Share

Makan Bersama

Auteur: Falisha Ashia
last update Dernière mise à jour: 2025-04-19 10:15:37

Dalam perjalanan menuju Desa Gunung Jaran, dia melihat ada beberapa tanah lapang yang tidak terurus. Dia berpikir di sana dia bisa melakukan sesuatu. Meski belum terpikirkan akan melakukan apa.

Aroma masakan dari dapur mulai tercium. Beberapa anak buah Rajendra menyebut aromanya harum dan membuat mereka lapar.

Namun bagi Rajendra, aroma masakannya sama sekali tidak menggugah selera.

“Untung saja penduduk desa memberi hadiah. Jadi, kita bisa makan,” ucap Tama, bersemangat.

Surapati mengangguk dengan penuh senyuman. “Setidaknya menyelamatkan kita hari ini.”

Kemudian Surapati menatap ke arah Tama dan beberapa prajuritnya yang lain sambil berkata, “Jadi, setelah makan, kita harus mencari sesuatu untuk dimakan besok. Kita berburu ke hutan. Siapa tahu di sana ada ayam atau kelinci. Jika tidak ada, mungkin ada tikus.”

Semuanya setuju.

Rajendra mengerutkan keningnya. Dia terkejut dengan apa yang dikatakan oleh Surapati.

“Kalian makan tikus?” tanya Rajendra dengan mimik wajah kaget bercampur jijik.

Di kehidupan modern, apalagi di tempat tinggalnya dulu, tikus adalah hewan kotor yang hidup di selokan air, makan di tong sampah dan tempat-tempat kotor lainnya.

Oleh karena itu, dia merasa jijik saat mendengar tikus dimakan.

Tama mengangguk tanpa rasa berdosa. “Ya, tentu saja. Rasa daging tikus cukup enak. Rasanya mirip seperti daging kelinci.”

Rajendra menjelaskan saliva karena merasa jijik. Asam lambungnya pun menjadi naik saat ini.

Tidak lama kemudian Kirana keluar dapur dan menemui sang suami.

“Yang Mulia, makanan sudah siap. Mari makan,” ucap Kirana dengan lembut.

“Baik.” Rajendra berdiri dan dia pun berjalan masuk ke dalam rumah.

Rajendra mengira jika Surapati dan yang lainnya akan mengikutinya ke dalam rumah. Namun ternyata tidak.

Selama ini, mereka belum pernah sekali pun makan bersama dengan keluarga kerajaan. Mereka makan terpisah meskipun sedang mengadakan makan besar dalam sebuah perayaan.

Jadi mereka akan makan setelah Rajendra selesai.

Namun Rajendra tidak menyukai itu. Dia lebih suka makan bersama karena akan menambah nikmat.

“Kenapa kalian masih diam di sana? Ayo makan!” seru Rajendra.

Surapati mengulurkan tangannya dengan senyuman di wajah. “Silakan, Yang Mulia makanan terlebih dahulu. Kami akan makan setelah Yang Mulia selesai.”

Rajendra mengerutkan keningnya. “Bukankah kalian lapar? Bahkan mencium aromanya saja membuat kalian bersemangat. Kenapa menunda?”

“Tidak apa-apa, Yang Mulia. Silakan makan terlebih dahulu bersama dengan tuan Putri Kirana dan tuan Putri Ranjani,” ucap Surapati.

Kirana memegang jubah Rajendra dengan sangat hati-hati. “Yang Mulia makan dulu. Mereka tidak akan makan bersama dengan Pangeran karena dianggap tidak sopan.”

Rajendra melangkah menghampiri Surapati. Dia menarik tangan pria tua itu agar berdiri.

“Selama bersama denganku, kalian semua harus makan bersama,” ucap Rajendra dengan tegas. “apa yang aku makan, kalian juga makan. Menunya sama. Aku tidak mau membedakan.”

Surapati tidak mampu untuk menolak lagi. Ketegasan yang dimunculkan oleh Rajendra membuat siapapun takut untuk membantah.

Mereka kini berkumpul di ruang tengah rumah. Duduk di lantai tanpa alas.

Hanya ada satu meja kecil di tengah-tengah ruangan, sebagai meja makan bagi Rajendra.

Para prajurit menjaga jarak. Mereka duduk di pojok-pojok ruangan. Dan begitupun kedua istrinya Rajendra.

“Kalian, kenapa jauh sekali? Apa kalian merasa jijik makan bersamaku di satu meja?” tanya Rajendra kepada kedua istrinya.

“Bukan begitu, Yang Mulia. Hanya saja mejanya kecil. Tidak muat jika kamu makan di meja juga,” ucap Kirana.

“Di sini masih muat,” kata Rajendra seraya menunjuk bagian depan meja.

Kirana dan Ranjani saling pandang. Mereka bingung kenapa Rajendra begitu baik saat ini. Bukan hanya kepada mereka tetapi juga kepada anak buahnya.

Jika Rajendra yang dulu, dia bahkan tidak mau makan bersama meskipun mejanya besar.

Di zaman itu, wanita hanya dianggap sebagai pelayan saja. Entah pelayan untuk mengurus rumah atau pelayan ranjang. Mereka tidak pernah berada di kedudukan yang sama.

“Bukankah kalian adalah istriku? Kalau begitu, sini, makan di meja bersamaku,” kata Rajendra.

“Tidak perlu Yang Mulia. Kami tidak mau membuat masalah,” ucap Ranjani.

“Tidak ada masalah dengan makan bersama. Ayolah, jangan membuang waktu. Aku sudah lapar!” ucap Rajendra yang kini mulai tegas.

Kirana menoleh ke arah Ranjani. Dan Ranjani hanya mengangguk saja.

Keduanya pun maju secara perlahan, membawa piring kecil berisi bubur gandum dan daun umbi-umbian.

Di atas meja, terdapat

“Kalian hanya makan itu?” tanya Rajendra.

“Iya, kami makan ini. Bubur gandum dan sayur umbi,” terang Rajendra.

Rajendra melihat ke atas mejanya. Di sana terdapat sepiring nasi, satu ekor ayam bakar, dan semangkuk sayur bayam.

“Apakah masih ada bubur gandum? Aku ingin makan bubur gandum,” tanya Rajendra.

Sontak saja semua orang terkejut. Pangeran makan bubur gandum? Apa tidak salah?

“Yang Mulia, lebih baik makan nasi. Lebih enak dan mengenyangkan. Biarkan bubur gandum ini untuk kami,” ucap Kirana dengan lembut.

Di zaman modern, Rajendra makan nasi tiap hari. Jadi dia merasa bosan. Kali ini dia ingin makan bubur gandum. Bayangannya, rasa bubur gandum sama dengan sereal gandum di zaman modern.

“Tapi aku bosan makan nasi. Aku ingin makan bubur gandum kali ini. Jika masih ada, berikan padaku,” ucap Rajendra.

“Baik, silakan tunggu sebentar Yang Mulia. Aku akan mengambilkannya untukmu,” ucap Kirana.

Tidak perlu waktu lama, Kirana telah kembali dengan membawa satu mangkuk berisi bubur gandum.

“Silakan Yang Mulia!” ucap Kirana seraya meletakkan mangkuk ke atas meja.

Rajendra tersenyum. Dia sudah membayangkan makan siang yang enak siang ini.

Namun ketika Rajendra menyuap sesendok bubur gandum, matanya melotot. Spontan dia melepehkan kembali bubur gandum itu

“Apa-apaan ini? Kenapa rasanya pahit?” tanya Rajendea setengah berteriak.

Semuanya menjadi tegang sekarang.

Pangeran Rajendra telah marah. Sesuatu yang mengerikan akan terjadi.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Related chapter

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Saling Menindih Tanpa Busana

    "Maaf, Yang Mulia. Ini salahku." Kirana menunduk dalam-dalam. Suaranya bergetar, tubuh mungilnya menegang seperti daun kering yang siap diterbangkan angin.Rajendra meletakkan sendoknya. Bubur gandum itu hambar, kental seperti lumpur, dan menyisakan pahit aneh di ujung lidah. Tapi bukan itu yang membuatnya mengernyit. Melainkan ekspresi Kirana yang seolah menanti dicambuk di depan umum.Ranjani tidak mau Kirana dihukum. Sebab Kirana sangat lemah. Oleh karena itu dia pun buru-buru membuka mulutnya."Yang Mulia, ini salahku. Kirana hanya membantu. Jika harus dihukum, hukum aku saja. Aku yang bertanggung jawab,” ucap Ranjani.Rajendra memandangi kedua istrinya. Kirana yang ringkih seperti anak kecil kelaparan, dan Ranjani yang duduk tegak penuh keberanian, meski lehernya menegang dan telapak tangannya bergetar halus.“Jadi apakah rasanya memang seperti ini? Atau kalian lupa menambahkan bumbu?” Rajendra menatap Ranjani, tak menunjukkan amarah, hanya rasa penasaran yang serius.Ranjani men

    Dernière mise à jour : 2025-04-20
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Aku Bisa!

    Tatapan mata Rajendra menusuk. Ranjani yang awalnya hendak melompat turun dari tempat tidur, kini membeku di bawah tubuh suaminya sendiri. Napasnya tercekat, dadanya naik-turun dengan cepat. Tubuhnya yang polos menempel langsung pada dada Rajendra yang kencang dan hangat.“Yang Mulia…” bisik Ranjani dengan suara gemetar. Wajahnya memerah, bukan karena malu semata, tapi karena tubuhnya menghangat, didorong rasa yang selama ini dia sembunyikan.Rajendra sendiri menelan ludah. Tubuhnya menegang. Otaknya tahu ini salah waktu, tapi tubuhnya menolak bergerak.Hangat tubuh Ranjani, aroma kulitnya, dan kedekatan yang membutakan, semua bercampur menjadi gelombang aneh di dalam dada Rajendra.Sejak pernikahan, Rajendra dulu memang telah menyentuh Ranjani. Tapi hanya sekali. Dan itu pun dalam kondisi marah. Sisanya, ia lebih sering tidur bersama para istrinya yang lain yang lebih nurut.Saat tangan Rajendra hendak bergerak turun untuk menyentuh tubuh Ranjani, pintu kamar tiba-tiba terbuka.“Ranj

    Dernière mise à jour : 2025-04-21
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Tanah Yang Diklaim

    Desingan tajam anak panah yang meluncur ke arah Rajendra seolah menghentikan waktu. Semua yang melihat hanya bisa mematung, menyaksikan maut mendekat dalam garis lurus yang sempurna menuju jantung sang pangeran.Namun mereka salah.Sebuah gerakan cepat yang hampir tak terlihat, dilakukan oleh Rajendra. Dengan satu tangan, dia meraih anak panah itu di udara, menggenggamnya kuat sebelum ujungnya sempat menyentuh kulitnya.Suasana hutan mendadak sunyi. Bahkan angin pun seolah berhenti berhembus.Rajendra melempar anak panah itu ke tanah, matanya menyala dengan amarah. “Sialan! Siapa kau? Keluar jika berani!” teriaknya.“Lindungi Yang Mulia!” pekik Tama.Prajurit yang lain langsung membentuk formasi defensif, membentuk lingkaran dengan pedang terhunus dan busur yang siap melesat, menjaga Rajendra di tengah-tengah mereka.Namun Rajendra juga tidak lengah. Matanya menyisir semak-semak, mengamati setiap gerakan dedaunan dengan ketajaman seekor elang.Dari balik semak, dua orang pria melangka

    Dernière mise à jour : 2025-04-21
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Harapan Baru

    Rajendra duduk bersandar di dinding kayu rumah. Di tangannya masih tersisa aroma tanah dari sore yang panjang di hutan.Rajendra memejamkan mata sejenak, membayangkan biji-biji gandum itu digiling menjadi tepung putih halus, lalu diolah menjadi roti hangat yang mengepul di pagi hari.“Yang Mulia,” suara lembut itu membuyarkan lamunannya.Kirana bersimpuh di ambang pintu kamar, tubuhnya dibalut kain tipis tidur yang sederhana. Rambutnya terurai, dan di bawah cahaya pelita, wajahnya tampak tenang. Namun ada sesuatu di dalamnya. Ada kecemasan yang disembunyikan.“Ayo tidur. Ini sudah malam,” ucap Kirana, pelan dan lembut.Rajendra membuka mata. Tatapannya bertemu mata Kirana. Jantungnya berdetak, cepat dan tak karuan.Ia mengalihkan pandangan. “Sebentar lagi.”Kirana menatap wajah Rajendra. Dia ingin mengajak suaminya lagi untuk tidur, namun Ranjani berdiri di belakangnya dan menyahut tajam.“Sudahlah, Kirana. Jangan paksa Yang Mulia tidur kalau dia tak ingin. Biarkan saja mau tidur atau

    Dernière mise à jour : 2025-04-22
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Berkeringat

    Nada lembut itu menusuk langsung ke dalam jantung Rajendra. Suara Kirana terasa seperti bisikan angin musim semi yang menyentuh kulit, terlalu halus dan terlalu manja untuk didengar dalam kamar sempit dengan dua wanita yang bersamanya. “Yang Mulia menginginkan sesuatu malam ini?” tanya Kirana lagi, masih dalam nada rendah yang membuat darah Rajendra mengalir ke tempat-tempat yang tak seharusnya. Rajendra mengalihkan tatapannya. “Tidak. A-aku hanya ingin tidur.” Kirana terdiam sejenak. Lalu ia menggeser tubuhnya, memberikan ruang. “Maafkan aku, mungkin aku membuat tempat tidur ini jadi terlalu sempit.” “Tidak apa-apa,” balas Rajendra singkat, tanpa menatap istrinya. Rajendra hanya ingin malam itu berlalu cepat. Sebab dia belum siap. Meskipun tubuhnya merespons dengan liar, pikirannya masih terlalu bingung dan dipenuhi ketakutan. Rajendra takut mengecewakan, takut tidak cukup baik, dan takut menjadi lelucon di ranjang. Akhirnya Rajendra berbaring di atas kasur dengan perl

    Dernière mise à jour : 2025-04-22
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Sebuah Awal

    “I-itu bukan maksudku...” Suara wanita itu bergetar, matanya menunduk, suara manja yang sebelumnya keluar kini tergantikan nada ketakutan.Suaminya masih berdiri di ambang pintu, tubuh tegapnya menahan cahaya pagi.“Aku tidak genit. Aku hanya bilang, kalau orang yang meminjam seharusnya orang yang butuh. Bukan menyuruh orang lain,” lanjutnya pelan, jemari meremas sudut kain di tangannya.Pria itu terdiam. Tatapannya tak lagi marah, tapi masih menyimpan kekecewaan dan rasa curiga.Setelah beberapa saat, dia menghela napas.“Hati-hati kalau bicara. Orang luar bisa salah paham,” katanya pada akhirnya. Nada suaranya mereda, meski ketegangan belum sepenuhnya hilang.Anak buah Rajendra yang mendengar hanya berdiri kikuk. Mereka tak tahu harus bicara atau diam.Salah satu anak buah Rajendra mencoba membuka percakapan, “Kalau tidak boleh, kami akan mencari ke rumah lain. Kami tidak ingin merepotkan.”Pria itu menoleh. “Berapa lama kalian butuh alat itu?”“Besok pagi akan kami akan kembalikan,

    Dernière mise à jour : 2025-04-23
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Roti Pertama

    Aroma gosong tipis bercampur hangatnya asap kayu memenuhi udara pagi. Di atas batu pipih yang telah memerah karena panas, adonan roti pipih Rajendra mulai matang.Semua orang berkumpul dalam diam. Mata mereka terpaku pada roti bundar tipis berwarna cokelat muda dengan beberapa titik hitam gosong di sana-sini.Rajendra membalikkan adonan sekali lagi, memastikan setiap sisi matang sempurna. Matanya tajam, penuh fokus, seolah sedang menangani benda pusaka langka.“Yang Mulia,” ucap Ranjani dengan alisnya sedikit mengernyit, “apakah memang harus gosong begini? Ini seperti ayam bakar yang lupa diangkat.”Kirana melirik cepat ke arah Ranjani. Dia khawatir suaminya marah kepada Ranjani karena merasa diremehkan.“Diamlah. Jangan bikin Yang Mulia tersinggung. Ini baru pertama kali dia membuatnya. Kita bisa mencobanya nanti,” bisik Kirana pelan.“Aku hanya bertanya,” sahut Ranjani dengan cepat, nada suaranya tetap tajam meski ditahan.Rajendra tak menanggapi hal itu. Ia tahu ini adalah makanan

    Dernière mise à jour : 2025-04-24
  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Jangan Mengintip!

    Suara lirih Rajendra itu rupanya terdengar oleh Jati yang tidur bersandar di lorong menuju dapur. Mata Jati terbuka, refleks berdiri dan mendekat.“Yang Mulia? Apa yang sedang dilakukan?” tanya Jati, penasaran.Rajendra menoleh, masih memegang mangkuk di tangannya. “Sini, lihat ini.”Jati melangkah mendekat. Ia menatap isi mangkuk, lalu mengernyitkan alis. “Ini seperti bubur gandum yang sudah basi.”Rajendra tertawa pelan. Lalu dia berkata, “Memang. Tapi di dalamnya sedang terjadi sesuatu yang luar biasa. Ini fermentasi alami dari gandum yang direndam dan akan menjadi ragi. Bahan untuk membuat roti mengembang dan empuk.”“Ragi?” Jati mengulang dengan nada bingung. “apa itu?”“Nanti kamu akan lihat. Roti berikutnya akan lebih lembut. Tapi butuh waktu ini masih butuh waktu. Kira-kira satu pekan lagi baru bisa digunakan.”Jati mengangguk perlahan, walau wajahnya tetap menunjukkan tanda tanya besar. “Baiklah, Yang Mulia.”Tiba-tiba suara langkah terburu-buru terdengar dari arah dalam ruma

    Dernière mise à jour : 2025-04-24

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Pertarungan Di Tengah Gelap Malam

    Pria bertubuh besar itu tertawa terbahak-bahak, suaranya menggema di antara pepohonan. “Namaku Sura,” katanya dengan bangga. “Aku tidak pernah kalah dalam pertarungan selama ini. Dan sepanjang jalur Utara menuju pusat kerajaan Angkara, namaku ditakuti.”“Kamu yakin mau melawanku?” tanya Sura.Rajendra menyeringai. Dia menatap Sura tanpa gentar. “Aku tak peduli siapa kamu atau seberapa ditakutinya namamu,” ucap Rajendra dengan penuh percaya diri. “untuk masalah pertarungan, aku juga tidak pernah kalah.”Ranjani yang berdiri di belakang Rajendra terkejut mendengar pernyataan itu. Bayangan tentang Rajendra yang dulu, yang bahkan takut pada ayam jago, terlintas di benaknya.“Yang Mulia, biar aku saja yang menghadapinya,” kata Ranjani dengan cemas. “aku pinjam pedangnya.”Rajendra menatap Ranjani dengan serius. Dia tahu kalau istrinya itu mengkhawatirkannya.“Biarkan aku yang mengurusnya. Kamu menjauh ke belakang sedikit, ya. Jaga jaraknya,” ucap Rajendra dengan lembut.“Hahaha!” Sura te

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Jangan Mengintip!

    Suara lirih Rajendra itu rupanya terdengar oleh Jati yang tidur bersandar di lorong menuju dapur. Mata Jati terbuka, refleks berdiri dan mendekat.“Yang Mulia? Apa yang sedang dilakukan?” tanya Jati, penasaran.Rajendra menoleh, masih memegang mangkuk di tangannya. “Sini, lihat ini.”Jati melangkah mendekat. Ia menatap isi mangkuk, lalu mengernyitkan alis. “Ini seperti bubur gandum yang sudah basi.”Rajendra tertawa pelan. Lalu dia berkata, “Memang. Tapi di dalamnya sedang terjadi sesuatu yang luar biasa. Ini fermentasi alami dari gandum yang direndam dan akan menjadi ragi. Bahan untuk membuat roti mengembang dan empuk.”“Ragi?” Jati mengulang dengan nada bingung. “apa itu?”“Nanti kamu akan lihat. Roti berikutnya akan lebih lembut. Tapi butuh waktu ini masih butuh waktu. Kira-kira satu pekan lagi baru bisa digunakan.”Jati mengangguk perlahan, walau wajahnya tetap menunjukkan tanda tanya besar. “Baiklah, Yang Mulia.”Tiba-tiba suara langkah terburu-buru terdengar dari arah dalam ruma

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Roti Pertama

    Aroma gosong tipis bercampur hangatnya asap kayu memenuhi udara pagi. Di atas batu pipih yang telah memerah karena panas, adonan roti pipih Rajendra mulai matang.Semua orang berkumpul dalam diam. Mata mereka terpaku pada roti bundar tipis berwarna cokelat muda dengan beberapa titik hitam gosong di sana-sini.Rajendra membalikkan adonan sekali lagi, memastikan setiap sisi matang sempurna. Matanya tajam, penuh fokus, seolah sedang menangani benda pusaka langka.“Yang Mulia,” ucap Ranjani dengan alisnya sedikit mengernyit, “apakah memang harus gosong begini? Ini seperti ayam bakar yang lupa diangkat.”Kirana melirik cepat ke arah Ranjani. Dia khawatir suaminya marah kepada Ranjani karena merasa diremehkan.“Diamlah. Jangan bikin Yang Mulia tersinggung. Ini baru pertama kali dia membuatnya. Kita bisa mencobanya nanti,” bisik Kirana pelan.“Aku hanya bertanya,” sahut Ranjani dengan cepat, nada suaranya tetap tajam meski ditahan.Rajendra tak menanggapi hal itu. Ia tahu ini adalah makanan

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Sebuah Awal

    “I-itu bukan maksudku...” Suara wanita itu bergetar, matanya menunduk, suara manja yang sebelumnya keluar kini tergantikan nada ketakutan.Suaminya masih berdiri di ambang pintu, tubuh tegapnya menahan cahaya pagi.“Aku tidak genit. Aku hanya bilang, kalau orang yang meminjam seharusnya orang yang butuh. Bukan menyuruh orang lain,” lanjutnya pelan, jemari meremas sudut kain di tangannya.Pria itu terdiam. Tatapannya tak lagi marah, tapi masih menyimpan kekecewaan dan rasa curiga.Setelah beberapa saat, dia menghela napas.“Hati-hati kalau bicara. Orang luar bisa salah paham,” katanya pada akhirnya. Nada suaranya mereda, meski ketegangan belum sepenuhnya hilang.Anak buah Rajendra yang mendengar hanya berdiri kikuk. Mereka tak tahu harus bicara atau diam.Salah satu anak buah Rajendra mencoba membuka percakapan, “Kalau tidak boleh, kami akan mencari ke rumah lain. Kami tidak ingin merepotkan.”Pria itu menoleh. “Berapa lama kalian butuh alat itu?”“Besok pagi akan kami akan kembalikan,

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Berkeringat

    Nada lembut itu menusuk langsung ke dalam jantung Rajendra. Suara Kirana terasa seperti bisikan angin musim semi yang menyentuh kulit, terlalu halus dan terlalu manja untuk didengar dalam kamar sempit dengan dua wanita yang bersamanya. “Yang Mulia menginginkan sesuatu malam ini?” tanya Kirana lagi, masih dalam nada rendah yang membuat darah Rajendra mengalir ke tempat-tempat yang tak seharusnya. Rajendra mengalihkan tatapannya. “Tidak. A-aku hanya ingin tidur.” Kirana terdiam sejenak. Lalu ia menggeser tubuhnya, memberikan ruang. “Maafkan aku, mungkin aku membuat tempat tidur ini jadi terlalu sempit.” “Tidak apa-apa,” balas Rajendra singkat, tanpa menatap istrinya. Rajendra hanya ingin malam itu berlalu cepat. Sebab dia belum siap. Meskipun tubuhnya merespons dengan liar, pikirannya masih terlalu bingung dan dipenuhi ketakutan. Rajendra takut mengecewakan, takut tidak cukup baik, dan takut menjadi lelucon di ranjang. Akhirnya Rajendra berbaring di atas kasur dengan perl

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Harapan Baru

    Rajendra duduk bersandar di dinding kayu rumah. Di tangannya masih tersisa aroma tanah dari sore yang panjang di hutan.Rajendra memejamkan mata sejenak, membayangkan biji-biji gandum itu digiling menjadi tepung putih halus, lalu diolah menjadi roti hangat yang mengepul di pagi hari.“Yang Mulia,” suara lembut itu membuyarkan lamunannya.Kirana bersimpuh di ambang pintu kamar, tubuhnya dibalut kain tipis tidur yang sederhana. Rambutnya terurai, dan di bawah cahaya pelita, wajahnya tampak tenang. Namun ada sesuatu di dalamnya. Ada kecemasan yang disembunyikan.“Ayo tidur. Ini sudah malam,” ucap Kirana, pelan dan lembut.Rajendra membuka mata. Tatapannya bertemu mata Kirana. Jantungnya berdetak, cepat dan tak karuan.Ia mengalihkan pandangan. “Sebentar lagi.”Kirana menatap wajah Rajendra. Dia ingin mengajak suaminya lagi untuk tidur, namun Ranjani berdiri di belakangnya dan menyahut tajam.“Sudahlah, Kirana. Jangan paksa Yang Mulia tidur kalau dia tak ingin. Biarkan saja mau tidur atau

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Tanah Yang Diklaim

    Desingan tajam anak panah yang meluncur ke arah Rajendra seolah menghentikan waktu. Semua yang melihat hanya bisa mematung, menyaksikan maut mendekat dalam garis lurus yang sempurna menuju jantung sang pangeran.Namun mereka salah.Sebuah gerakan cepat yang hampir tak terlihat, dilakukan oleh Rajendra. Dengan satu tangan, dia meraih anak panah itu di udara, menggenggamnya kuat sebelum ujungnya sempat menyentuh kulitnya.Suasana hutan mendadak sunyi. Bahkan angin pun seolah berhenti berhembus.Rajendra melempar anak panah itu ke tanah, matanya menyala dengan amarah. “Sialan! Siapa kau? Keluar jika berani!” teriaknya.“Lindungi Yang Mulia!” pekik Tama.Prajurit yang lain langsung membentuk formasi defensif, membentuk lingkaran dengan pedang terhunus dan busur yang siap melesat, menjaga Rajendra di tengah-tengah mereka.Namun Rajendra juga tidak lengah. Matanya menyisir semak-semak, mengamati setiap gerakan dedaunan dengan ketajaman seekor elang.Dari balik semak, dua orang pria melangka

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Aku Bisa!

    Tatapan mata Rajendra menusuk. Ranjani yang awalnya hendak melompat turun dari tempat tidur, kini membeku di bawah tubuh suaminya sendiri. Napasnya tercekat, dadanya naik-turun dengan cepat. Tubuhnya yang polos menempel langsung pada dada Rajendra yang kencang dan hangat.“Yang Mulia…” bisik Ranjani dengan suara gemetar. Wajahnya memerah, bukan karena malu semata, tapi karena tubuhnya menghangat, didorong rasa yang selama ini dia sembunyikan.Rajendra sendiri menelan ludah. Tubuhnya menegang. Otaknya tahu ini salah waktu, tapi tubuhnya menolak bergerak.Hangat tubuh Ranjani, aroma kulitnya, dan kedekatan yang membutakan, semua bercampur menjadi gelombang aneh di dalam dada Rajendra.Sejak pernikahan, Rajendra dulu memang telah menyentuh Ranjani. Tapi hanya sekali. Dan itu pun dalam kondisi marah. Sisanya, ia lebih sering tidur bersama para istrinya yang lain yang lebih nurut.Saat tangan Rajendra hendak bergerak turun untuk menyentuh tubuh Ranjani, pintu kamar tiba-tiba terbuka.“Ranj

  • Perjalanan Waktu: Gairah Liar Para Selir!   Saling Menindih Tanpa Busana

    "Maaf, Yang Mulia. Ini salahku." Kirana menunduk dalam-dalam. Suaranya bergetar, tubuh mungilnya menegang seperti daun kering yang siap diterbangkan angin.Rajendra meletakkan sendoknya. Bubur gandum itu hambar, kental seperti lumpur, dan menyisakan pahit aneh di ujung lidah. Tapi bukan itu yang membuatnya mengernyit. Melainkan ekspresi Kirana yang seolah menanti dicambuk di depan umum.Ranjani tidak mau Kirana dihukum. Sebab Kirana sangat lemah. Oleh karena itu dia pun buru-buru membuka mulutnya."Yang Mulia, ini salahku. Kirana hanya membantu. Jika harus dihukum, hukum aku saja. Aku yang bertanggung jawab,” ucap Ranjani.Rajendra memandangi kedua istrinya. Kirana yang ringkih seperti anak kecil kelaparan, dan Ranjani yang duduk tegak penuh keberanian, meski lehernya menegang dan telapak tangannya bergetar halus.“Jadi apakah rasanya memang seperti ini? Atau kalian lupa menambahkan bumbu?” Rajendra menatap Ranjani, tak menunjukkan amarah, hanya rasa penasaran yang serius.Ranjani men

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status