Surat Perceraian.Dua kata itu membuat jantungnya berhenti berdetak dan ulu hatinya seperti dihantam dengan kuat. Dia tidak menyangka ternyata Hengky tidak sabar sekali ingin bercerai dengannya. Bisa-bisanya dia mempersiapkan surat perceraian ketika masih berada di rumah sakit.Winda memegang surat cerai dengan tatapan yang penuh akan luka. Dia berkata dengan suara bergetar, “Hengky, ini-”Mata hitam dan gelap milik Hengky menatap wajah perempuan itu dan dengan dingin memotong ucapan Winda, “Aku sudah tanda tangan. Coba kamu lihat dulu dan kalau nggak ada masalah, kamu bisa langsung tanda tangan saja.”Ketika pagi tadi dia mengantarkan neneknya, mendadak Nenek memberikan surat cerai ini padanya dan memberitahu bahwa Winda sudah setuju untuk menandatangani surat perceraian. Winda tengah bersikap baik padanya demi surat ini, bukan? Sekarang Hengky mewujudkan impian perempuan itu dengan bercerai dengannya dan membebaskannya.Winda mengepalkan tangannya hingga kukunya menusuk ke dalam dagi
Hengky hanya lanjut menyesap sop nya dengan santai.Willy mengendus aroma wangi dan merasa lapar. Dia berjalan masuk sambil bertanya, “Ada jatah aku, nggak?”“Nggak ada,” jawab Hengky dengan cepat.“Cih! Nggak tahu terima kasih!” decak Willy dan lanjut berkata, “Aku mati-matian demi kalian. Tapi satu sendok pun nggak ada untukku?!”Hengky mendongak dan berkata, “Ngomong yang serius!”“Apa yang kamu bilang memang benar. Masalah kemarin malam memang bukan murni kecelakaan,” kata Willy sambil memberikan amplop dokumen pada Hengky.Setelah itu dia kembali berkata, “Baru saja terlacak kalau nama sopir yang menabrak kemarin bernama Bimo dan berusia 37 tahun. Dia orang dari luar kota dan nggak ada pekerjaan tetap. Hobinya hanya berjudi dan akhirnya hutang dengan rentenir. Dia nggak bisa bayar hutangnya sama sekali,”“Dua hari yang lalu ada uang yang mendadak masuk ke rekeningnya sebesar satu miliar. Kemarin malam dia beli mobil dengan uang itu. Mobil yang menabrak kalian.”Hengky menatap foto
Willy tercenung dan dengan terkejut berseru, “Kenapa kamu bisa tahu?!”Namun dari hitungan waktu ada yang salah. Seharusnya Luna lebih tua dibandingkan Winda.“Winda yang kasih tahu aku. Kamu pikir James bakalan mau jaga anak orang?”Willy berpikir sesaat dan bergumam, “Benar juga, pantas saja James langsung bawa Luna dan Clara ke rumah begitu istrinya meninggal..”“Masalah ini jangan kasih tahu dia dulu. Kita cari tahu dulu.” Hengky memasukkan kembali dokumen ke dalam amplop dan mengembalikannya lagi pada Willy.“Ok.” Willy mengangguk dan menerima dokumen tersebut. Ketika dia menunduk, matanya menangkap surat perceraian yang ada di dalam tong sampah. Alisnya seketika terangkat sebelah.“Aku pikir kamu hanya sembarangan bicara saja, ternyata kamu beneran mau cerai? Jangan bilang sama aku kalau kamu beneran suka sama Yuna?”“Apa yang kamu bicarakan?” tanya Hengky sambil menatap lelaki itu. Keningnya berlipat dalam sambil memandangi surat cerai yang sudah tersobek-sobek itu sambil berkat
“Seharusnya kalian dari awal nggak boleh menikah. bukannya kamu nggak tahu kalau dia-“Hengky mengangkat tangannya untuk menghentikan ucapan Willy. Melihat ekspresi lelah lelaki itu, Willy hanya bisa menghela napas dan berkata, “Sudahlah, aku nggak ngomong tentang dia lagi. Tapi aku tetap nggak terima. Aku nggak akan melepaskan Jefri begitu saja.”“Jangan keterlaluan, Winda ….”“Iya, iya,” potong Willy tidak sabar. “Aku urus dulu masalah ini, kamu nggak perlu ikut campur. Kalau Winda marah, minta dia cari aku saja.”Melihat raut kesal Hengky membuat Willy tidak melanjutkan ucapannya lagi dan berkata, “Aku nggak bahas lagi, kamu istirahat saja dan aku mau urus kerjaan dulu.”“Iya,” sahut Hengky sambil memijat keningnya.Willy mengambil dokumennya dan berbalik keluar dari kamar. Winda yang baru keluar dari kamar rawat Santo melihat sosok mencurigakan di ujung lorong rumah sakit. Dia berpikir sejenak dan memutuskan untuk menghampiri orang itu.Akan tetapi setelah dia tiba di ujung lorong,
Sekarang orang yang paling dia benci adalah Jefri!“Jangan pura-pura!” sahut Willy dengan suara dingin. Dia tersenyum miring dan berkata, “Seluruh orang di kota ini tahu kalau kamu suka dengan Jefri. Bukannya kamu dulu menikah dengan Hengky karena Jefri menolakmu? Demi membuat Jefri kesal makanya kamu menikah, ‘kan?”Winda mengerutkan keningnya dan dengan tegas berkata, “Nggak! Aku dan Hengky menikah karena keluarga kami sudah melakukan perjodohan. Apa hubungannya dengan Jefri?”Willy tertawa sinis dan berkata, “Jefri sendiri yang bilang sama Hengky, dia bilang di depanku juga!”“Jefri yang bilang?” ulang Winda dengan suara meninggi.“Kamu-“Sebelum Willy selesai berkata apa pun, Winda memotong ucapan itu dengan nada penuh emosi, “Aku demi dia?! Kenapa dia begitu nggak tahu malu?!”Willy terdiam dan tampak terkejut.“Aku mengaku kalau pernikahanku dengan Hengky memang bukan atas dasar keinginanku. Tapi pernikahanku nggak ada hubungannya dengan Jefri!”Winda tidak menyangka kalau Jefri
“Nggak. Rumah sakit ini punya Willy, semua karyawannya menjaga rahasia dan tutup mulut. Kalau aku langsung tanya mereka, pasti mereka akan curiga. Tapi ….” Luna menggantungkan ucapannya. Dia juga bukannya tidak mendapatkan apa pun.Dari sikap Willy pada Winda tadi, sepertinya hubungan perempuan itu dengan Hengky sudah di ujung tanduk. Hanya dengan sedikit percikan api lagi, maka mereka akan cerai! Tanpa adanya bantuan Hengky, tidak sulit bagi Luna untuk melawan Winda.Namun yang membuatnya sedikit tidak menyangka adalah sikap Winda pada Jefri. Dulu perempuan itu sangat patuh dan menuruti ucapan Jefri. Kenapa sekarang Winda terlihat marah dan tidak mau mendengarkan ucapan lelaki itu lagi? Bahkan dia menjelaskan hubungannya dengan Jefri pada Willy. Sepertinya keadaannya tidak bagus!Kalau sampai Winda terus kehilangan kendalinya, maka semuanya akan semakin sulit.“Tapi kenapa?” tanya Clara yang tidak mendapat sahutan apa pun dari seberang sana. Mendadak dia menjadi gugup dan panik.Luna
Suara Luna terdengar kecewa dan membuat Jefri tidak tega untuk menolak.“Baiklah, kamu kirim alamatnya saja.”Mendengar Jefri menyetujuinya membuat Luna tersenyum puas. Setelah sambungan telepon terputus, dia buru-buru mengirimkan alamat rumah sakit Winda pada lelaki itu.Saat Winda kembali ke kamar inap, dia melihat Hengky yang bersiap untuk rapat melalui sambungan video. Melihat dirinya masuk, lelaki itu mendongak dan berkata, “Kamu pulang saja dan jangan datang lagi.”Winda kaku sejenak dan tanpa bersuara dia melangkah ke arah meja untuk membereskan termos sop yang dia bawa. Winda memaksakan seulas senyuman dan bertanya, “Malam mau makan apa? Biar aku buatkan.”“Nggak perlu,” jawab Hengky tanpa melihatnya. Dia lanjut bekerja sambil berkata dengan suara dingin, “Willy akan aturkan semuanya, kamu nggak perlu-““Sudahlah, biar aku saja yang menentukan mau masak apa. Kamu lanjut kerja dulu, aku mau balik,” potong Winda sambil menahan rasa perih di hatinya di balik senyumannya.Tanpa men
Lumayan?Kening Winda berkerut. Dia mengambil setengah mangkok bubur dan mencicipinya. Sepertinya rasanya sedikit keasinan. Karena tangannya sedang terluka, Winda kesulitan melakukan sesuatu. Tangannya bahkan terkena panasnya panci ketika memasak tadi.“Tangan kamu kenapa?” tanya Hengky yang melihat bekas luka di pergelangan tangan perempuan itu.Winda meletakkan kembali sendoknya dan menyembunyikan tangannya sambil menggelengkan kepalanya dan berkata, “Nggak apa-apa. Kamu cepat habiskan mumpung masih panas, kalau sudah din-“Tanpa menunggu perempuan itu menyelesaikan kalimatnya, Hengky menarik tangan Winda dan memperhatikannya lebih saksama. Keningnya berlipat lumayan dalam. Bagian dalam pergelangan tangan perempuan itu terdapat jejak berwarna merah sebesar kepalan tangan. Di bagian tengahnya ada benjolan air sebesar jari kuku. Terlihat sangat kontras sekali di kulit putih mulus milik Winda.“Kok bisa kena?” tanya Hengky dengan suara berat. Dia melihat Winda dengan sorot tajam.Teling