“Seharusnya kalian dari awal nggak boleh menikah. bukannya kamu nggak tahu kalau dia-“Hengky mengangkat tangannya untuk menghentikan ucapan Willy. Melihat ekspresi lelah lelaki itu, Willy hanya bisa menghela napas dan berkata, “Sudahlah, aku nggak ngomong tentang dia lagi. Tapi aku tetap nggak terima. Aku nggak akan melepaskan Jefri begitu saja.”“Jangan keterlaluan, Winda ….”“Iya, iya,” potong Willy tidak sabar. “Aku urus dulu masalah ini, kamu nggak perlu ikut campur. Kalau Winda marah, minta dia cari aku saja.”Melihat raut kesal Hengky membuat Willy tidak melanjutkan ucapannya lagi dan berkata, “Aku nggak bahas lagi, kamu istirahat saja dan aku mau urus kerjaan dulu.”“Iya,” sahut Hengky sambil memijat keningnya.Willy mengambil dokumennya dan berbalik keluar dari kamar. Winda yang baru keluar dari kamar rawat Santo melihat sosok mencurigakan di ujung lorong rumah sakit. Dia berpikir sejenak dan memutuskan untuk menghampiri orang itu.Akan tetapi setelah dia tiba di ujung lorong,
Sekarang orang yang paling dia benci adalah Jefri!“Jangan pura-pura!” sahut Willy dengan suara dingin. Dia tersenyum miring dan berkata, “Seluruh orang di kota ini tahu kalau kamu suka dengan Jefri. Bukannya kamu dulu menikah dengan Hengky karena Jefri menolakmu? Demi membuat Jefri kesal makanya kamu menikah, ‘kan?”Winda mengerutkan keningnya dan dengan tegas berkata, “Nggak! Aku dan Hengky menikah karena keluarga kami sudah melakukan perjodohan. Apa hubungannya dengan Jefri?”Willy tertawa sinis dan berkata, “Jefri sendiri yang bilang sama Hengky, dia bilang di depanku juga!”“Jefri yang bilang?” ulang Winda dengan suara meninggi.“Kamu-“Sebelum Willy selesai berkata apa pun, Winda memotong ucapan itu dengan nada penuh emosi, “Aku demi dia?! Kenapa dia begitu nggak tahu malu?!”Willy terdiam dan tampak terkejut.“Aku mengaku kalau pernikahanku dengan Hengky memang bukan atas dasar keinginanku. Tapi pernikahanku nggak ada hubungannya dengan Jefri!”Winda tidak menyangka kalau Jefri
“Nggak. Rumah sakit ini punya Willy, semua karyawannya menjaga rahasia dan tutup mulut. Kalau aku langsung tanya mereka, pasti mereka akan curiga. Tapi ….” Luna menggantungkan ucapannya. Dia juga bukannya tidak mendapatkan apa pun.Dari sikap Willy pada Winda tadi, sepertinya hubungan perempuan itu dengan Hengky sudah di ujung tanduk. Hanya dengan sedikit percikan api lagi, maka mereka akan cerai! Tanpa adanya bantuan Hengky, tidak sulit bagi Luna untuk melawan Winda.Namun yang membuatnya sedikit tidak menyangka adalah sikap Winda pada Jefri. Dulu perempuan itu sangat patuh dan menuruti ucapan Jefri. Kenapa sekarang Winda terlihat marah dan tidak mau mendengarkan ucapan lelaki itu lagi? Bahkan dia menjelaskan hubungannya dengan Jefri pada Willy. Sepertinya keadaannya tidak bagus!Kalau sampai Winda terus kehilangan kendalinya, maka semuanya akan semakin sulit.“Tapi kenapa?” tanya Clara yang tidak mendapat sahutan apa pun dari seberang sana. Mendadak dia menjadi gugup dan panik.Luna
Suara Luna terdengar kecewa dan membuat Jefri tidak tega untuk menolak.“Baiklah, kamu kirim alamatnya saja.”Mendengar Jefri menyetujuinya membuat Luna tersenyum puas. Setelah sambungan telepon terputus, dia buru-buru mengirimkan alamat rumah sakit Winda pada lelaki itu.Saat Winda kembali ke kamar inap, dia melihat Hengky yang bersiap untuk rapat melalui sambungan video. Melihat dirinya masuk, lelaki itu mendongak dan berkata, “Kamu pulang saja dan jangan datang lagi.”Winda kaku sejenak dan tanpa bersuara dia melangkah ke arah meja untuk membereskan termos sop yang dia bawa. Winda memaksakan seulas senyuman dan bertanya, “Malam mau makan apa? Biar aku buatkan.”“Nggak perlu,” jawab Hengky tanpa melihatnya. Dia lanjut bekerja sambil berkata dengan suara dingin, “Willy akan aturkan semuanya, kamu nggak perlu-““Sudahlah, biar aku saja yang menentukan mau masak apa. Kamu lanjut kerja dulu, aku mau balik,” potong Winda sambil menahan rasa perih di hatinya di balik senyumannya.Tanpa men
Lumayan?Kening Winda berkerut. Dia mengambil setengah mangkok bubur dan mencicipinya. Sepertinya rasanya sedikit keasinan. Karena tangannya sedang terluka, Winda kesulitan melakukan sesuatu. Tangannya bahkan terkena panasnya panci ketika memasak tadi.“Tangan kamu kenapa?” tanya Hengky yang melihat bekas luka di pergelangan tangan perempuan itu.Winda meletakkan kembali sendoknya dan menyembunyikan tangannya sambil menggelengkan kepalanya dan berkata, “Nggak apa-apa. Kamu cepat habiskan mumpung masih panas, kalau sudah din-“Tanpa menunggu perempuan itu menyelesaikan kalimatnya, Hengky menarik tangan Winda dan memperhatikannya lebih saksama. Keningnya berlipat lumayan dalam. Bagian dalam pergelangan tangan perempuan itu terdapat jejak berwarna merah sebesar kepalan tangan. Di bagian tengahnya ada benjolan air sebesar jari kuku. Terlihat sangat kontras sekali di kulit putih mulus milik Winda.“Kok bisa kena?” tanya Hengky dengan suara berat. Dia melihat Winda dengan sorot tajam.Teling
Bulu mata Hengky bergetar. Tangan yang ada di atas meja terkepal erat dengan sebersit emosi yang berkilat di matanya. Suasana di ruangan itu menjadi sunyi dan hanya bisa terdengar suara detakan jantung dari mereka masing-masing.Hengky tidak menjawab, sedangkan Winda terus menatapnya. Sebersit harapan yang tersisa sudah menghilang dalam keheningan Hengky. Setengah menit kemudian, kepalan tangan Hengky terbuka dan dia tertawa miring sambil menatap Winda.“Winda, kepercayaan diri dari mana yang kamu dapatkan? Kamu pikir aku bisa suka dengan perempuan seperti kamu?”Sisa titik binar paling terakhir di bola mata Winda meredup. Dia menunduk dan menatap jari kakinya dengan perih di hatinya yang membuatnya sulit untuk bernapas. Sebuah suara dari dasar hatinya membisikkan dirinya untuk menyerah saja. Semua hanya mimpi bagi Winda karena orang yang disukai oleh Hengky adalah Yuna.Akan tetapi akal sehatnya tidak bisa melawan jantungnya yang berdegup demi Hengky. Saat awal-awal dia hidup kembali,
"Apa kamu benar-benar rela mengorbankan harga diri hanya gara-gara Jefri?" Hengky semakin erat mencengkeram lengan Winda, tatapan marah meluap dari matanya. "Winda, kenapa kamu bisa berubah jadi kayak gini, sih?"Winda terkejut dan bingung dengan pertanyaan Hengky. Dengan raut wajah yang penuh kebingungan, dia menjawab, "Apanya yang gara-gara Jefri? Aku melakukan ini demi kamu, bukan demi Jefri!"Kemarahan Hengky malah semakin menjadi, dia menghela nafas dingin dan berkata, "Aku sudah sabar banget sama kamu. Jangan coba-coba nguji kesabaranku lagi. Jangan juga maksa turun tangan sama Jefri."Seandainya bukan karena Hengky sendiri yang mendengar percakapan Jefri di telepon, mungkin saja Winda akan terus bermain-main dengan kebohongannya.Demi Hengky? Hah! Bercanda!“Tunggu,” Winda seperti menyadari sesuatu, kemudian bertanya, “Hengky, kamu nggak lagi cemburu, ‘kan?”Hengky menatap Winda dingin, tatapannya penuh dengan ketidakpedulian.“Apa kamu lagi salah paham? Barusan aku cium kamu, y
Hengky lagi-lagi menunjukkan ekspresi dinginnya. Giginya bergemeretak sambil mengerang dingin, “Kamu nggak lagi bohong sama aku? Kalau gitu, kenapa kamu masih rayain ulang tahun Jefri, hah? Dia nggak mungkin nyulik kamu, bawa kamu ke sana, ‘kan?”Winda menangkap sindiran dalam kalimat Hengky. Hatinya perih serasa tertusuk duri. Sambil menahan sakit di hatinya, Winda melanjutkan penjelasannya. “Waktu itu Luna ngajak aku ngerayain ulang tahun Jefri. Aku nggak mau. Terus dia nelpon aku, bilang dia lagi mabuk. Orang-orang di sana maksa Luna buat terus minum, nggak bolehin dia pergi. Luna minta aku buat jemput dia di telpon. Suara Luna kedengarannya nggak bagus di telpon, aku khawatir, jadi aku ke sana.” “Tadinya aku mau jemput Luna terus langsung pergi. Tapi mereka malah maksa Luna minum dua gelas terakhir. Luna sudah nggak bisa jalan tegak lagi kelihatannya, jadinya aku bantu dia minum kedua gelas minuman itu. Tapi setelah minum, aku nggak sadar. Pas sudah sadar, aku malah sudah dibawa
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a