Setelah Anna dan Hengky pergi, Winda baru menghela napas lega.“Ayo, aku antar kamu pulang,” kata Willy sambil melempar kunci mobilnya.“Hengky sudah boleh keluar rumah sakit?”“Tentu saja nggak boleh, dia masih harus menginap selama beberapa hari untuk dikontrol dulu. Tapi Hengky bilang sama aku untuk antar kamu pulang dulu,” jawab Willy.Winda menggeleng dan berkata, “Aku nggak mau pulang. Aku mau tinggal di sini buat jaga dia.”Lelaki itu melirik Winda sekilas dan berdecak sambil berkata, “Aku nggak bisa ambil keputusan, ayo pulang.”Winda menghela napas lelah. Hengky tidak mau berlama-lama bersamaan dengannya sehingga buru-buru mengusirnya pergi. Namun dia memang harus pulang sejenak untuk mengambil barang-barangnya dan datang lagi.“Ayo ….”Willy tidak menyangka perempuan itu akan menyetujuinya dengan begitu cepat. Dia terdiam beberapa detik, setelah itu mengikuti langkah perempuan itu. Setelah mengantar Winda kembali, Willy langsung pergi tanpa masuk terlebih dahulu.Bi Citra dat
Begitu Winda masuk, terlihat Luna yang duduk di sofa dengan wajah keruh.“Pa, kenapa dia ada di sini?” tanya Luna sambil menatap James dengan raut tidak suka.Sebelum James sempat berkata-kata, Luna berdiri dari sofa dan berjalan ke hadapan Winda. Dia tertawa dan berkata, “Kak, sudah pulang?”Winda merasa jijik dengan senyuman Luna itu. Dia enggan menatap perempuan itu dan langsung berjalan ke arah sofa dan duduk di sana. Senyuman di bibir Luna berubah kaku dan sebersit sorot marah melintas di matanya.Melihat pelayan yang membawa minuman, dia mengulas sebuah senyum bengis. Bi Lina memberikan gelas tersebut dan melihat tangan Winda yang terbalut perban. Dia terkejut dan berkata, “Wah, Non kenapa?”James menoleh dan melihat kedua tangannya yang dibalut perban. Dengan aneh dia bertanya, “Tangan kamu kenapa? Kenapa bisa terluka begitu?” Winda menoleh dan menatap Luna sekilas sambil berkata, “Nanti baru dibahas.”“Bi Lina.” Winda meletakkan gelas minuman dan ekspresinya terlihat tidak sen
“Pa!” Winda menatap ayahnya dengan tidak percaya sambil berseru, “Ternyata aku orang yang seperti itu di pandangan Papa?! Papa lupa kalau aku adalah putrinya Sinta! Aku perlu cara seperti itu untuk dilihat orang?”Mendengar nama Sinta disebut, wajah James berubah kaku.“Apa pun itu, kamu nggak boleh rebutan dengan adikmu!”Winda hanya tertawa miring dan berkata, “Kalau aku diminta pulang hanya untuk dengar basa-basi nggak jelas seperti ini, lebih baik aku nggak mau meladeninya.”Dia bangkit berdiri dari sofa dan menatap ayahnya penuh kekecewaan sambil berkata, “Bukannya Papa tanya kenapa aku bisa terluka seperti ini? Ok, sekarang aku kasih tahu alasannya karena kemarin malam ada orang yang mau membunuhku! Kalau bukan karena Hengky yang berjuang menolongku, sekarang yang Papa lihat adalah jasadku!”James terlihat terkejut dan dengan cepat bertanya, “Apa yang sebenarnya terjadi? Kamu menyinggung orang?”“Memangnya bisa terjadi apa? Ada orang yang mau menyingkirkanku,” kata Winda sambil m
Winda berjalan keluar dari Vila dengan Luna yang mengejarnya dan menggunakan tubuhnya untuk menghalangi jalan Winda. Luna seperti takut bahwa Winda pergi dan bergegas berkata, “Kak, aku rasa di antara kita ada sedikit salah paham. Aku harus menjelaskan masalah tadi pada Kakak.”“Menjelaskan? Memangnya harus?” tanya Winda dengan sebelah alis terangkat.“Tentu saja ada! Kalau nggak dijelaskan, Kakak akan terus salah paham sama aku dan mempengaruhi hubungan kita. Papa juga akan sedih karena hal ini,” ujar Luna dengan cepat.Melihat wajah perempuan itu yang sok polos membuat Winda kesal. “Di antara kita memang nggak ada kesalahpahaman. Luna, kamu masih mau terus bersandiwara? Apakah masih masuk akal?”Ekspresi Luna terlihat kaku, dia menunduk dengan tatapan penuh kebencian.“Aku tahu kamu nggak percaya denganku, tapi aku ada alasan sendiri kenapa melakukan itu. Aku hanya khawatir Kakak dibohongi oleh orang lain. Makanya aku kasih tahu Papa masalah ini, aku-““Luna, kamu anggap aku anak kec
“Winda bilang kalau Hengky terluka parah karena menolong dia. Aku coba cari informasi di rumah sakit dulu,” ujar Luna. Setiap membahas Hengky, Luna selalu merasa iri di hatinya.Kalau dulu James tidak menikah dengan Sinta, maka hanya ada dia seorang yang akan dijodohkan dengan keluarga Atmaja. Semua karena adanya Winda di dunia ini. Perempuan itu merebut semua yang seharusnya menjadi milik Luna, baik itu warisan keluarga Atmaja atau pun Hengky pasti akan direbut kembali oleh Luna suatu saat nanti.Clara mengangguk dan mengingat kembali ucapan Winda yang dikatakan di depan James. Dengan panik dia berkata, “Papa kamu ada ngomong apa setelah Winda pergi?”Luna menggelengkan kepala dan dengan ekspresi keruh berkata, “Meski Papa masih membelaku, tapi aku bisa merasakan kalau dia mulai curiga denganku. Bagaimana pun hal ini ada hubungannya dengan keluarga Pranoto. Kalau sampai Winda tahu sesuatu, kemungkinan Papa juga nggak akan bisa melindungi kita. Aku harus segera cari cara!”Jika tidak m
Surat Perceraian.Dua kata itu membuat jantungnya berhenti berdetak dan ulu hatinya seperti dihantam dengan kuat. Dia tidak menyangka ternyata Hengky tidak sabar sekali ingin bercerai dengannya. Bisa-bisanya dia mempersiapkan surat perceraian ketika masih berada di rumah sakit.Winda memegang surat cerai dengan tatapan yang penuh akan luka. Dia berkata dengan suara bergetar, “Hengky, ini-”Mata hitam dan gelap milik Hengky menatap wajah perempuan itu dan dengan dingin memotong ucapan Winda, “Aku sudah tanda tangan. Coba kamu lihat dulu dan kalau nggak ada masalah, kamu bisa langsung tanda tangan saja.”Ketika pagi tadi dia mengantarkan neneknya, mendadak Nenek memberikan surat cerai ini padanya dan memberitahu bahwa Winda sudah setuju untuk menandatangani surat perceraian. Winda tengah bersikap baik padanya demi surat ini, bukan? Sekarang Hengky mewujudkan impian perempuan itu dengan bercerai dengannya dan membebaskannya.Winda mengepalkan tangannya hingga kukunya menusuk ke dalam dagi
Hengky hanya lanjut menyesap sop nya dengan santai.Willy mengendus aroma wangi dan merasa lapar. Dia berjalan masuk sambil bertanya, “Ada jatah aku, nggak?”“Nggak ada,” jawab Hengky dengan cepat.“Cih! Nggak tahu terima kasih!” decak Willy dan lanjut berkata, “Aku mati-matian demi kalian. Tapi satu sendok pun nggak ada untukku?!”Hengky mendongak dan berkata, “Ngomong yang serius!”“Apa yang kamu bilang memang benar. Masalah kemarin malam memang bukan murni kecelakaan,” kata Willy sambil memberikan amplop dokumen pada Hengky.Setelah itu dia kembali berkata, “Baru saja terlacak kalau nama sopir yang menabrak kemarin bernama Bimo dan berusia 37 tahun. Dia orang dari luar kota dan nggak ada pekerjaan tetap. Hobinya hanya berjudi dan akhirnya hutang dengan rentenir. Dia nggak bisa bayar hutangnya sama sekali,”“Dua hari yang lalu ada uang yang mendadak masuk ke rekeningnya sebesar satu miliar. Kemarin malam dia beli mobil dengan uang itu. Mobil yang menabrak kalian.”Hengky menatap foto
Willy tercenung dan dengan terkejut berseru, “Kenapa kamu bisa tahu?!”Namun dari hitungan waktu ada yang salah. Seharusnya Luna lebih tua dibandingkan Winda.“Winda yang kasih tahu aku. Kamu pikir James bakalan mau jaga anak orang?”Willy berpikir sesaat dan bergumam, “Benar juga, pantas saja James langsung bawa Luna dan Clara ke rumah begitu istrinya meninggal..”“Masalah ini jangan kasih tahu dia dulu. Kita cari tahu dulu.” Hengky memasukkan kembali dokumen ke dalam amplop dan mengembalikannya lagi pada Willy.“Ok.” Willy mengangguk dan menerima dokumen tersebut. Ketika dia menunduk, matanya menangkap surat perceraian yang ada di dalam tong sampah. Alisnya seketika terangkat sebelah.“Aku pikir kamu hanya sembarangan bicara saja, ternyata kamu beneran mau cerai? Jangan bilang sama aku kalau kamu beneran suka sama Yuna?”“Apa yang kamu bicarakan?” tanya Hengky sambil menatap lelaki itu. Keningnya berlipat dalam sambil memandangi surat cerai yang sudah tersobek-sobek itu sambil berkat
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a