“Kamu Seriusan mau menikah?” Adalah pertanyaan Khafi saat baru saja Naraya bergabung bersama penari lainnya di Aula untuk latihan rutin.Pria itu tampak terkejut sekaligus tidak terima.“Kenapa memang?” Malah Ibu Veronica yang menyahut dengan nada menantang. Naraya yang tadi sedikit terkejut mendapat pertanyaan dengan suara tinggi dari Khafi lantas mengalihkan pandangan pada ibu Veronica.Tadi malam Naraya mengirim undangan pernikahan virtual untuk teman-teman kampusnya di beberapa grup chat.Dia tidak memiliki banyak keluarga jadi akan mengundang teman-teman kampusnya saja.“Enggak Bu, cuma nanya aja.” Khafi menjelaskan.“Makanya kalau kamu memang suka sama Nay ya langsung ambil langkah donk … ajak pacaran terus lamar dia … kasih kepastian … jangan diem-diem bae … jadi keduluan orang luar, kan!” Betapa santai ibu Veronica mengatakannya seakan mengetahui yang sebenarnya isi hati Khafi.Khafi tersenyum kecut, dia lantas pergi karena tidak bisa merangkai kalimat untuk menyanggah ucapan
“Cieeee … dijemput pacar tuh … eh, tunangan maksudnya.” Anggit menyenggol lengan Naraya yang kemudian tersenyum simpul.Mereka baru saja selesai mengikuti kelas yang sama.Beberapa meter di depan mereka, tampak Ghazanvar berdiri di samping mobil.Kenapa juga tunangan Naraya itu harus menunggu di luar mobil sih? Ghazanvar jadi pusat perhatian para mahasiswi membuat hati Naraya terbakar cemburu. “Nay kenalin sama abang yuk, Git.” Naraya menarik tangan Anggit berjalan lebih cepat menghampiri Ghazanvar.Ghazanvar tersenyum lebar saat netranya telah menangkap sosok Naraya.Tangannya terulur mengusap kepala Naraya yang bibirnya balas tersenyum saat sang gadis sudah sampai di depannya.“Abang … kenalin, ini Anggit teman Nay.”Ghazanvar langsung mengulurkan tangan ke depan Anggit, gadis itu menatap Ghazanvar penuh minat, nyaris meleleh air liur dari sudut bibirnya.“Anggit!” Naraya menyenggol lengan Anggit membuat gadis itu terhenyak.“Eh iya, Hallo!” Anggit berseru kaget, menjabat tangan G
Naraya masih seperti orang linglung tidak banyak bicara sampai akhirnya pesawat mendarat sempurna.Begitu turun dari pesawat sudah ada mobil mewah yang belum pernah Naraya lihat selama hidupnya tinggal di Indonesia.Mobil itu dikemudikan supir, Alex duduk di sampingnya sedangkan Naraya dan Ghazanvar di kabin belakang.Pandangan Naraya terpaku keluar jendela yang menyajikan keindahan bangunan-bangunan tua khas kota Paris.Mata Naraya tidak berkedip karena tidak ingin ada satu pun yang terlewat dan luput dari pandangannya. Naraya tidak sadar kalau tangannya sedang digenggam Ghazanvar.Dan Naraya harus terperangah saat netranya menangkap bangunan ikonik kota ini.Menara Eiffel terpampang nyata di depan mata, jantung Naraya pun mulai menaikkan tempo debaran.“Kita sarapan dulu, mandi terus ganti baju ya.” “Hah?” Naraya kebingungan sebab Ghazanvar tiba-tiba turun setelah berkata demikian dan ternyata mobil sudah berhenti tanpa Naraya sadari.Pintu di samping Naraya dibuka oleh driver, di
“Besok pagi sebelum pulang kita belanja seserahan buat kamu dulu.” Ghazanvar berjalan mendekat sambil mengenakan kaosnya.Naraya bisa melihat otot di dada Ghazanvar, seketika tubuh Naraya memanas mengingat mereka tidur di kamar yang sama.Sepertinya bulan madu datang terlalu cepat.“Iya,” kata Naraya dari sofa tempatnya duduk.Dia terus menarik kerah gaun tidur yang terlalu seksi sebab mengekspose belahan dadanya.Alex yang membelikannya, sekretaris Ghazanvar itu juga membelikan Naraya pakaian dalam yang pas dengan ukurannya tapi selera pria itu buruk dalam memilih gaun tidur karena modelnya semi lingery.Buruk bagi Naraya tapi bagus Ghazanvar dan tolong ingatkan Ghazanvar untuk memberikan bonus besar kepada pria itu diakhir tahun nanti.Ghazanvar menjatuhkan bokongnya tepat di samping Naraya, pria itu tampak segar dan sudah pasti tampan.“Bang ….” Naraya melirih.“Ya?” Ghazanvar menga
Ghazanvar harus menahan dirinya lagi karena Naraya yang tengah terlelap dalam pelukan pria itu tidak sadar kalau dadanya terekspose karena kerah di bagian gaun tidurnya sobek akibat ulah Ghazanvar.Perlahan Ghazanvar merapihkan kerah gaun tidur Naraya agar menutupi dadanya yang padat dan sintal.Ghazanvar sudah banyak menikmati bagian menyembul di dada seorang perempuan tapi baru Naraya—yang dia rasakan secara sadar—bagian menyembul di dadanya yang terasa paling padat tapi kenyal dan tidak turun, mungkin karena masih perawan dan belum terjamah pria manapun.Ghazanvar bangga sekali menjadi yang pertama.Pria itu memberi jarak sedikit pada tubuh mereka sehingga dapat melihat wajah cantik Naraya yang sedang terlelap.Bibirnya mingkem malah ada sedikit senyum di sana.Sedang tidur saja Naraya cantik sekali, mungkin bidadari akan insecure bila disandingkan dengan Naraya.Ghazanvar akui kalau Naraya memang secantik itu, tapi apakah dia telah mencintai Naraya?Tangan Ghazanvar terulur menghe
Naraya dan Ghazanvar serta Alex di drop di depan pintu utama area perbelanjaan.Tempatnya seperti sebuah kota kecil bukan gedung mall tapi di sana terdapat butik-butik dari merek ternama dunia.Ghazanvar yang biasa menggenggam tangan Naraya ketika sedang berjalan pun mencoba meraih tangan Naraya dan lagi-lagi segera dihempaskan oleh tunangannya yang sedang merajuk itu.Akhirnya Ghazanvar mengalah, membiarkan Naraya sampai puas merajuk.Tapi pria itu tetap di samping Naraya mengikuti Alex masuk ke sebuah butik branded ternama dunia yang terkenal dengan tasnya.“Kamu mau tas yang mana?” Ghazanvar bertanya pada Naraya yang bukannya memilih malah duduk di sofa berbentuk awan di tengah butik.“Terserah ….” Naraya menjawab malas-malasan, melipat tangan di dada sambil mengarahkan pandangannya ke mana pun asal tidak menatap Ghazanvar.“Oke,” kata Ghazanvar lantas meninggalkan Naraya.“Saya mau semua model tas yang dijual di toko ini,” kata Ghazanvar kepada salah satu pelayan toko yang memakai
“Tumben beberapa hari ini kamu bisa latihan, enggak ke rumah Nay?” Pertanyaan dari Radeva itu terlontar setelah mereka bertiga masuk ke dalam ruang ganti.Ketiganya baru saja melakukan latihan rutin menembak dan mengasah ilmu beladiri dengan tangan kosong. “Iya, tumben banget … biasanya balik gawe langsung ke rumah Nay.” Anasera menimpali sambil membuka sarung tangan, sebenarnya dia sedang bersarkasme.“Nay lagi ngambek, gara-gara gue ajakin petting.” *Petting adalah aktifitas seksual tanpa penetrasi.“Oh ya?” Radeva tersenyum lebar, tatap matanya seolah menagih Ghazanvar bercerita lebih banyak lagi.“Weekend kemarin itu aku ajak Nay ke Paris buat foto prewed … terus sengaja donk booking satu kamar aja biar bisa bobo bareng … si Alex sialan malah beliin gaun tidur semi lingery buat Nay … kita memang enggak bawa baju dari Jakarta, kebetulan memang ngedadak ngajakin Nay ke Paris, kalau diskusi dulu pasti dia enggak akan mau … ya terpancing lah hasrat aku yang sudah hampir satu bulan e
“Abaaaang! Udaaaah ….” Akhirnya Naraya turun dari dalam mobil setelah mengumpulkan keberaniannya.Dia memeluk Ghazanvar, mendorong tubuh pria itu menggunakan dadanya agar mundur dan berhenti menghajar Khafi yang telah babak belur.“Kamu selingkuh, Nay! Padahal weekend ini kita mau nikah! Aku pikir kamu perempuan terhormat tapi kamu—“Plak!Naraya menampar Ghazanvar tetap di pipi yang sudut bibirnya sobek akibat hantaman kepalan tangan Khafi.Napas gadis itu memburu sambil berlinang air mata.“Nay enggak selingkuh … kenapa sih Abang enggak tanya Nay dulu? Kenapa enggak denger penjelasan Nay dulu?” Naraya berujar serak disela isak tangis.Sementara itu Khafi yang babak belur dan tersungkur di aspal dibantu Anasera untuk berdiri.“Abang jahat! Nay benci Abang!” Naraya berseru lantang lantas membalikan badan hendak menghampiri Khafi namun Ghazanvar menarik tangannya.“Nay!” “Lepasin!” Naraya meronta dan bersamaan dengan itu mobil Poisi datang.Seorang Polisi turun menghampiri mereka.“Ik