Yuna merasa suasana di sekitarnya semakin lama semakin sesak. Dia mendongak dan menatap Hengky. Detik selanjutnya Yuna merasakan bahwa lelaki itu sedang emosi. Dalam hatinya juga ikut merasa sedikit terkejut.Hengky bukan seorang lelaki yang bersedia menunjukkan emosinya. Dalam bayangan Yuna, Hengky merupakan orang yang dingin, anggun serta misterius. Dia tidak pernah melihat sosok Hengky yang seperti sekarang ini.Detik itu juga Yuna menyadari bahwa keanehan sikap Hengky hari ini bukan karena dirinya, melainkan karena perempuan yang bernama Winda ini. Apa hubungan di antara mereka berdua?“Pak Hengky,” sapa Martin sambil maju mendekat sekalian menyembunyikan Winda di balik punggungnya. Dengan suara tenang dia kembali berkata,“Bu Yuna yang bicara nggak sopan dengan Kak Winda. Saya hanya minta dia minta maaf saja. Seharusnya nggak keterlaluan, kan?”Kak Winda?Hengky menyapu pandangannya ke arah Winda dengan perlahan. Sudut bibirnya terangkat hingga membentuk seulas senyum dingin sambi
Erik melirik Hengky sekilas, kemudian dengan suara pelan dan menggoda dia berkata, “Aku ada vila di samping pantai. Bu Yuna bisa datang kapan pun kalau bersedia.”Kode yang begitu jelas tentu saja dapat dimengerti dan ditangkap oleh Yuna. Dia menarik napas dalam-dalam dan menarik tangannya dengan kuat. Kemudian dia tersenyum dan berkata, “Maaf, aku ke toilet sebentar.”Hengky mendengar itu dana melirik Yuna sekilas. Detik itu juga dia langsung mengerti akan sesuatu. Hengky mengangguk dan membuat Yuna menghela napas lega. Dia bangkit berdiri dan bergegas pergi.Wajah Erik tampak menggelap. Dengan cepat dia menahan lengan Yuna sambil tersenyum pada Hengky dan berkata, “Pak Hengky, aku nggak dihargai sama sekali, mau bicara bisnis apa lagi?”Setelah itu Erik menarik Yuna secara paksa untuk kembali duduk. Dia mengambil kotak rokok di atas meja dan menariknya keluar. Kemudian dengan perlahan dia menghidupkannya dan menjepitnya di antara dua bibirnya sambil menyandarkan punggungnya di sofa.
“Lepaskan!” ujar Hengky dengan dingin. Matanya tampak berkilau bengis hingga membuat orang lain merinding. Yuna seperti tersambar petir, tetapi dia tetap tidak melepas pegangannya di tangan Hengky.“Hengky, kalau kamu pergi sekarang, Pak Erik hanya akan beranggapan kamu sedang mempermainkan dia. Nanti kerjasamanya akan … kalau nggak aku saja yang pergi. Aku-““Minggir!”Hengky menoleh ke arah Yuna dan memandangnya tajam. Mata gelapnya tampak begitu menyeramkan dan menakutkan. Seluruh tubuh Yuna bergetar hebat karena sorot mata dingin milik Hengky. Dia melepaskan tangannya tanpa sadar kemudian mundur satu langkah.Dengan cepat Hengky melangkah keluar dan dalam satu kedipan mata, sebuah tangan terulur dan menutup jalan Hengky.“Pak Hengky mau ke mana begitu buru-buru sekali?” tanya Martin. Mata cantiknya tampak menyipit karena senyuman di bibirnya.“Minggir!” sentak Hengky dengan dingin.Martin menyunggingkan senyuman lebar. Sorot matanya mengarah ke tubuh Yuna yang tidak jauh dari sana
Detik itu juga, tiba-tiba pintu kamar ditendang hingga terbuka. Gerakan Erik berhenti dan ketika dia menoleh ke belakang, sebuah bogeman menghantam wajahnya.“Aaahh!”Erik merintih sambil memegang wajahnya dan jatuh tersungkur ke samping Winda. Darah segar mengalir deras dari hidungnya. Winda membuka matanya dan sebelum dia sempat melihat dengan jelas orang tersebut, dia sudah dibawa masuk dalam pelukan yang hangat.“Kak Winda, tunggu aku di luar,” kata pemuda itu dengan suara serak.Martin melepaskan Winda dan mendorong perempuan itu keluar. Setelah itu terdengar suara Erik yang merintih kesakitan dan kalimat-kalimat makian. Ketika Hengky datang, dia melihat pemandangan tersebut.Di bawah cahaya temaram, terlihat kedua mata Winda yang memerah dan setengah wajahnya membengkak. Sudut bibirnya terdapat noda darah yang belum mengering. Perempuan itu terlihat sangat menyedihkan sekali. Hatinya seperti dihantam oleh sesuatu dengan begitu kuat. Hengky mengepalkan telapak tangannya dan matany
Yuna membelalakkan matanya karena tebakannya tadi langsung mendapat jawabannya. Dia meremas tangannya dengan perasaan tidak rela dan juga iri.Sebelum dia menjadi ratu artis nomor satu dan kerap dihina dan direndahkan oleh orang-orang, Hengky yang membantunya dan melindunginya. Sejak saat itu, Yuna sudah jatuh hati pada lelaki itu. Beberapa tahun ini dia selalu berusaha keras berjuang agar bisa layak bersanding dengan Hengky. Yuna ingin sekali menikah dengan lelaki itu dan menjadi istrinya.Akan tetapi Yuna tidak menyangka ternyata dia berusaha keras mendekati lelaki itu, ternyata Hengky justru sudah memiliki tambatan hati yang lainnya. Orang seperti Winda tidak cocok dan tidak pantas untuk lelaki itu! Yuna tidak rela!Hengky menyimpan ponselnya dan masuk ke ruangan tadi. Terlihat Erik yang baru merangkak bangkit. Dia menatap Hengky penuh emosi sambil mengeluarkan umpatan, “Kamu harus kasih aku penjelasan! Aku nggak akan melepa-“Bruk!Sebuah suara yang lumayan keras memotong ucapan Er
Hengky menarik kembali pandangannya dan membuat Yuna menghela napas lega.“Kamu tahu apa yang harus kamu lakukan untuk kejadian malam ini.”Yuna menganggukkan kepala dengan ekspresi kaku. Perasaannya sungguh tidak rela dan tidak terima. Dulu ketika Hengky menolongnya, dia selalu mencari kesempatan untuk mendekati lelaki itu. Setelah itu, dia mendapati Hengky tidak memiliki pasangan di sebuah acara dan langsung berinisiatif mengajaknya berbicara.Akan tetapi Hengky selalu bersikap dingin dengannya dan selalu menjaga jarak padanya. Kalau bukan karena kepentingan bisnis yang mengharuskan Hengky membawa pasangan, Yuna juga tidak akan memiliki kesempatan mendekati lelaki itu.Karena Hengky sehingga Yuna bisa memiliki karir yang seperti hari ini di dunia entertain. Dia tidak akan mengizinkan siapa pun merebut semuanya!“Kamu pikirkan mau kompensasi apa untuk masalah malam ini. Setelah sudah terpikirkan, kamu telepon saya saja,” ujar Hengky dengan sikap formal.“Nanti saya akan minta orang an
“Bu Winda, Pak Hengky titip pesan agar Ibu menunggu Bapak. Ibu belum boleh pergi,” kata Santo sambil menahan Winda. Wajahnya tampak serba salah dan tetap tidak membiarkan Winda pergi.“Pak Santo, tolong minggir,” pinta Winda dengan wajah lelah dan sedikit tidak sabar. Sebenarnya Winda tahu pasti sebelum Santo mendapatkan perintah dari Hengky, lelaki itu tidak akan membiarkan dia pergi. Akan tetapi sekarang Winda sangat tidak ingin berada di tempat yang sama dengan Hengky, dia ingin sendirian untuk menenangkan diri dulu.Martin hanya menatap Santo dalam dengan sebelah tangan yang tersimpan di dalam sakunya. Dengan nada bicara mengancam, dia berkata, “Minggir! Kalau nggak, aku akan bersikap nggak sopan.”“Pak Martin, ini masalah keluarga Pak Hengky. Tolong jangan ikut campur,” kata Santo sambil mendorong kaca matanya yang berada di atas tulang hidung.“Bu Winda teman aku, urusan dia adalah urusan aku juga. Nggak ada yang bisa memaksanya kalau dia nggak ingin melakukan sesuatu,” sahut M
Winda mencoba membuka pintu tetapi sudah dikunci. Dia menoleh ke arah Hengky dengan emosi memuncak dan mendelik sambil berkata, “Hengky, biarkan aku turun!”Hengky melipat kedua tangannya sambil menyandarkan punggungnya di kursi. Dengan pandangan dingin dia menatap Winda sambil bertanya, “Kamu pikir aku mau melakukannya?”Dia tidak mungkin membiarkan lelaki lain membawa istrinya pergi dari hadapannya sendiri.“Hengky!” seru Winda dengan mata yang kembali memerah. Kenapa dulu dia tidak menyadari bahwa Hengky begitu keras kepala?Martin mengepalkan tangannya sambil menatap Santo penuh peringatan dan berkata, “Minggir! Kalau dia nggak mau ikut Hengky, aku nggak akan membiarkan kalian membawa dia pergi.”Santo menatapnya dengan pandangan aneh dan juga tidak mengerti sambil berkata, “Pak Martin, saya katakan sekali lagi kalau ini masalah keluarga. Nggak ada hubungannya dengan kamu! Tolong jangan ikut campur.”Dia melirik ke arah kepalan tangan Martin yang seketika membuat sorot mata lelaki