Winda tampak ragu sesaat kemudian dengan cepat memutuskan untuk pergi dari sana. Tiba-tiba suara lemah seorang lelaki terdengar dari belakangnya.“To-tolong aku ….”Langkah kaki Winda terhenti dan dia berbalik melihat pria paruh baya tersebut. Dia tampak dengan susah payah mengangkat wajahnya yang dipenuhi noda darah. Bahkan bola matanya juga terdapat noda darah dan menatapnya penuh akan sorot memohon dan minta tolong.Melihat Winda yang berbalik ke arahnya membuat lelaki itu tampak mendapatkan harapan. Dia mengangkat tangannya dan berkata, “Aku mohon tarik aku keluar.”Di waktu yang bersamaan, bensin yang mengalir keluar semakin lama semakin banyak. Aroma tersebut semakin menusuk hidung Winda. Mereka tahu kalau mobil itu akan meledak sewaktu-waktu.Winda tahu kalau tidak akan sempat baginya untuk menolong orang. Apalagi orang itu nyaris menabraknya karena menyetir dalam keadaan mabuk. Dia tidak mungkin mengorbankan dirinya sendiri demi lelaki itu.Detik itu juga dia membuat keputusan
Napas Hengky naik turun dan dengan suara tajam berkata, “Siapa yang memintamu mendekati mobil? Kamu … kamu tahu itu sangat berbahaya?!”“Aku tahu,” jawab Winda dengan suara isakan. Dia memeluk pinggang Hengky dengan erat dan dengan terisak berkata, “Hengky, kamu harus bertahan. Aku sudah telepon Willy dan dia akan segera datang menolong kita.”Mendengar suara tangis Winda membuat Hengky mengelus wajah perempuan itu dan berkata dengan nada pasrah, “Winda, kamu memang merepotkan.”Wajah Winda pucat pasi. Kalimat itu sudah diucapkan oleh Hengky ketika di mobil, tetapi Winda menepisnya. Akan tetapi, sekarang dia menyadari kalau dirinya ternyata pembawa sial bagi Hengky. Semenjak lelaki itu bertemu dengannya, tidak pernah hal yang baik terjadi pada Hengky.Hengky dulu juga mati dalam kobaran api karena menolongnya, ternyata sekarang dia nyaris membunuh lelaki itu lagi.“Hengky, menurutmu aku ini pembawa sial atau bukan? Kenapa orang disekitarku pasti akan celaka? Mamaku dan kamu juga sial.”
Winda berinisiatif mengecupnya!Kecupan itu hanya sedetik dan Winda buru-buru menjauh. Wajahnya memerah ketika melihat Hengky yang menatapnya. Winda tidak pernah berpacaran sebelumnya dan setelah menikah dengan Hengky, hubungan mereka tetap dingin.Selain interaksi intim malam itu, dia tidak pernah ada interaksi apa pun lagi. Dia dan Jefri juga tidak pernah melakukan tindakan melenceng apa pun. Oleh karena itu, dalam hal perasaan, Winda bisa dibilang tidak memiliki pengalaman. Hanya sebuah kecupan saja sudah bisa membuat jantungnya berdegup cepat.“Kamu ….”“Aku bantu kamu naik, ya?”Mata hitam Hengku menatapnya dengan lekat dan secara tanpa sadar menjawab, “Iya.”Winda menyunggingkan seulas senyum. Ternyata apa yang ditulis di buku memang benar. Menghindari tolakan seorang lelaki adalah dengan sebuah ciuman. Awalnya Winda pikir cara seperti itu tidak akan berlaku pada diri Hengky yang dingin. Ternyata sama saja!Winda maju dan mengalungkan lengan lelaki itu di bahunya. Dengan usaha ku
Winda sedikit menyesal seusai mengatakannya. Dia takut dirinya akan mendengarkan kalimat yang tidak ingin ia dengar. Winda takut sekali Hengky tidak menginginkan dirinya lagi.Tanpa menunggu Hengky berjalan, dia berjalan ke arah Santo dan berkata, “Santo, keadaan tadi sangat bahaya sekali. Kenapa kamu bisa menabrak mobil lain demi menolongku? Kalau kalian terjadi sesuatu, aku nggak akan bisa memaafkan diriku sendiri selamanya!”Sekarang dia masih ketakutan jika dipikirkan lagi. Ketika dia menarik kedua lelaki itu keluar dari mobil, seluruh tubuh Winda bergetar hebat. Setiap dia memejamkan mata, selalu terbayang bayangan tubuh kedua lelaki itu penuh darah.Wajah Santo terlihat tegang ketika mendengar ucapan perempuan itu. Dia menatap Hengky secara otomatis. Santo hanya bisa melindungi Hengky agar tidak terluka, oleh karena itu dia tidak mendengarkan perintah majikannya itu. Hengky yang menggila ketika melihat mobil yang melaju ke arah Winda. Lelaki itu maju dan langsung merebut piringan
“Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Willy sambil melihat mobil yang sudah gosong.“Santo selalu stabil selama mengemudi dan nggak pernah terjadi kecelakaan. Kenapa kali ini bisa kecelakaan?”Winda mendekat dan berkata, “Mereka kecelakaan karena mau menolongku. Waktu itu ada mobil yang melaju ke arahku dengan cepat. Kalau bukan karena Santo yang menabrak mobil itu, kemungkinan sekarang aku sudah mati.”Wajah Willy berubah seketika. Dia melihat Winda dengan sebersit sorot marah dan juga dingin. Akan tetapi, di hadapan Hengky dia tidak bisa melampiaskannya.“Aku sudah lapor ke pihak berwajib, mungkin sebentar lagi akan tiba. Aku antar kalian untuk periksa dulu di rumah sakit.”Willy melirik ke arah anak buahnya yang ada di sampingnya. Anak buahnya itu buru-buru melihat keadaan mobil yang ditabrak oleh Santo tadi. Satu menit kemudian, dia berjalan kembali dan menggelengkan kepalanya sambil berkata,“Pak Willy, orangnya sudah terbakar dan sudah tewas.”Willy mengangguk dan berkata pada Hen
Tubuh Hengky kaku seketika. Dari samping telinganya terdengar suara Winda yang berkata, “Hengky, janji sama aku jangan melakukan hal seperti ini lagi, ya?”Hengky merasakan air mata hangat yang mengalir di bahunya. Suara Winda terdengar sangat ketakutan dan juga bergetar hebat sambil berkata, “Waktu aku lihat kamu terbaring di sana dalam keadaan penuh darah, aku takut kamu nggak bernapas lagi. Aku takut kamu nggak bangun lagi ….”Winda jauh lebih takut dia membunuh Hengky lagi.Mendengar isakan Winda membuat hati Hengky bergetar. Dia mengelus rambut panjang Winda sambil berkata dengan suara pelan, “Sudah, jangan menangis lagi, bukannya aku baik-baik saja?”Winda melepaskan pelukannya dan duduk tegap. Kedua matanya yang jernih menatap lelaki itu dan dengan nada yang sulit dijelaskan dia kembali berkata, “Kamu harus janji sama aku, apa pun yang terjadi, kamu nggak boleh membuat dirimu dalam keadaan yang berbahaya.”Hengky berkata dengan pelan, “Bukan aku yang menolongmu, Santo yang-““He
Perawat meminta Winda duduk dan hendak membersihkan luka perempuan itu.“Saya saja,” pinta Hengky sambil menerima obat tersebut. Dia melihat Winda dan berkata, “Letakkan kakimu di pahaku.”Dengan wajah memerah Winda berkata dengan suara pelan, “Aku sendiri saja.”Hengky langsung membawa perempuan itu mendekat dan mengangkat kakinya untuk dibersihkan. Luka di kaki tidak parah dan hanya goresan kecil. Akan tetapi pergelangannya sangat bengkak. Ketika Hengky baru menyentuh pergelangan kaki perempuan itu, Winda langsung kesakitan. Dia tidak bersuara dan hanya mengerutkan keningnya menahan sakit.Wajah Hengky mengeras dan dia berkata pada dokter, “Periksa dia, lihat apakah kena tulang atau tidak.”Dokter membungkuk dan memeriksa keadaan kaki Winda. Dia mencoba memijat kaki kanan dan kiri Winda yang seketika pucat pasi. Secara refleks dia menarik kakinya karena rasa sakit tersebut.“Kenapa?” tanya Hengky.Dokter menggeleng dan berkata, “Tulangnya nggak kenapa-kenapa, hanya terkilir saja. Ole
“Waktu itu kamu nggak di mobil?” tanya Willy seperti telah mengetahui sesuatu sambil menatap Winda.Perempuan itu mengangguk dengan ekspresi bersalah dan berkata, “Waktu itu aku dan Hengky berantem kecil dan aku langsung turun. Setelah itu Santo melajukan mobilnya menjauh dan aku tetap berjalan kaki. Sekitar 20 menit kemudian, dari arah belakang datang sebuah mobil yang mengarah padaku,”“Aku terkejut dan nggak bisa bergerak. Waktu aku sudah bisa mencerna apa yang terjadi, mobilnya Hengky sudah menabrak mobil yang melaju ke arahku.”Sekarang semakin banyak poin yang mencurigakan. Semua yang terjadi seperti sudah direncanakan sejak awal. Wajah Willy terlihat semakin tegang dan dengan suara berat berkata, “Dari ceritamu, orang itu sepertinya menyerangmu, bukan Hengky. Akhir-akhir ini kamu ada menyinggung seseorang? Atau kamu ada mencurigai seseorang?”Winda terdiam dengan ekspresi menggelap. Dia memang mencurigai seseorang, tetapi kalau memberitahu Willy sudah dipastikan Hengky akan meng