Share

Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!
Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!
Author: Falisha Ashia

Terjebak Di Tubuh Baru

Author: Falisha Ashia
last update Last Updated: 2025-04-11 15:20:24

“Pangeran, tolong pelankan gerakanmu...”

Suara desahan diiringi derit ranjang kayu bergema di ruang mewah itu.

“Pangeran, sekarang giliranku, kamu melupakan istri keduamu?”

Sebuah tangan putih, halus, namun kekar menarik tangannya yang tengah memeluk seorang wanita yang ada di bawah tubuhnya.

“Di ... di mana ini ... Kenapa semuanya begitu ... nikmat...”

Laki-laki yang disapa pangeran itu tak kuasa menahan gejolak yang terbakar di dalam tubuhnya.

“Pangeran, jangan abaikan istri ketigamu...”

“Pangeran ... aku sudah tak tahan...”

Suara para wanita di sisinya saling bersahut-sahutan, menarik-narik tubuhnya seperti mahkota yang hendak diperebutkan.

Sementara itu, pandangan Raka, pangeran tersebut, semakin buram dan mulai membuatnya terhuyung.

“Apakah ini... surga?”

***

“Bangun, Yang Mulia. Tolong jangan tinggalkan kami...” ucap seorang wanita cantik.

Raka menatap kosong.

Yang Mulia? Siapa yang dipanggil Yang Mulia? Aku?

Raka ingin bertanya, tapi tenggorokannya kering dan lidahnya kelu. Napasnya berat.

Suara teriakan lain terdengar dari luar dan lebih membuat dada bergetar.

“Lindungi Pangeran Rajendra! Jangan biarkan mereka mendekat!”

Raka kembali terkejut. Pangeran Rajendra? Siapa pula itu?

Namun begitu ia menggerakkan tangannya, ia melihat kulit tangan yang bukan miliknya. Putih. Halus. Jari-jari panjang dan bersih. Bukan tangan keras dengan kulit sawo matang milik seorang polisi berpangkat rendah seperti dirinya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Suara teriakan. Derap kaki. Gemuruh ledakan kecil terdengar di kejauhan.

Kerajaan Bharaloka sedang terjadi peristiwa mengerikan. Kudeta dilakukan dan semua anggota kerajaan diburu untuk dibunuh.

Suara perintah kembali menggema, dan wanita cantik lainnya, dengan pakaian perang sederhana tapi tubuh anggun luar biasa, mendekat dengan langkah mantap.

“Cepat, bawa Pangeran ke tandu! Kita harus mundur sekarang!” teriaknya sambil menoleh ke belakang. Dia adalah Ranjani. Istri lain pangeran Rajendra.

Empat pria bersenjata langsung mengangkat tubuh Raka dan meletakkannya di atas tandu darurat. Tubuhnya masih dipenuhi luka, tapi mereka tampak sangat berhati-hati, seolah memperlakukan tubuhnya seperti pusaka.

Dalam kebingungannya, Raka melihat wajah wanita kedua itu. Tegas, cantik luar biasa, dan memiliki aura pemimpin. Tapi kenapa mereka semua memanggilnya pangeran?

“Apa aku sedang mimpi? Atau ini rekaman VR?” batin Raka.

Tandu bergerak cepat, diangkat oleh empat pria sambil berlari melewati jalan setapak hutan. Suara ledakan dan dering senjata kini semakin dekat.

“Naikkan Pangeran dan para permaisuri ke atas kuda! Kita harus menyebrang sungai!” seru seorang pria tua berjanggut putih panjang. Wajahnya keras, matanya tajam. Dialah Surapati, pengawal senior kerajaan Bharaloka.

Surapati harus berpikir cepat untuk menyelamatkan pangeran dan permaisuri. Dan jika hanya ditandu, mereka akan terkejar oleh pasukan musuh.

Dalam waktu singkat, mereka semua naik ke atas beberapa ekor kuda, Raka diapit dua wanita cantik. Lalu sepuluh pengikut yang setia padanya, harus bergantian naik ke atas kuda karena hanya ada 3 kuda lagi yang tersisa.

Perjalanan menuju pinggir sungai dipenuhi ketegangan. Tapi akhirnya, saat matahari mulai turun, mereka berhenti di tepi aliran sungai yang jernih. Udara dingin menyapa kulit mereka yang berkeringat.

Raka didudukkan bersandar pada batang pohon besar. Dadanya naik turun, sementara seorang wanita cantik mengelilinginya.

Seorang wanita yang tadi dilihat oleh Raka saaat pertama kali bangun, datang.

“Bagaimana kondisimu, Yang Mulia?” tanya wanita bernama Kirana itu.

Raka mengangkat alis. “Kamu bertanya padaku?”

“Ya, tentu saja. Siapa lagi yang berhak dipanggil Yang Mulia kalau bukan dirimu?” jawab Kirana.

Raka menghela napas berat. Ia tak tahan lagi. “Aku bukan Pangeran Rajendra. Aku adalah Raka Adiwangsa.”

Semua yang mendengar itu terdiam. Bahkan suara burung pun seperti lenyap dari hutan.

“Benarkah, kamu bukan Pangeran Rajendra?” tanya Kirana. Tangan lentiknya menyentuh dada Raka yang terbuka akibat luka.

Desiran aneh menjalar dari ujung kaki hingga ubun-ubun. Raka mematung. Selama 25 tahun hidupnya, belum pernah ada wanita secantik ini yang menyentuh tubuhnya. Raka bahkan tak pernah punya pacar karena wajahnya yang tidak menarik.

Namun saat ini, dia hidup di raga seorang pangeran yang tampan.

“I-iya...” jawab Raka terbata. “aku bukan pangeran. Siapa kalian sebenarnya?”

Kirana, menatap Raka dalam-dalam sekali lagi. “Kamu sungguh bukan suamiku?”

“Ini omong kosong!” bentak seorang wanita lainnya. “dia hanya terbentur keras. Kepalanya pasti belum waras.”

Semua orang langsung menoleh ke arah wanita tersebut dengan ekspresi terkejut.

“Tuan Putri Ranjani, tolong jaga bicaramu!” ucap Surapati.

Semua orang tegang. Mereka tahu, Pangeran Rajendra dulu adalah pribadi kejam dan temperamental. Sekali marah, satu nyawa bisa melayang.

Kirana memegang lengan Ranjani dengan wajah yang cemas.

“Minta maaflah. Kamu tahu bagaimana pangeran,” ucap Kirana.

Ranjani menggertakkan gigi. Tapi akhirnya menunduk. “Maafkan aku Yang Mulia.”

Ketika semua orang sudah mengira jika pangeran Rajendra akan murka, mereka dibuat terkejut karena nyatanya tidak ada ledakan emosi. Tak ada tatapan mematikan seperti biasanya.

Bukan amarah dan perintah membunuh. Raka malah berkata, “Aku ingin buang air kecil.”

Kirana tertawa pelan setelah mendengarnya.

“Yang Mulia mau buang air kecil? Baiklah, biar aku menemanimu, Yang Mulia. Itu tugas istri, bukan?” ucap Kirana.

Raka membelalak. “Istri?”

“Bukankah sudah dibilang kalau kami berdua adalah istrimu, Yang Mulia,” jawab Kirana sambil tersenyum manis. “dan sebenarnya masih ada dua lagi. Tapi ...”

Seketika, raut wajah Kirana berubah drastis. Wajahnya yang ceria berubah suram.

“Apa? Masih ada dua lagi? Jadi … aku punya empat istri?” tanya Raka dalam hati.

Raka semakin bingung dengan apa yang terjadi. Dan hal ini membuat kepalanya berdenyut.

Tiba-tiba saja potongan ingatan mulai muncul. Dia ingat saat pagi tadi, ia masuk ke rumah seorang ilmuwan tua yang mati terbunuh. Sebagai petugas polisi, ia ditugaskan mengolah TKP.

Namun, ketika sedang memeriksa barang bukti yang bisa membawa kepada kebenaran yang terjadi, Raka menemukan sebuah bom waktu.

Ketika dia berusaha untuk menghentikan waktu pada bom tersebut, justru bom itu meledak.

“Apakah karena hal itu aku berada di sini? Apakah ini adalah kehidupan setelah kematian?” tanya Raka dalam hati. Kini Raka semakin bingung.

Raka tersentak saat Kirana menarik tangannya, membawanya menuju semak-semak di tepi sungai.

“Aku bisa sendiri,” ucap Raka panik.

“Tapi tanganmu terluka. Biar kubantu untuk membukanya,” kata Kirana.

“A-aku tidak...”

Tangan Kirana perlahan bergerak ke arah ikatan celananya.

“Ya Tuhan. Apa-apaan ini?” batin Raka, jantungnya berdetak liar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Baju Yang Basah

    Rajendra berdiri canggung di tepi sungai, kedua pipinya memerah, sementara Kirana menatapnya dengan wajah heran. "Apakah Yang Mulia yakin tak butuh bantuanku?" tanya Kirana, kepalanya sedikit dimiringkan, rambut panjangnya melambai tertiup angin. Wanita itu polos. Dia tidak pernah berpikir jauh. Dan selalu menganggap semuanya itu sebagai hal yang lumrah. Rajendra buru-buru menarik tangan Kirana yang nyaris membuka celananya. "Aku bisa sendiri!" kata Raka gugup, separuh berteriak. Kirana mengerutkan kening. Dia berkata dengan suara yang pelan, “Biasanya Yang Mulia tak pernah segan. Bahkan saat kita berada di tengah keramaian sekalipun.” “Tidak apa-apa. Aku hanya sedang tidak mau,” kata Rajendra. Kirana pun mundur beberapa langkah, menggaruk kepalanya, bingung bukan main. Di matanya, pangeran Rajendra yang ia kenal tak pernah peduli tempat atau waktu. Bila menginginkan sesuatu, maka ia akan melakukannya, termasuk tubuh wanita. Rajendra menarik napas dalam-dalam. Dia benar

    Last Updated : 2025-04-11
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Kita Dijual

    Langkah Ranjani menghentak tanah berbatu ketika ia kembali ke arah rombongan. Wajahnya muram, rahangnya mengeras, dan matanya menyala penuh amarah. “Jangan percaya pada sikap baiknya!” kata Ranjani, tajam. “Pangeran Rajendra masih sama. Semua ini hanya sandiwara belaka!” Kirana mengangkat alisnya seraya bertanya, “Apa maksudmu, Ranjani?” Ranjani menunjuk ke arah Rajendra yang sedang berbicara dengan Baron. Lalu dia berkata, “Dia hendak menukarkan salah satu dari kita kepada preman itu demi mendapatkan tempat menginap.” Wajah Kirana langsung memucat setelah mendengarnya. “Tidak mungkin…” gumam Kirana. “Tidak mungkin? Kamu terlalu polos, Kirana. Apa kamu lupa apa yang telah dilakukan olehnya kepada kakak pertama dan adik terakhir?” Ranjani bicara dengan kesal. Kirana terdiam. Seketika, wanita itu menutupi wajahnya, isak tangis yang membuat hati nyeri pun terdengar. Suasana semakin panas. Surapati menatap Rajendra yang kini sudah berada di sana. Dia khawatir dengan tindaka

    Last Updated : 2025-04-11
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Tidur Bersama Dua Istri

    Rajendra, pria dari dunia modern yang kini terperangkap dalam tubuh pangeran dari kerajaan Bharaloka, terbaring di antara dua istrinya yang cantik jelita. Seharusnya ini adalah anugerah, bahkan mimpi bagi sebagian pria. Namun baginya, ini adalah penyiksaan yang tak berujung. Kepalanya mendidih. Dadanya sesak. Nafasnya berat. Dan ... adiknya di bawah sana menegang. Rasanya, dia ingin sekali menyentuh mereka. Dia ingin membenamkan diri dalam kenikmatan yang selama ini hanya ia ketahui lewat imajinasi. Tapi ... ia malu. Bagaimana caranya membuka pakaian di depan wanita? Lebih dari itu, bagaimana mungkin ia melakukannya saat ada wanita lain yang bisa melihat? Malu. Itu yang ia rasakan. Malu sebagai pria yang tak berpengalaman. Malu sebagai pangeran yang harusnya sudah biasa memimpin di ranjang. Jika saat melakukannya dan dia tidak ahli, apa yang akan dikatakan oleh keempat istrinya itu? Mau ditaruh mana wajahnya? Rajendra berusaha memejamkan mata. Dia mencoba mengusir semua g

    Last Updated : 2025-04-11
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Surga Bagi Para Pria

    Suara langkah kaki terdengar dari luar rumah kayu tua itu. Bukan hanya satu atau dua orang, ini seperti sekelompok orang yang datang bersama. Pintu rumah terbuka. Surapati, dengan tubuh tegap dan dada membusung, melangkah keluar lebih dulu. Empat pengawal di belakangnya juga bersiaga, tangan mereka menggenggam gagang pedang, mata mereka tajam mengamati setiap gerakan mencurigakan. “Ada apa ini?” tanya Surapati lantang. “kenapa kalian datang segerombol?” Dari rombongan orang yang datang, seorang pria berkulit putih dengan rambut keperakan melangkah ke depan. Pakaiannya sederhana, tapi bersih dan rapi. Sorot matanya tajam namun damai, dan senyumnya menyiratkan keramahan yang tulus. “Aku Kepala Desa Gunung Jaran,” ucap pria itu dengan suara berat dan tegas. “namaku Arwan.” “Kepala desa?” tanya Tama. “Apa yang membawanya ke sini?” tanya Ranjani. Bisik-bisik penuh tanya langsung menyebar di antara para anak buah Rajendra. Surapati tetap berdiri tegak tanpa ada rasa takut se

    Last Updated : 2025-04-11
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Makan Bersama

    Dalam perjalanan menuju Desa Gunung Jaran, dia melihat ada beberapa tanah lapang yang tidak terurus. Dia berpikir di sana dia bisa melakukan sesuatu. Meski belum terpikirkan akan melakukan apa.Aroma masakan dari dapur mulai tercium. Beberapa anak buah Rajendra menyebut aromanya harum dan membuat mereka lapar.Namun bagi Rajendra, aroma masakannya sama sekali tidak menggugah selera.“Untung saja penduduk desa memberi hadiah. Jadi, kita bisa makan,” ucap Tama, bersemangat.Surapati mengangguk dengan penuh senyuman. “Setidaknya menyelamatkan kita hari ini.”Kemudian Surapati menatap ke arah Tama dan beberapa prajuritnya yang lain sambil berkata, “Jadi, setelah makan, kita harus mencari sesuatu untuk dimakan besok. Kita berburu ke hutan. Siapa tahu di sana ada ayam atau kelinci. Jika tidak ada, mungkin ada tikus.”Semuanya setuju.Rajendra mengerutkan keningnya. Dia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Surapati.“Kalian makan tikus?” tanya Rajendra dengan mimik wajah kaget bercampur j

    Last Updated : 2025-04-19
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Saling Menindih Tanpa Busana

    "Maaf, Yang Mulia. Ini salahku." Kirana menunduk dalam-dalam. Suaranya bergetar, tubuh mungilnya menegang seperti daun kering yang siap diterbangkan angin.Rajendra meletakkan sendoknya. Bubur gandum itu hambar, kental seperti lumpur, dan menyisakan pahit aneh di ujung lidah. Tapi bukan itu yang membuatnya mengernyit. Melainkan ekspresi Kirana yang seolah menanti dicambuk di depan umum.Ranjani tidak mau Kirana dihukum. Sebab Kirana sangat lemah. Oleh karena itu dia pun buru-buru membuka mulutnya."Yang Mulia, ini salahku. Kirana hanya membantu. Jika harus dihukum, hukum aku saja. Aku yang bertanggung jawab,” ucap Ranjani.Rajendra memandangi kedua istrinya. Kirana yang ringkih seperti anak kecil kelaparan, dan Ranjani yang duduk tegak penuh keberanian, meski lehernya menegang dan telapak tangannya bergetar halus.“Jadi apakah rasanya memang seperti ini? Atau kalian lupa menambahkan bumbu?” Rajendra menatap Ranjani, tak menunjukkan amarah, hanya rasa penasaran yang serius.Ranjani men

    Last Updated : 2025-04-20
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Aku Bisa!

    Tatapan mata Rajendra menusuk. Ranjani yang awalnya hendak melompat turun dari tempat tidur, kini membeku di bawah tubuh suaminya sendiri. Napasnya tercekat, dadanya naik-turun dengan cepat. Tubuhnya yang polos menempel langsung pada dada Rajendra yang kencang dan hangat.“Yang Mulia…” bisik Ranjani dengan suara gemetar. Wajahnya memerah, bukan karena malu semata, tapi karena tubuhnya menghangat, didorong rasa yang selama ini dia sembunyikan.Rajendra sendiri menelan ludah. Tubuhnya menegang. Otaknya tahu ini salah waktu, tapi tubuhnya menolak bergerak.Hangat tubuh Ranjani, aroma kulitnya, dan kedekatan yang membutakan, semua bercampur menjadi gelombang aneh di dalam dada Rajendra.Sejak pernikahan, Rajendra dulu memang telah menyentuh Ranjani. Tapi hanya sekali. Dan itu pun dalam kondisi marah. Sisanya, ia lebih sering tidur bersama para istrinya yang lain yang lebih nurut.Saat tangan Rajendra hendak bergerak turun untuk menyentuh tubuh Ranjani, pintu kamar tiba-tiba terbuka.“Ranj

    Last Updated : 2025-04-21
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Tanah Yang Diklaim

    Desingan tajam anak panah yang meluncur ke arah Rajendra seolah menghentikan waktu. Semua yang melihat hanya bisa mematung, menyaksikan maut mendekat dalam garis lurus yang sempurna menuju jantung sang pangeran.Namun mereka salah.Sebuah gerakan cepat yang hampir tak terlihat, dilakukan oleh Rajendra. Dengan satu tangan, dia meraih anak panah itu di udara, menggenggamnya kuat sebelum ujungnya sempat menyentuh kulitnya.Suasana hutan mendadak sunyi. Bahkan angin pun seolah berhenti berhembus.Rajendra melempar anak panah itu ke tanah, matanya menyala dengan amarah. “Sialan! Siapa kau? Keluar jika berani!” teriaknya.“Lindungi Yang Mulia!” pekik Tama.Prajurit yang lain langsung membentuk formasi defensif, membentuk lingkaran dengan pedang terhunus dan busur yang siap melesat, menjaga Rajendra di tengah-tengah mereka.Namun Rajendra juga tidak lengah. Matanya menyisir semak-semak, mengamati setiap gerakan dedaunan dengan ketajaman seekor elang.Dari balik semak, dua orang pria melangka

    Last Updated : 2025-04-21

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Pertarungan Di Tengah Gelap Malam

    Pria bertubuh besar itu tertawa terbahak-bahak, suaranya menggema di antara pepohonan. “Namaku Sura,” katanya dengan bangga. “Aku tidak pernah kalah dalam pertarungan selama ini. Dan sepanjang jalur Utara menuju pusat kerajaan Angkara, namaku ditakuti.”“Kamu yakin mau melawanku?” tanya Sura.Rajendra menyeringai. Dia menatap Sura tanpa gentar. “Aku tak peduli siapa kamu atau seberapa ditakutinya namamu,” ucap Rajendra dengan penuh percaya diri. “untuk masalah pertarungan, aku juga tidak pernah kalah.”Ranjani yang berdiri di belakang Rajendra terkejut mendengar pernyataan itu. Bayangan tentang Rajendra yang dulu, yang bahkan takut pada ayam jago, terlintas di benaknya.“Yang Mulia, biar aku saja yang menghadapinya,” kata Ranjani dengan cemas. “aku pinjam pedangnya.”Rajendra menatap Ranjani dengan serius. Dia tahu kalau istrinya itu mengkhawatirkannya.“Biarkan aku yang mengurusnya. Kamu menjauh ke belakang sedikit, ya. Jaga jaraknya,” ucap Rajendra dengan lembut.“Hahaha!” Sura te

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Jangan Mengintip!

    Suara lirih Rajendra itu rupanya terdengar oleh Jati yang tidur bersandar di lorong menuju dapur. Mata Jati terbuka, refleks berdiri dan mendekat.“Yang Mulia? Apa yang sedang dilakukan?” tanya Jati, penasaran.Rajendra menoleh, masih memegang mangkuk di tangannya. “Sini, lihat ini.”Jati melangkah mendekat. Ia menatap isi mangkuk, lalu mengernyitkan alis. “Ini seperti bubur gandum yang sudah basi.”Rajendra tertawa pelan. Lalu dia berkata, “Memang. Tapi di dalamnya sedang terjadi sesuatu yang luar biasa. Ini fermentasi alami dari gandum yang direndam dan akan menjadi ragi. Bahan untuk membuat roti mengembang dan empuk.”“Ragi?” Jati mengulang dengan nada bingung. “apa itu?”“Nanti kamu akan lihat. Roti berikutnya akan lebih lembut. Tapi butuh waktu ini masih butuh waktu. Kira-kira satu pekan lagi baru bisa digunakan.”Jati mengangguk perlahan, walau wajahnya tetap menunjukkan tanda tanya besar. “Baiklah, Yang Mulia.”Tiba-tiba suara langkah terburu-buru terdengar dari arah dalam ruma

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Roti Pertama

    Aroma gosong tipis bercampur hangatnya asap kayu memenuhi udara pagi. Di atas batu pipih yang telah memerah karena panas, adonan roti pipih Rajendra mulai matang.Semua orang berkumpul dalam diam. Mata mereka terpaku pada roti bundar tipis berwarna cokelat muda dengan beberapa titik hitam gosong di sana-sini.Rajendra membalikkan adonan sekali lagi, memastikan setiap sisi matang sempurna. Matanya tajam, penuh fokus, seolah sedang menangani benda pusaka langka.“Yang Mulia,” ucap Ranjani dengan alisnya sedikit mengernyit, “apakah memang harus gosong begini? Ini seperti ayam bakar yang lupa diangkat.”Kirana melirik cepat ke arah Ranjani. Dia khawatir suaminya marah kepada Ranjani karena merasa diremehkan.“Diamlah. Jangan bikin Yang Mulia tersinggung. Ini baru pertama kali dia membuatnya. Kita bisa mencobanya nanti,” bisik Kirana pelan.“Aku hanya bertanya,” sahut Ranjani dengan cepat, nada suaranya tetap tajam meski ditahan.Rajendra tak menanggapi hal itu. Ia tahu ini adalah makanan

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Sebuah Awal

    “I-itu bukan maksudku...” Suara wanita itu bergetar, matanya menunduk, suara manja yang sebelumnya keluar kini tergantikan nada ketakutan.Suaminya masih berdiri di ambang pintu, tubuh tegapnya menahan cahaya pagi.“Aku tidak genit. Aku hanya bilang, kalau orang yang meminjam seharusnya orang yang butuh. Bukan menyuruh orang lain,” lanjutnya pelan, jemari meremas sudut kain di tangannya.Pria itu terdiam. Tatapannya tak lagi marah, tapi masih menyimpan kekecewaan dan rasa curiga.Setelah beberapa saat, dia menghela napas.“Hati-hati kalau bicara. Orang luar bisa salah paham,” katanya pada akhirnya. Nada suaranya mereda, meski ketegangan belum sepenuhnya hilang.Anak buah Rajendra yang mendengar hanya berdiri kikuk. Mereka tak tahu harus bicara atau diam.Salah satu anak buah Rajendra mencoba membuka percakapan, “Kalau tidak boleh, kami akan mencari ke rumah lain. Kami tidak ingin merepotkan.”Pria itu menoleh. “Berapa lama kalian butuh alat itu?”“Besok pagi akan kami akan kembalikan,

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Berkeringat

    Nada lembut itu menusuk langsung ke dalam jantung Rajendra. Suara Kirana terasa seperti bisikan angin musim semi yang menyentuh kulit, terlalu halus dan terlalu manja untuk didengar dalam kamar sempit dengan dua wanita yang bersamanya. “Yang Mulia menginginkan sesuatu malam ini?” tanya Kirana lagi, masih dalam nada rendah yang membuat darah Rajendra mengalir ke tempat-tempat yang tak seharusnya. Rajendra mengalihkan tatapannya. “Tidak. A-aku hanya ingin tidur.” Kirana terdiam sejenak. Lalu ia menggeser tubuhnya, memberikan ruang. “Maafkan aku, mungkin aku membuat tempat tidur ini jadi terlalu sempit.” “Tidak apa-apa,” balas Rajendra singkat, tanpa menatap istrinya. Rajendra hanya ingin malam itu berlalu cepat. Sebab dia belum siap. Meskipun tubuhnya merespons dengan liar, pikirannya masih terlalu bingung dan dipenuhi ketakutan. Rajendra takut mengecewakan, takut tidak cukup baik, dan takut menjadi lelucon di ranjang. Akhirnya Rajendra berbaring di atas kasur dengan perl

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Harapan Baru

    Rajendra duduk bersandar di dinding kayu rumah. Di tangannya masih tersisa aroma tanah dari sore yang panjang di hutan.Rajendra memejamkan mata sejenak, membayangkan biji-biji gandum itu digiling menjadi tepung putih halus, lalu diolah menjadi roti hangat yang mengepul di pagi hari.“Yang Mulia,” suara lembut itu membuyarkan lamunannya.Kirana bersimpuh di ambang pintu kamar, tubuhnya dibalut kain tipis tidur yang sederhana. Rambutnya terurai, dan di bawah cahaya pelita, wajahnya tampak tenang. Namun ada sesuatu di dalamnya. Ada kecemasan yang disembunyikan.“Ayo tidur. Ini sudah malam,” ucap Kirana, pelan dan lembut.Rajendra membuka mata. Tatapannya bertemu mata Kirana. Jantungnya berdetak, cepat dan tak karuan.Ia mengalihkan pandangan. “Sebentar lagi.”Kirana menatap wajah Rajendra. Dia ingin mengajak suaminya lagi untuk tidur, namun Ranjani berdiri di belakangnya dan menyahut tajam.“Sudahlah, Kirana. Jangan paksa Yang Mulia tidur kalau dia tak ingin. Biarkan saja mau tidur atau

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Tanah Yang Diklaim

    Desingan tajam anak panah yang meluncur ke arah Rajendra seolah menghentikan waktu. Semua yang melihat hanya bisa mematung, menyaksikan maut mendekat dalam garis lurus yang sempurna menuju jantung sang pangeran.Namun mereka salah.Sebuah gerakan cepat yang hampir tak terlihat, dilakukan oleh Rajendra. Dengan satu tangan, dia meraih anak panah itu di udara, menggenggamnya kuat sebelum ujungnya sempat menyentuh kulitnya.Suasana hutan mendadak sunyi. Bahkan angin pun seolah berhenti berhembus.Rajendra melempar anak panah itu ke tanah, matanya menyala dengan amarah. “Sialan! Siapa kau? Keluar jika berani!” teriaknya.“Lindungi Yang Mulia!” pekik Tama.Prajurit yang lain langsung membentuk formasi defensif, membentuk lingkaran dengan pedang terhunus dan busur yang siap melesat, menjaga Rajendra di tengah-tengah mereka.Namun Rajendra juga tidak lengah. Matanya menyisir semak-semak, mengamati setiap gerakan dedaunan dengan ketajaman seekor elang.Dari balik semak, dua orang pria melangka

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Aku Bisa!

    Tatapan mata Rajendra menusuk. Ranjani yang awalnya hendak melompat turun dari tempat tidur, kini membeku di bawah tubuh suaminya sendiri. Napasnya tercekat, dadanya naik-turun dengan cepat. Tubuhnya yang polos menempel langsung pada dada Rajendra yang kencang dan hangat.“Yang Mulia…” bisik Ranjani dengan suara gemetar. Wajahnya memerah, bukan karena malu semata, tapi karena tubuhnya menghangat, didorong rasa yang selama ini dia sembunyikan.Rajendra sendiri menelan ludah. Tubuhnya menegang. Otaknya tahu ini salah waktu, tapi tubuhnya menolak bergerak.Hangat tubuh Ranjani, aroma kulitnya, dan kedekatan yang membutakan, semua bercampur menjadi gelombang aneh di dalam dada Rajendra.Sejak pernikahan, Rajendra dulu memang telah menyentuh Ranjani. Tapi hanya sekali. Dan itu pun dalam kondisi marah. Sisanya, ia lebih sering tidur bersama para istrinya yang lain yang lebih nurut.Saat tangan Rajendra hendak bergerak turun untuk menyentuh tubuh Ranjani, pintu kamar tiba-tiba terbuka.“Ranj

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Saling Menindih Tanpa Busana

    "Maaf, Yang Mulia. Ini salahku." Kirana menunduk dalam-dalam. Suaranya bergetar, tubuh mungilnya menegang seperti daun kering yang siap diterbangkan angin.Rajendra meletakkan sendoknya. Bubur gandum itu hambar, kental seperti lumpur, dan menyisakan pahit aneh di ujung lidah. Tapi bukan itu yang membuatnya mengernyit. Melainkan ekspresi Kirana yang seolah menanti dicambuk di depan umum.Ranjani tidak mau Kirana dihukum. Sebab Kirana sangat lemah. Oleh karena itu dia pun buru-buru membuka mulutnya."Yang Mulia, ini salahku. Kirana hanya membantu. Jika harus dihukum, hukum aku saja. Aku yang bertanggung jawab,” ucap Ranjani.Rajendra memandangi kedua istrinya. Kirana yang ringkih seperti anak kecil kelaparan, dan Ranjani yang duduk tegak penuh keberanian, meski lehernya menegang dan telapak tangannya bergetar halus.“Jadi apakah rasanya memang seperti ini? Atau kalian lupa menambahkan bumbu?” Rajendra menatap Ranjani, tak menunjukkan amarah, hanya rasa penasaran yang serius.Ranjani men

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status