. Darah segar yang memenuhi tangan perempuan itu yang bergetar sehingga nomor yang ditekan salah sebanyak beberapa kali.Winda melayangkan dua tamparan pada wajahnya dengan kesal hingga akhirnya sambungan telepon itu tersambung.“Halo.”“Willy, Hengky kecelakaan. Dia berdarah banyak sekali ….” Winda berkata dengan suara bergetar hebat. Terdengar nada ketakutan yang begitu hebat di suara perempuan itu.“Apa?” seru Willy terkejut. “Sekarang kalian ada di mana? Aku ke sana sekarang juga!”Winda mencoba menahan rasa takutnya dan memberi tahu alamat posisi keberadaa
Winda tampak ragu sesaat kemudian dengan cepat memutuskan untuk pergi dari sana. Tiba-tiba suara lemah seorang lelaki terdengar dari belakangnya.“To-tolong aku ….”Langkah kaki Winda terhenti dan dia berbalik melihat pria paruh baya tersebut. Dia tampak dengan susah payah mengangkat wajahnya yang dipenuhi noda darah. Bahkan bola matanya juga terdapat noda darah dan menatapnya penuh akan sorot memohon dan minta tolong.Melihat Winda yang berbalik ke arahnya membuat lelaki itu tampak mendapatkan harapan. Dia mengangkat tangannya dan berkata, “Aku mohon tarik aku keluar.”Di waktu yang bersamaan, bensin yang mengalir keluar semakin lama semakin banyak. Aroma tersebut semakin menusuk hidung Winda. Mereka tahu kalau mobil itu akan meledak sewaktu-waktu.Winda tahu kalau tidak akan sempat baginya untuk menolong orang. Apalagi orang itu nyaris menabraknya karena menyetir dalam keadaan mabuk. Dia tidak mungkin mengorbankan dirinya sendiri demi lelaki itu.Detik itu juga dia membuat keputusan
Napas Hengky naik turun dan dengan suara tajam berkata, “Siapa yang memintamu mendekati mobil? Kamu … kamu tahu itu sangat berbahaya?!”“Aku tahu,” jawab Winda dengan suara isakan. Dia memeluk pinggang Hengky dengan erat dan dengan terisak berkata, “Hengky, kamu harus bertahan. Aku sudah telepon Willy dan dia akan segera datang menolong kita.”Mendengar suara tangis Winda membuat Hengky mengelus wajah perempuan itu dan berkata dengan nada pasrah, “Winda, kamu memang merepotkan.”Wajah Winda pucat pasi. Kalimat itu sudah diucapkan oleh Hengky ketika di mobil, tetapi Winda menepisnya. Akan tetapi, sekarang dia menyadari kalau dirinya ternyata pembawa sial bagi Hengky. Semenjak lelaki itu bertemu dengannya, tidak pernah hal yang baik terjadi pada Hengky.Hengky dulu juga mati dalam kobaran api karena menolongnya, ternyata sekarang dia nyaris membunuh lelaki itu lagi.“Hengky, menurutmu aku ini pembawa sial atau bukan? Kenapa orang disekitarku pasti akan celaka? Mamaku dan kamu juga sial.”