"Kau tidak penasaran? Kenapa, semua kejadian pembunuhan ini terjadi di sekitarmu dan Ayahmu?" tanya Detektif."Entahlah. Aku juga tidak tahu," jawab Darel."Apa.. kau dekat dengan Ayahmu?""Menurut Anda, bagaimana?""Emm.. sepertinya, hubungan kalian tidak baik.""Jadi.. semua yang di lakukan Ayahku.. tidak ada hubungannya denganku. Dan, aku juga tak peduli.. jika, ia harus berakhir di penjara.""Meski, itu terjadi juga pada Adikmu?"Darel diam."Keluarga kalian sangat unik. Mila—dia anak angkat dari sahabat Ayahmu. Tapi, Ayahmu.. menyayanginya lebih dari dia menyayangimu. Kau, tidak kecewa dengannya?""Tentu saja, aku sangat marah dan kecewa. Karena itu, aku memutuskan untuk keluar rumah.""Lalu, kau mengatur semua tragedi ini untuk menjatuhkan nama Ayahmu?""Apa maksud Anda?""Siswi yang tewas dan 2 orang anak buah Ayahmu.. bukan kau yang melakukan?""Anda.. menuduhku?"Detektif menggerakkan dua bahunya ke atas."Entahlah. Apa terdengar seperti itu?""Aku.. tidak mungkin menjatuhkan
Dunia terlalu keras untuk wanita yang tidak bisa mandiri. Di era sekarang, banyak wanita yang beralih menjadi tulang punggung. Dan, hidup dengan pria yang sebagian hanya bernafas. Pun, masih saja memiliki batu gosok lain. Terdengar menjengkelkan, bukan? Tapi.. itu faktanya.Tapi.. bukan berarti semua pria seperti itu. Pun, tidak semua wanita juga baik. Pada akhirnya, tergantung diri kita sendiri. Sudah benarkah kita memilih pasangan hidup itu?Saat Perjalanan Ke Kantor Polisi"Dengar.. kau harus ingat ini," kata Rendi. Tiba-tiba, bicara tidak formal pada Ranti, yang duduk di sebelahnya. Dalam mobil."Kau adalah Diara. Pendiri teater A Little Big. Yang baru saja tewas adalah Ivy. Dan, sudah 1 tahun ini, kau mengenalnya. Pertama kali kau bertemu dengannya adalah saat kau akan masuk ke minimarket."1 Tahun Yang Lalu"Hei, pencuri! Kembali kemari!" Teriakan dari kasir minimarket, membuat Diara menghentikan langkah. Melihat Ivy keluar dari minimarket. Memakai jaket kulit ber-merek. Celana
Di dunia ini, tidak ada yang namanya kebetulan. Ibarat benang merah, yang menyambungkan seluruhnya. Itu.. Di namakan Takdir. Bahkan, ketika kau membaca ini.. mungkin saja, kau tengah bersantai di atas kasur, setelah menyelesaikan semua pekerjaanmu yang melelahkan. Atau.. kau tengah mengalami kesulitan hidup, dan untuk menghibur dirimu, kau berlari kemari.Tidak ada yang kebetulan di dunia ini. Semuanya adalah takdir. Dan, siapapun kau.. terima kasih, kau sudah bekerja sangat keras. Kau sudah bertahan sejauh ini. Karena itu, bertahanlah sedikit lagi. Kebahagiaanmu tengah di ukir, di ujung sana."Aku.. menemukan buku harian Paman Tomi. Di sana.. menyebutkan, jika Ranti yang di kenalnya adalah bukan Ranti. Dia memang berwajah Ranti. Tapi, sikapnya berbeda. Dia sedikit kasar. Tapi, periang. Semangatnya sangat luar biasa. Dan.. dia pernah tak sengaja mendengar percakapan Ranti dengan salah satu teman. Jika.. dia bukanlah Ranti. Melainkan, anak dari Ranti," ucap Angga ; Detektif itu.Ranti
Sore itu.. dia mengatakan sesuatu yang tak masuk di akal sehatku. Dia mengaku namanya adalah Diara. Berasal dari masa depan. Tahun 2024. Aku pikir.. Ranti gila. Atau, aku yang tidak waras. Bahkan, aku menampar diriku sendiri. Memastikan, jika ini bukanlah mimpi. Aku berharap.. ini adalah mimpi. Terlebih, saat dia mengatakan—jika, aku akan mati di tahun 1992.2024Ranti baru saja selesai membaca satu lembar buku harian Tomi, yang masih terawat. Hanya saja, kertasnya mulai bewarna cokelat susu. Dan, berkerut-kerut. Terlihat sekali, buku harian ini, sering dibaca.Sulit bagi Ranti untuk mengontrol emosinya. Ia menggigit bibir bawahnya. Satu airmata yang sulit di kendalikan, akhirnya bergulir di pipi."Dan, seperti yang tertulis di buku harian itu, Paman Tomi, tewas di tahun 1992. Bagaimana, kau menjelaskannya?"Ranti menggelengkan kepala."Aku tidak tahu.""Bagaimana kau bisa tidak tahu? Sementara, ia menyebutkan namamu di buku harian itu. Apa.. kau dan Ibumu sudah merencanakan ini? Untu
1991Diara tengah melipat tangan di dada. Di dalam kamarnya. Duduk di tepi ranjang. Mendesis singkat."Apa benar akan berhasil, mengirim pesan lewat buku harian? Tapi.. di mana aku harus meletakkannya? Agar, Rendi dan yang lain membacanya?"Diara berdecak kesal."Haaah.. otakku tidak bisa bekerja, kalau sedang lapar.""Baiklah. Isi perut. Lalu, berpikir lagi."Lantas, Diara keluar dari kamar. Belok ke kiri. Mendekati meja makan. Mengangkat tudung saji. Tidak ada apapun di sana. Kecuali, Nasi. Maya memang tidak pernah memasak untuk Ranti.Diara mendesah panjang."Benar juga.. sebelum memikirkan hal itu.. ada hal penting yang harus aku lakukan di sini. Aku.. harus memperbaiki hubungan Ibu dan Nenek."Diara kemudian menggunakan keahlian memasaknya, yang didapat dari Hara.Hara sangat pintar dalam hal memasak. Diara membuka kulkas, yang tingginya hanya sampai dada. Berwarna putih. Juga, tidak ada apapun di dalamnya. Hanya beberapa bumbu dapur. Bawang baik dan bawang jahat. Cabe. Dan, pas
Diara berjalan dengan kebingungan. Mengedarkan pandangan, yang sejauh mata memandang, tidak ada apapun yang terlihat. Sekitar gelap. Hanya dirinya yang bersinar. Hingga, dia melihat punggung seseorang. Lantas, di tepuk nya."Permisi.. kita.. ada di mana sekarang? Kenapa sangat gelap sekali di sini."Seseorang tersebut menengok. Mereka saling berhadapan."Kau..Ibu?""Diara?""Apakah ini mimpi?" tanya Diara."Entahlah. Ibu juga tidak tahu. Tapi, yang pasti.. Ibu sangat bahagia bertemu kau di sini."Ranti memeluk Diara dengan erat."Kau.. tumbuh menjadi gadis yang cantik dan baik. Terima kasih, Diara."Diara mendorong Ranti dengan perlahan."Tapi.. kenapa Ibu meninggalkanku?""Ibu tak pernah berniat untuk meninggalkanmu.""Lalu, kenapa Ibu melakukan itu? Kenapa Ibu bunuh diri?""Ibu.. tidak bunuh diri, Diara.""Jadi.. benar Ibu di bunuh seseorang?"Ranti mengangguk."Siapa yang melakukan itu? Apakah.. Ibu tahu?"Ranti mengangguk."Dia adalah.."Jam weker berbunyi. Membuat Diara terbangun
1991Hari Minggu. Saatnya DMA berkumpul. Tapi, kali ini mereka tidak berkumpul di rumah Haris. Melainkan, di.."Kenapa toko kasetnya di jadikan markas sekarang? Dan, siapa yang mengajak dia?" tanya Diara. Menatap Farel."Emm, aku yang mengajaknya. Hehe." Sinta mengangkat tangannya.Diara mendesah pasrah. Beberapa rak kaset, dipindahkan ke pinggir. Karena, mereka berkumpul di tengah-tengah. Papan kosong di siapkan. "Lalu.. kenapa kau juga membawa kekasihmu?""Itu.. Emm, karena aku merindukannya?"Diara memutar bola matanya dengan cepat. Menggeram muak."Ini jadwalku untuk berkencan. Lantas, kenapa kau mengajakku berkumpul? Menjengkelkan.""Ini lebih penting dari kencanmu. Kau tidak memikirkan perempuan yang hilang kemarin?" "Kita laporkan saja pada polisi.""Aku dan Tomi sudah melaporkannya kemarin. Tetap saja, kita harus ikut mencarinya.""Kenapa? Aku heran denganmu. Kenapa kau harus merepotkan dirimu sendiri?""Itu.. karena..""Saling peduli. Bukankah itu penting?" sahut Tomi.Kare
2024"Racun arsenik?" ulang Rendi. Terkejut mendengar penjelasan Angga.Angga mengangguk."Aku rasa.. ini ada hubungannya dengan kematian siswi dan 2 anak buah Tuan Haris.""Kenapa Anda sangat yakin?""Pelaku mengatakan, kalau korban tak sengaja mendengar percakapannya dengan seseorang. Kalau mereka.. akan membunuh Mila.""Apa? Mila? Siapa yang dendam padanya?""Seharusnya, kau yang lebih tahu. Menurutmu, siapa yang membenci Mila?"Rendi mendesah singkat."Semua orang. Semuanya membenci Mila. Karena, sikapnya yang sangat menjengkelkan.""Untuk sementara ini.. kalian akan dalam pengawasan kami. Tapi.. jangan beritahu yang lain. Aku yakin.. salah satu dari kalian adalah seseorang yang di hubungi oleh pelaku. Dan, dia.. adalah pelaku utamanya."Rendi mendesah berat."Lalu.. apa kata Dokter? Dia.. akan segera sadar?" tanya Rendi. Menatap Evan, yang tengah terbaring di ranjang. Alat bantu napas terpasang di hidungnya. Juga, selang infus berdiri di sebelah ranjang."Dokter juga tidak bisa m