Diara duduk di tepi ranjang, di apartemennya. Memandang udara kosong di depannya. Mulutnya sedikit terbuka. Kalimat mengerikan dari Farel di studio hari kemarin, membuatnya tak dapat terpejam."Farel.. si brengsek itu.. benar-benar mengerikan. Aku.. harus melindungi Mila."**3 Hari KemudianDiara berada di studio dengan Selly dan lainnya, yang tengah kebingungan karena Mila dan Hara tidak dapat di hubungi."Ini.. adalah waktu ketika, aku tahu Mila mengunggah foto sepatu Hara di apartemennya," kata Diara dalam hati."Diara.. kenapa kau terlihat tenang? Suamimu menghilang, sudah beberapa hari yang lalu. Bukankah, kita harus melapor pada polisi?" ucap Selly.Mereka berkumpul di tengah panggung."Tidak. Sebentar lagi, kita juga akan tahu dia ada di mana.""Oh, sungguh? Kau yakin sekali?""Tentu saja, aku yakin. Aku sudah pernah mengalami ini sebelumnya.""Oh?""Ah, maksud ku.. ah, sudahlah. Lihat saja, beberapa menit kemudian. Kau yang akan memberitahuku di mana Fa—Hara berada.""Aku? Ak
Diara kesulitan bernapas. Berusaha melepaskan tangan Farel. Mata dan keningnya mengerut. Ia hampir kehabisan napas, jika saja dia tidak menekan tombol di alat itu. Farel terhuyung ke depan. Terbelalak. Mengedarkan pandangan."Kemana dia pergi?!"**Diara tiba di halaman rumah lawas Farel. Dengan bersimpuh di lantai. Batuk-batuk. Sambil memegang lehernya. Menarik napas panjang.Napasnya masih tersengal. Matanya memerah. Sembari, mengedarkan pandangan."Kenapa.. aku kembali kemari?" ucapnya. Sembari berusaha berdiri.Lalu, terdengar suara seseorang berseteru di dalam rumah. Diara berjalan, mendekat ke arah pintu. Melihat 1 orang laki-laki, yang berdiri membelakangi dirinya. Dan, 1 orang perempuan, yang sangat di kenalnya."Ibu?"Diara berusaha menajamkan penglihatannya, sembari, menarik kepalanya maju, untuk mencari tahu.. dengan siapa Ranti bicara.Namun, belum sampai dia tahu siapa laki-laki itu, dia sudah di kejutkan oleh adegan selanjutnya. Di mana, laki-laki itu menarik tubuh Rant
Alasan kenapa Haris memaksa untuk Ranti tinggal di masa depan dengannya adalah untuk menghindari takdir Ranti yang tragis.Ia tidak bisa melihat Ranti terus menerus meregang nyawa di masa itu.Kali pertama, adalah kejadian di rumah Farel. Ketika itu, Haris 1991 ; Haris muda muncul tepat waktu. Saat Ranti, menggeliat tergantung di udara. Ia segera memeluk kaki Ranti. Dan, berjinjit untuk mengangkatnya."Ranti! Ranti! Sadarlah!"Ranti batuk-batuk. Dan, menarik napas panjang."Ranti, kau bisa mendengar ku?""I-iya.""Kau bisa melepaskan tali di lehermu itu?"Ranti diam. Hampir hilang kesadaran lagi."Ranti! Sadarlah! Aku mohon!""Aku.. lemas sekali.""Kau harus bisa, Ranti! Aku tidak tahu, apakah ini benar.. tapi.. ingatlah anakmu, Ranti! Dia menunggu di sana! Kau harus kuat demi anakmu!""Diara.." katanya lemas."Ya! Diara! Dia masih kecil. Dia masih membutuhkan sosok Ibunya! Bertahanlah, Ranti! Aku mohon."Ranti berusaha membuka matanya yang sudah sayup. Mengumpulkan sisa-sisa kekuatan
Hari ke-2Telepon di ruangan Haris berdering. Ia yang saat itu tengah memberi cap di beberapa berkas, lambat untuk mengangkatnya."Halo?""Tahun berapa sekarang?""Kau lagi? Aku sibuk!""Tunggu! Jangan tutup teleponnya!""Dengar.. aku tidak akan percaya pada dengan ka-""Tanda lahir di pinggang kiri!""Hah?""Kau..maksudku, kita.. memiliki tanda lahir di pinggang kiri. Bentuknya seperti genangan air. Dan, berwarna cokelat mentah."Haris 1992 mendengus."Kau.. benar-benar psikopat, eh? Kau sampai mencari tahu, di mana letak tanda lahirku. Katakan.. siapa yang memberi info seperti itu?""Tidak ada yang memberitahuku!""Lalu, bagaimana kau bisa tahu?!""Karena aku adalah kau! Oh, Tuhan.. aku benar-benar lelah dengan diriku yang masih muda."Haris 1992 berdeham."Sebenarnya, apa yang kau inginkan?""Di sana.. masih tahun 1992, kan?""Ya. Dan, hari kemarin.. kau meneleponku.""Wah, alat ini benar-benar akurat," gumamnya."Cepat katakan! Kau ingin apa? Uang? Mobil? Atau, apa?""Aku juga mem
Hari ke-6"Aku sudah pergi ke sana hari ini. Dan.. mengintai sepanjang hari. Tapi.. Ranti tidak ada di sana. Apa mungkin kau salah?" tanya Haris 1992."Tidak. Kejadiannya memang di sana. Coba kau datang lagi esok hari.""Tidak bisa. Besok aku ada rapat dengan pemegang saham.""Hei, itu tidak penting. Kau harus selamatkan Ranti! Sebelum, semuanya terlambat!""Kalau kau benar diriku.. pasti kau tahu, alasan sebenarnya aku tidak bisa menghindari rapat itu.""Ya. Takut pada Ayah.""Jadi, maaf. Aku.. tidak bisa.""Hei.. ayolah.. ini yang terakhir.""Maaf."Telepon terputus.**D-DayPukul 07.00 pagi. Haris 1992 baru saja mengenakan kemeja putih. Jas abu-abu sebagai pelengkapnya."Ada telepon untukmu," kata Sekar. Masuk ke dalam kamar."Sambungkan ke kamar.""Baiklah."Sekar keluar dari kamar."Kau harus ke sana, malam ini!" ucap Haris 2024, begitu Haris 1992 mengangkat telepon."Sudah aku katakan, aku tidak bisa. Hari ini, ada rapat penting.""Kejadiannya malam hari. Kau datang saja ke san
"Kenapa kau tega? Kau tega melakukan hal itu?!" Bentak gadis berambut coklat panjang."Amanda, Dengarkan aku! Dengarkan penjelasan ku!" Sahut pemuda yang ada di depannya."Dia sahabatku, Bobby! Sahabatku!! Dan, kau? Kau adalah tunangan ku! Kenapa begitu mudahnya kau tidur dengannya?!""Itu sebuah kesalahan, Amanda!"Amanda mendengus. "Kesalahan? Hingga dia hamil, kau sebut itu kesalahan? Lalu, kau akan minta maaf padaku? Dan, berharap aku melupakan semuanya?""Aku akan menyelesaikan masalah ini. Kau jangan khawatir."Bobby membalik badan, berniat untuk pergi."Bagaimana caranya? Kau akan menggugurkan kandungannya? Kau akan membunuh darah dagingmu?""Itu masih janin!" Kata Bobby, seraya menghadap Amanda.Amanda kembali mendengus."Hanya janin? Wah, aku benar-benar tak menyangka.. lelaki yang ingin ku nikahi ternyata lebih busuk dari berton-ton sampah yang berada di tempat pembuangan!""Lalu, apa yang harus aku lakukan?!""Kenapa kau tanyakan itu padaku?!""Kau.. ingin aku bertanggung j
Aku tidak pernah menyangka, cerita yang aku tulis untuk dramaku, akan menjadi sebuah kenyataan. Cerita yang belum sempat aku selesaikan itu, menjadi bumerang bagi diriku sendiri. Benar, kata banyak orang. Jika ucapan adalah doa. Pun aku tak pernah menduga, jika itu semua benar-benar terjadi. Bedanya hanya satu. Mila.. Dia bukan sahabat baikku. Juga bukan teman dekatku. Kami.. Seperti ujung magnet yang sama. Saling bertolak belakang. Mila, yang membuatnya seperti itu. Entah, karena iri padaku. Entah, karena dia suka dengan Hara. Atau memang dia terlahir dengan watak seperti itu. Iri hati.Aku dan Hara sudah saling kenal sejak SMA. Semakin dekat, saat kami memutuskan untuk keluar dari kampus di tengah-tengah semester. Bukan karena bengal, tapi, karena kami tidak memiliki cukup biaya. Aku dan Hara di besarkan oleh panti asuhan yang berbeda. Aku tidak begitu paham, kenapa dia berakhir di panti asuhan. Mungkin karena ibunya, tidak mampu untuk merawatnya. Atau mungkin seperti aku, yang kela
Diara kembali ke studio dengan wajah lesu. Mendesah singkat, sepanjang kakinya melangkah. Sementara, di dalam studio—para anggotanya sudah menunggu dengan cemas. Selly, yang berjalan mondar-mandir. Randy, yang menggigit kuku jari. Sisanya, duduk saling berdampingan. Dengan perasaan gelisah, tentunya.Melihat Diara masuk ke dalam studio—Selly dan Randy segera berlari kecil, ke arah Diara. Yang lain, berdiri."Bagaimana, Ra? Apa jawaban Tuan Darel?" tanya Selly.Diara mendesah pasrah. Selly dan Randy saling bertatapan."Jadi, dia sungguh ingin mencabut sponsor dari kita, Ra?" kini Randy, yang bertanya.Diara mengangguk. Desahan singkat terdengar bersahutan."Apa alasannya?" tanya Selly."Kita berkumpul dulu di panggung."Para anggota duduk, bersilang kaki di lantai kayu. Pun, dengan Diara."Tuan Darel—adalah kakak kandung dari Mila."Para anggota terkesiap. Saling berbisik satu sama lain."Mila—anggota teater kita? Mila, yang selingkuh dengan Hara? Benar dia?" tanya Selly, dengan nada t