Willy melihat Hengky sekilas dan tidak berbicara apa pun. Dia membawa Santo menemui dokter untuk menanyakan kondisi kedua lelaki itu. Tersisa Hengky dan Winda sendiri di dalam ruangan itu.Winda menatap perban yang ada di kepala Hengky dengan mata memerah. Dengan iba dia berkata, “Sakit, ya?”Melihat mata memerah perempuan itu membuat perasaan Hengky berantakan. Beberapa menit kemudian, Hengky mengalihkan tatapannya dan berkata, “Aku minta Willy antar kamu pulang.”Winda tercenung sesaat dan buru-buru menolak, “Aku nggak mau pulang, aku mau tinggal di sini menjagamu.”Sikap perempuan itu membuat Hengky teringat dengan telepon Jefri. Wajah lelaki itu berubah kaku dan sebersit emosi melintas di wajahnya.“Aku nggak butuh kamu untuk jaga aku.”Winda terlihat bingung dan juga sedih. Dia tidak tahu kenapa hanya dalam waktu satu jam saja bisa membuat Hengky berubah menjadi orang yang berbeda. Sikapnya menjadi dingin dan juga asing. Hengky yang seperti ini membuatnya merasa takut.Perempuan i
“Dia ….”“Kamu jangan bawel! Buruan masuk saja,” kata Willy sambil mendorong lelaki itu masuk dan menutup pintu.Di dalam kamar hanya tersisa mereka berdua. Mendadak situasi dalam kamar menjadi sedikit canggung. Hengky terdiam beberapa saat di depan pintu dan berkata, “Aku mandi dulu.”Tubuh mereka berdua penuh dengan lumpur dan darah. Bagi Hengky yang sangat gila bersih tentu saja tidak akan tahan. Melihat Hengky yang melangkah ke toilet, Winda buru-buru melempar selimut dan mengikuti lelaki itu masuk ke kamar mandi.Saat Hengky bersiap menutup pintu, Winda melangkahkan satu kakinya masuk ke dalam. Kedua kening lelaki itu berlipat dan bertanya, “Kenapa kamu ikut masuk?”Winda mengangkat wajahnya yang kotor dan sedikit memerah sambil berkata dengan nada malu, “Luka kamu nggak boleh kena air, sebaiknya aku yang bantu kamu bersihkan saja.”Wajah Hengky berubah kaku dan dia berdeham sambil berkata, “Nggak perlu, aku sendiri saja-“Winda langsung berlalu melewati sisi lelaki itu dan membuk
Untuk pertama kalinya mereka tidur bersama dan tentu saja tidak terbiasa. Hengky langsung mengambil posisi di paling ujung dan membelakangi Winda. Sedangkan Winda hanya bisa menghela napas sambil menatap punggung lelaki itu.Teringat respons Hengky sebelumnya membuat Winda tidak berani mendekati lelaki itu lagi. Tidak butuh waktu yang lama bagi keduanya untuk terlelap karena terlalu lelah. Mendengar suara napas Winda yang teratur, Hengky membuka matanya dan membalikkan tubuhnya. Dia melihat Winda yang terlelap dengan sorot yang sulit dijelaskan.Keesokannya Winda terbangun karena suara berisik. Dia membuka matanya yang berat dan sedetik kemudian ada yang menyingkap selimutnya.“Kamu masih bisa tidur setelah buat Hengky seperti itu?!”Sebuah suara nyaring terdengar di telinganya dan membuat Winda menggaruk rambutnya kesal. Dia duduk dan menatap orang yang tengah berbicara itu dengan mata menyipit. Seorang perempuan paruh baya yang terawat dan juga anggun terlihat di depannya. Meski usia
Winda mengambil sebuah gelas kaca bersih dan mengisinya dengan air kemudian diberikan pada Anna. Dengan wajah kesal Anna menerimanya dan berkata, “Pokoknya saya akan minta pengacara siapkan surat cerai kalian! Kamu hanya perlu tanda tangan saja.”Winda meremas gelas kaca tersebut dengan erat dan dengan datar berkata, “Nenek, aku nggak mau-“Sebelum ucapannya selesai, Hengky dan Willy masuk ke ruang rawat. Melihat keberadaan neneknya ada di sana membuat Hengky terkejut. Dia menatap Willy dengan sorot curiga dan penuh tanya. Lelaki itu hanya bisa mengalihkan tatapannya untuk menenangkan hatinya yang panik.“Untuk apa kamu lihat Willy?! Kalau bukan karena dia yang kasih tahu, kamu berencana menutupinya dari aku sampai kapan? Demi menjaga perempuan yang nggak ada kamu di hatinya, kamu nggak mau nyawamu lagi?”Willy yang melihat tidak bisa kabur dari bahasan ini langsung berkata dengan nada berbisik, “Kemarin malam Nenek telepon aku karena nggak bisa menghubungi kamu. Aku nggak bisa bohong
Setelah Anna dan Hengky pergi, Winda baru menghela napas lega.“Ayo, aku antar kamu pulang,” kata Willy sambil melempar kunci mobilnya.“Hengky sudah boleh keluar rumah sakit?”“Tentu saja nggak boleh, dia masih harus menginap selama beberapa hari untuk dikontrol dulu. Tapi Hengky bilang sama aku untuk antar kamu pulang dulu,” jawab Willy.Winda menggeleng dan berkata, “Aku nggak mau pulang. Aku mau tinggal di sini buat jaga dia.”Lelaki itu melirik Winda sekilas dan berdecak sambil berkata, “Aku nggak bisa ambil keputusan, ayo pulang.”Winda menghela napas lelah. Hengky tidak mau berlama-lama bersamaan dengannya sehingga buru-buru mengusirnya pergi. Namun dia memang harus pulang sejenak untuk mengambil barang-barangnya dan datang lagi.“Ayo ….”Willy tidak menyangka perempuan itu akan menyetujuinya dengan begitu cepat. Dia terdiam beberapa detik, setelah itu mengikuti langkah perempuan itu. Setelah mengantar Winda kembali, Willy langsung pergi tanpa masuk terlebih dahulu.Bi Citra dat
Begitu Winda masuk, terlihat Luna yang duduk di sofa dengan wajah keruh.“Pa, kenapa dia ada di sini?” tanya Luna sambil menatap James dengan raut tidak suka.Sebelum James sempat berkata-kata, Luna berdiri dari sofa dan berjalan ke hadapan Winda. Dia tertawa dan berkata, “Kak, sudah pulang?”Winda merasa jijik dengan senyuman Luna itu. Dia enggan menatap perempuan itu dan langsung berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. Senyuman di bibir Luna berubah kaku dan sebersit sorot marah melintas di matanya.Melihat pelayan yang membawa minuman, dia mengulas sebuah senyum bengis. Bi Lina memberikan gelas tersebut dan melihat tangan Winda yang terbalut perban. Dia terkejut dan berkata, “Wah, Non kenapa?”James menoleh dan melihat kedua tangannya yang dibalut perban. Dengan aneh dia bertanya, “Tangan kamu kenapa? Kenapa bisa terluka begitu?” Winda menoleh dan menatap Luna sekilas sambil berkata, “Nanti baru dibahas.”“Bi Lina.” Winda meletakkan gelas minuman dan ekspresinya terlihat tidak sen
“Pa!” Winda menatap ayahnya dengan tidak percaya sambil berseru, “Ternyata aku orang yang seperti itu di pandangan Papa?! Papa lupa kalau aku adalah putrinya Sinta! Aku perlu cara seperti itu untuk dilihat orang?”Mendengar nama Sinta disebut, wajah James berubah kaku.“Apa pun itu, kamu nggak boleh rebutan dengan adikmu!”Winda hanya tertawa miring dan berkata, “Kalau aku diminta pulang hanya untuk dengar basa-basi nggak jelas seperti ini, lebih baik aku nggak mau meladeninya.”Dia bangkit berdiri dari sofa dan menatap ayahnya penuh kekecewaan sambil berkata, “Bukannya Papa tanya kenapa aku bisa terluka seperti ini? Ok, sekarang aku kasih tahu alasannya karena kemarin malam ada orang yang mau membunuhku! Kalau bukan karena Hengky yang berjuang menolongku, sekarang yang Papa lihat adalah jasadku!”James terlihat terkejut dan dengan cepat bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi? Kamu menyinggung orang?”“Memangnya bisa terjadi apa? Ada orang yang mau menyingkirkanku,” kata Winda sambil m
Winda berjalan keluar dari Vila dengan Luna yang mengejarnya dan menggunakan tubuhnya untuk menghalangi jalan Winda. Luna seperti takut bahwa Winda pergi dan bergegas berkata, “Kak, aku rasa di antara kita ada sedikit salah paham. Aku harus menjelaskan masalah tadi pada Kakak.”“Menjelaskan? Memangnya harus?” tanya Winda dengan sebelah alis terangkat.“Tentu saja ada! Kalau nggak dijelaskan, Kakak akan terus salah paham sama aku dan mempengaruhi hubungan kita. Papa juga akan sedih karena hal ini,” ujar Luna dengan cepat.Melihat wajah perempuan itu yang sok polos membuat Winda kesal. “Di antara kita memang nggak ada kesalahpahaman. Luna, kamu masih mau terus bersandiwara? Apakah masih masuk akal?”Ekspresi Luna terlihat kaku, dia menunduk dengan tatapan penuh kebencian.“Aku tahu kamu nggak percaya denganku, tapi aku ada alasan sendiri kenapa melakukan itu. Aku hanya khawatir Kakak dibohongi oleh orang lain. Makanya aku kasih tahu Papa masalah ini, aku-““Luna, kamu anggap aku anak kec