Napas Hengky naik turun dan dengan suara tajam berkata, “Siapa yang memintamu mendekati mobil? Kamu … kamu tahu itu sangat berbahaya?!”“Aku tahu,” jawab Winda dengan suara isakan. Dia memeluk pinggang Hengky dengan erat dan dengan terisak berkata, “Hengky, kamu harus bertahan. Aku sudah telepon Willy dan dia akan segera datang menolong kita.”Mendengar suara tangis Winda membuat Hengky mengelus wajah perempuan itu dan berkata dengan nada pasrah, “Winda, kamu memang merepotkan.”Wajah Winda pucat pasi. Kalimat itu sudah diucapkan oleh Hengky ketika di mobil, tetapi Winda menepisnya. Akan tetapi, sekarang dia menyadari kalau dirinya ternyata pembawa sial bagi Hengky. Semenjak lelaki itu bertemu dengannya, tidak pernah hal yang baik terjadi pada Hengky.Hengky dulu juga mati dalam kobaran api karena menolongnya, ternyata sekarang dia nyaris membunuh lelaki itu lagi.“Hengky, menurutmu aku ini pembawa sial atau bukan? Kenapa orang disekitarku pasti akan celaka? Mamaku dan kamu juga sial.”
Winda berinisiatif mengecupnya!Kecupan itu hanya sedetik dan Winda buru-buru menjauh. Wajahnya memerah ketika melihat Hengky yang menatapnya. Winda tidak pernah berpacaran sebelumnya dan setelah menikah dengan Hengky, hubungan mereka tetap dingin.Selain interaksi intim malam itu, dia tidak pernah ada interaksi apa pun lagi. Dia dan Jefri juga tidak pernah melakukan tindakan melenceng apa pun. Oleh karena itu, dalam hal perasaan, Winda bisa dibilang tidak memiliki pengalaman. Hanya sebuah kecupan saja sudah bisa membuat jantungnya berdegup cepat.“Kamu ….”“Aku bantu kamu naik, ya?”Mata hitam Hengku menatapnya dengan lekat dan secara tanpa sadar menjawab, “Iya.”Winda menyunggingkan seulas senyum. Ternyata apa yang ditulis di buku memang benar. Menghindari tolakan seorang lelaki adalah dengan sebuah ciuman. Awalnya Winda pikir cara seperti itu tidak akan berlaku pada diri Hengky yang dingin. Ternyata sama saja!Winda maju dan mengalungkan lengan lelaki itu di bahunya. Dengan usaha ku
Winda sedikit menyesal seusai mengatakannya. Dia takut dirinya akan mendengarkan kalimat yang tidak ingin ia dengar. Winda takut sekali Hengky tidak menginginkan dirinya lagi.Tanpa menunggu Hengky berjalan, dia berjalan ke arah Santo dan berkata, “Santo, keadaan tadi sangat bahaya sekali. Kenapa kamu bisa menabrak mobil lain demi menolongku? Kalau kalian terjadi sesuatu, aku nggak akan bisa memaafkan diriku sendiri selamanya!”Sekarang dia masih ketakutan jika dipikirkan lagi. Ketika dia menarik kedua lelaki itu keluar dari mobil, seluruh tubuh Winda bergetar hebat. Setiap dia memejamkan mata, selalu terbayang bayangan tubuh kedua lelaki itu penuh darah.Wajah Santo terlihat tegang ketika mendengar ucapan perempuan itu. Dia menatap Hengky secara otomatis. Santo hanya bisa melindungi Hengky agar tidak terluka, oleh karena itu dia tidak mendengarkan perintah majikannya itu. Hengky yang menggila ketika melihat mobil yang melaju ke arah Winda. Lelaki itu maju dan langsung merebut piringan
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Willy sambil melihat mobil yang sudah gosong.“Santo selalu stabil selama mengemudi dan nggak pernah terjadi kecelakaan. Kenapa kali ini bisa kecelakaan?”Winda mendekat dan berkata, “Mereka kecelakaan karena mau menolongku. Waktu itu ada mobil yang melaju ke arahku dengan cepat. Kalau bukan karena Santo yang menabrak mobil itu, kemungkinan sekarang aku sudah mati.”Wajah Willy berubah seketika. Dia melihat Winda dengan sebersit sorot marah dan juga dingin. Akan tetapi, di hadapan Hengky dia tidak bisa melampiaskannya.“Aku sudah lapor ke pihak berwajib, mungkin sebentar lagi akan tiba. Aku antar kalian untuk periksa dulu di rumah sakit.”Willy melirik ke arah anak buahnya yang ada di sampingnya. Anak buahnya itu buru-buru melihat keadaan mobil yang ditabrak oleh Santo tadi. Satu menit kemudian, dia berjalan kembali dan menggelengkan kepalanya sambil berkata,“Pak Willy, orangnya sudah terbakar dan sudah tewas.”Willy mengangguk dan berkata pada Hen
Tubuh Hengky kaku seketika. Dari samping telinganya terdengar suara Winda yang berkata, “Hengky, janji sama aku jangan melakukan hal seperti ini lagi, ya?”Hengky merasakan air mata hangat yang mengalir di bahunya. Suara Winda terdengar sangat ketakutan dan juga bergetar hebat sambil berkata, “Waktu aku lihat kamu terbaring di sana dalam keadaan penuh darah, aku takut kamu nggak bernapas lagi. Aku takut kamu nggak bangun lagi ….”Winda jauh lebih takut dia membunuh Hengky lagi.Mendengar isakan Winda membuat hati Hengky bergetar. Dia mengelus rambut panjang Winda sambil berkata dengan suara pelan, “Sudah, jangan menangis lagi, bukannya aku baik-baik saja?”Winda melepaskan pelukannya dan duduk tegap. Kedua matanya yang jernih menatap lelaki itu dan dengan nada yang sulit dijelaskan dia kembali berkata, “Kamu harus janji sama aku, apa pun yang terjadi, kamu nggak boleh membuat dirimu dalam keadaan yang berbahaya.”Hengky berkata dengan pelan, “Bukan aku yang menolongmu, Santo yang-““He
Perawat meminta Winda duduk dan hendak membersihkan luka perempuan itu.“Saya saja,” pinta Hengky sambil menerima obat tersebut. Dia melihat Winda dan berkata, “Letakkan kakimu di pahaku.”Dengan wajah memerah Winda berkata dengan suara pelan, “Aku sendiri saja.”Hengky langsung membawa perempuan itu mendekat dan mengangkat kakinya untuk dibersihkan. Luka di kaki tidak parah dan hanya goresan kecil. Akan tetapi pergelangannya sangat bengkak. Ketika Hengky baru menyentuh pergelangan kaki perempuan itu, Winda langsung kesakitan. Dia tidak bersuara dan hanya mengerutkan keningnya menahan sakit.Wajah Hengky mengeras dan dia berkata pada dokter, “Periksa dia, lihat apakah kena tulang atau tidak.”Dokter membungkuk dan memeriksa keadaan kaki Winda. Dia mencoba memijat kaki kanan dan kiri Winda yang seketika pucat pasi. Secara refleks dia menarik kakinya karena rasa sakit tersebut.“Kenapa?” tanya Hengky.Dokter menggeleng dan berkata, “Tulangnya nggak kenapa-kenapa, hanya terkilir saja. Ole
“Waktu itu kamu nggak di mobil?” tanya Willy seperti telah mengetahui sesuatu sambil menatap Winda.Perempuan itu mengangguk dengan ekspresi bersalah dan berkata, “Waktu itu aku dan Hengky berantem kecil dan aku langsung turun. Setelah itu Santo melajukan mobilnya menjauh dan aku tetap berjalan kaki. Sekitar 20 menit kemudian, dari arah belakang datang sebuah mobil yang mengarah padaku,”“Aku terkejut dan nggak bisa bergerak. Waktu aku sudah bisa mencerna apa yang terjadi, mobilnya Hengky sudah menabrak mobil yang melaju ke arahku.”Sekarang semakin banyak poin yang mencurigakan. Semua yang terjadi seperti sudah direncanakan sejak awal. Wajah Willy terlihat semakin tegang dan dengan suara berat berkata, “Dari ceritamu, orang itu sepertinya menyerangmu, bukan Hengky. Akhir-akhir ini kamu ada menyinggung seseorang? Atau kamu ada mencurigai seseorang?”Winda terdiam dengan ekspresi menggelap. Dia memang mencurigai seseorang, tetapi kalau memberitahu Willy sudah dipastikan Hengky akan meng
Namun Willy tidak merasakan ada sesuatu yang besar dari hal ini. Hengky adalah pengusaha dan ada beberapa acara yang mewajibkan dia membawa pasangan untuk hadir. Sedangkan Winda tidak ingin orang lain mengetahui hubungannya dengan Hengky, oleh karena itu Hengky hanya bisa mencari bantuan dari perempuan lainnya.Apalagi hubungan Winda dengan Jefri masih tidak jelas. Dia tidak ada hak menyalahkan Hengky. Akan tetapi, sikap Winda ini membuat Willy merasa aneh dan berkata,“Ada orang yang nggak bersyukur dan buta, dan tentunya ada orang yang pintar menangkap kesempatan. Lelaki kaya dan tampan seperti Hengky memangnya akan kekurangan perempuan?”Jawaban Willy membuat Winda menyadarinya. Lelaki itu tengah mengatakan dirinya tidak bersyukur dan buta. Akan tetapi ucapan lelaki itu membuat Winda salah paham sepenuhnya dengan hubungan Hengky dan Yuna. Dengan wajah pucat pasi dan menertawakan dirinya sendiri Winda berkata,“Apa yang kamu katakan memang benar. Seharusnya aku periksa mataku ke dokt
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a