“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Willy sambil melihat mobil yang sudah gosong.“Santo selalu stabil selama mengemudi dan nggak pernah terjadi kecelakaan. Kenapa kali ini bisa kecelakaan?”Winda mendekat dan berkata, “Mereka kecelakaan karena mau menolongku. Waktu itu ada mobil yang melaju ke arahku dengan cepat. Kalau bukan karena Santo yang menabrak mobil itu, kemungkinan sekarang aku sudah mati.”Wajah Willy berubah seketika. Dia melihat Winda dengan sebersit sorot marah dan juga dingin. Akan tetapi, di hadapan Hengky dia tidak bisa melampiaskannya.“Aku sudah lapor ke pihak berwajib, mungkin sebentar lagi akan tiba. Aku antar kalian untuk periksa dulu di rumah sakit.”Willy melirik ke arah anak buahnya yang ada di sampingnya. Anak buahnya itu buru-buru melihat keadaan mobil yang ditabrak oleh Santo tadi. Satu menit kemudian, dia berjalan kembali dan menggelengkan kepalanya sambil berkata,“Pak Willy, orangnya sudah terbakar dan sudah tewas.”Willy mengangguk dan berkata pada Hen
Tubuh Hengky kaku seketika. Dari samping telinganya terdengar suara Winda yang berkata, “Hengky, janji sama aku jangan melakukan hal seperti ini lagi, ya?”Hengky merasakan air mata hangat yang mengalir di bahunya. Suara Winda terdengar sangat ketakutan dan juga bergetar hebat sambil berkata, “Waktu aku lihat kamu terbaring di sana dalam keadaan penuh darah, aku takut kamu nggak bernapas lagi. Aku takut kamu nggak bangun lagi ….”Winda jauh lebih takut dia membunuh Hengky lagi.Mendengar isakan Winda membuat hati Hengky bergetar. Dia mengelus rambut panjang Winda sambil berkata dengan suara pelan, “Sudah, jangan menangis lagi, bukannya aku baik-baik saja?”Winda melepaskan pelukannya dan duduk tegap. Kedua matanya yang jernih menatap lelaki itu dan dengan nada yang sulit dijelaskan dia kembali berkata, “Kamu harus janji sama aku, apa pun yang terjadi, kamu nggak boleh membuat dirimu dalam keadaan yang berbahaya.”Hengky berkata dengan pelan, “Bukan aku yang menolongmu, Santo yang-““He
Perawat meminta Winda duduk dan hendak membersihkan luka perempuan itu.“Saya saja,” pinta Hengky sambil menerima obat tersebut. Dia melihat Winda dan berkata, “Letakkan kakimu di pahaku.”Dengan wajah memerah Winda berkata dengan suara pelan, “Aku sendiri saja.”Hengky langsung membawa perempuan itu mendekat dan mengangkat kakinya untuk dibersihkan. Luka di kaki tidak parah dan hanya goresan kecil. Akan tetapi pergelangannya sangat bengkak. Ketika Hengky baru menyentuh pergelangan kaki perempuan itu, Winda langsung kesakitan. Dia tidak bersuara dan hanya mengerutkan keningnya menahan sakit.Wajah Hengky mengeras dan dia berkata pada dokter, “Periksa dia, lihat apakah kena tulang atau tidak.”Dokter membungkuk dan memeriksa keadaan kaki Winda. Dia mencoba memijat kaki kanan dan kiri Winda yang seketika pucat pasi. Secara refleks dia menarik kakinya karena rasa sakit tersebut.“Kenapa?” tanya Hengky.Dokter menggeleng dan berkata, “Tulangnya nggak kenapa-kenapa, hanya terkilir saja. Ole
“Waktu itu kamu nggak di mobil?” tanya Willy seperti telah mengetahui sesuatu sambil menatap Winda.Perempuan itu mengangguk dengan ekspresi bersalah dan berkata, “Waktu itu aku dan Hengky berantem kecil dan aku langsung turun. Setelah itu Santo melajukan mobilnya menjauh dan aku tetap berjalan kaki. Sekitar 20 menit kemudian, dari arah belakang datang sebuah mobil yang mengarah padaku,”“Aku terkejut dan nggak bisa bergerak. Waktu aku sudah bisa mencerna apa yang terjadi, mobilnya Hengky sudah menabrak mobil yang melaju ke arahku.”Sekarang semakin banyak poin yang mencurigakan. Semua yang terjadi seperti sudah direncanakan sejak awal. Wajah Willy terlihat semakin tegang dan dengan suara berat berkata, “Dari ceritamu, orang itu sepertinya menyerangmu, bukan Hengky. Akhir-akhir ini kamu ada menyinggung seseorang? Atau kamu ada mencurigai seseorang?”Winda terdiam dengan ekspresi menggelap. Dia memang mencurigai seseorang, tetapi kalau memberitahu Willy sudah dipastikan Hengky akan meng
Namun Willy tidak merasakan ada sesuatu yang besar dari hal ini. Hengky adalah pengusaha dan ada beberapa acara yang mewajibkan dia membawa pasangan untuk hadir. Sedangkan Winda tidak ingin orang lain mengetahui hubungannya dengan Hengky, oleh karena itu Hengky hanya bisa mencari bantuan dari perempuan lainnya.Apalagi hubungan Winda dengan Jefri masih tidak jelas. Dia tidak ada hak menyalahkan Hengky. Akan tetapi, sikap Winda ini membuat Willy merasa aneh dan berkata,“Ada orang yang nggak bersyukur dan buta, dan tentunya ada orang yang pintar menangkap kesempatan. Lelaki kaya dan tampan seperti Hengky memangnya akan kekurangan perempuan?”Jawaban Willy membuat Winda menyadarinya. Lelaki itu tengah mengatakan dirinya tidak bersyukur dan buta. Akan tetapi ucapan lelaki itu membuat Winda salah paham sepenuhnya dengan hubungan Hengky dan Yuna. Dengan wajah pucat pasi dan menertawakan dirinya sendiri Winda berkata,“Apa yang kamu katakan memang benar. Seharusnya aku periksa mataku ke dokt
Willy melihat Hengky sekilas dan tidak berbicara apa pun. Dia membawa Santo menemui dokter untuk menanyakan kondisi kedua lelaki itu. Tersisa Hengky dan Winda sendiri di dalam ruangan itu.Winda menatap perban yang ada di kepala Hengky dengan mata memerah. Dengan iba dia berkata, “Sakit, ya?”Melihat mata memerah perempuan itu membuat perasaan Hengky berantakan. Beberapa menit kemudian, Hengky mengalihkan tatapannya dan berkata, “Aku minta Willy antar kamu pulang.”Winda tercenung sesaat dan buru-buru menolak, “Aku nggak mau pulang, aku mau tinggal di sini menjagamu.”Sikap perempuan itu membuat Hengky teringat dengan telepon Jefri. Wajah lelaki itu berubah kaku dan sebersit emosi melintas di wajahnya.“Aku nggak butuh kamu untuk jaga aku.”Winda terlihat bingung dan juga sedih. Dia tidak tahu kenapa hanya dalam waktu satu jam saja bisa membuat Hengky berubah menjadi orang yang berbeda. Sikapnya menjadi dingin dan juga asing. Hengky yang seperti ini membuatnya merasa takut.Perempuan i
“Dia ….”“Kamu jangan bawel! Buruan masuk saja,” kata Willy sambil mendorong lelaki itu masuk dan menutup pintu.Di dalam kamar hanya tersisa mereka berdua. Mendadak situasi dalam kamar menjadi sedikit canggung. Hengky terdiam beberapa saat di depan pintu dan berkata, “Aku mandi dulu.”Tubuh mereka berdua penuh dengan lumpur dan darah. Bagi Hengky yang sangat gila bersih tentu saja tidak akan tahan. Melihat Hengky yang melangkah ke toilet, Winda buru-buru melempar selimut dan mengikuti lelaki itu masuk ke kamar mandi.Saat Hengky bersiap menutup pintu, Winda melangkahkan satu kakinya masuk ke dalam. Kedua kening lelaki itu berlipat dan bertanya, “Kenapa kamu ikut masuk?”Winda mengangkat wajahnya yang kotor dan sedikit memerah sambil berkata dengan nada malu, “Luka kamu nggak boleh kena air, sebaiknya aku yang bantu kamu bersihkan saja.”Wajah Hengky berubah kaku dan dia berdeham sambil berkata, “Nggak perlu, aku sendiri saja-“Winda langsung berlalu melewati sisi lelaki itu dan membuk
Untuk pertama kalinya mereka tidur bersama dan tentu saja tidak terbiasa. Hengky langsung mengambil posisi di paling ujung dan membelakangi Winda. Sedangkan Winda hanya bisa menghela napas sambil menatap punggung lelaki itu.Teringat respons Hengky sebelumnya membuat Winda tidak berani mendekati lelaki itu lagi. Tidak butuh waktu yang lama bagi keduanya untuk terlelap karena terlalu lelah. Mendengar suara napas Winda yang teratur, Hengky membuka matanya dan membalikkan tubuhnya. Dia melihat Winda yang terlelap dengan sorot yang sulit dijelaskan.Keesokannya Winda terbangun karena suara berisik. Dia membuka matanya yang berat dan sedetik kemudian ada yang menyingkap selimutnya.“Kamu masih bisa tidur setelah buat Hengky seperti itu?!”Sebuah suara nyaring terdengar di telinganya dan membuat Winda menggaruk rambutnya kesal. Dia duduk dan menatap orang yang tengah berbicara itu dengan mata menyipit. Seorang perempuan paruh baya yang terawat dan juga anggun terlihat di depannya. Meski usia