Wira tidak merasa keberatan ketika mendengar kata-kata ini. Jika bukan karena pengetahuannya dari dunia lain, dia tahu jelas bahwa mengalahkan Raja Tanuwi adalah hal yang sangat sulit dilakukan. Raja Tanuwi tidak kalah dengan Wira, melainkan dengan waktu. Senjata ini adalah hasil riset berabad-abad yang telah dilakukan oleh banyak generasi, sementara Wira hanya memanfaatkannya saja. Meskipun dia memenangkan pertempuran, Wira tidak pernah meremehkan Raja Tanuwi."Wira, sebenarnya kamu masih memiliki pilihan lain, yaitu memberikan saran kepada Raja Ararya dan Raja Byakta untuk membantu mereka mendapatkan Kerajaan Agrel. Mungkin itu akan lebih mudah. Apa kamu tertarik?" tanya Rendra sambil tersenyum. Pria itu terlihat tenang, tetapi ada sesuatu yang aneh dalam kata-katanya.Wira sontak tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Menurutku ... aku nggak perlu menjawab pertanyaan ini."Mendengar itu, Rendra yang terkejut pun bertanya, "Eh? Kenapa?""Belum saatnya," jawab Wira dengan tenang."Ap
Akan tetapi, jika diperbandingkan, Wira lebih memahami tindakan Kerajaan Agrel. Hanya saja, dia tidak merasa senang. Wira telah menyelesaikan segala hal yang perlu diurus. Rencananya untuk pergi ke Kerajaan Agrel juga telah ditetapkan sehingga tidak ada ruang untuk negosiasi lebih lanjut.Keesokan paginya, Wira berangkat ke pintu gerbang bersama Danu, Mandra, dan sepuluh prajurit dari Pasukan Zirah Hitam. Selain Wulan yang datang untuk mengantar kepergiannya, Lukman juga datang dengan raut wajah yang khawatir.Bukan hanya mereka, Farrel juga datang. Hanya saja, hal yang membuat Wira terkejut adalah Darsono dan Irsyad juga kemari. Akan tetapi, tatapan mereka terlihat dingin dan puas. Wira tidak peduli dengan mereka. Dia melirik Wulan, lalu berkata sambil tersenyum, "Jangan khawatir, kamu tahu kemampuan suamimu ini. Aku pasti akan segera kembali."Wira memeluk Wulan sembari tersenyum. Kemudian, wanita itu menjawab, "Iya, aku tahu. Aku akan menunggumu kembali ... oh iya, Nona Dian juga ak
Saat Fabrian membuka surat itu, dia langsung menghela napas. Sorot matanya memancarkan sedikit kekecewaan. Itu adalah harapan Kerajaan Nuala. Lebih dari itu, ada rasa kagum di mata Fabrian! Itu adalah penghargaan untuk Wira! Meskipun pergi ke Kerajaan Agrel sendirian dan berhadapan dengan bahaya, Wira tetap melangkah tanpa ragu."Sepertinya ... aku harus melakukan beberapa hal!" ucap Fabrian. Setelah membaca surat itu, dia langsung meninggalkan Dusun Darmadi ....Bukan hanya Fabrian, Dian juga menerima surat yang sama. Usai membacanya, wanita itu langsung meneteskan air mata sembari berkata, "Aku akan menunggumu kembali ... dan juga menjaga bisnismu ...." Tak lama kemudian, Dian pun berhenti menangis. Kini, sorot matanya penuh dengan ketegasan.Pada saat yang sama, di dalam Ngarai Naga Biru, Meri dan yang lainnya juga menerima surat tersebut. Beberapa orang di sana tampak sangat emosi ketika membaca surat dari Wira.Melihat situasi ini, Meri segera memberi perintah, "Berengsek! Raja s
Semua orang tertegun sejenak setelah mendengar perkataan ini. Jamal dan Molika merasa Wira yang berbakat pasti bisa kembali dari Kerajaan Agrel dengan selamat. Namun, Meri malah berkata, "Aku nggak tahu, cepat katakan saja."Sekarang, pikiran Meri sangat kacau, dia tidak bisa memahami ucapan Putu. Sementara itu, Putu tentu tahu kekhawatiran Meri saat ini.Jadi, Putu segera menjelaskan, "Tuan Wahyudi pasti sudah merencanakan semuanya sejak awal, makanya dia memutuskan untuk pergi. Dia pasti akan baik-baik saja. Selain itu, Tuan Wahyudi pernah bilang, waktunya nggak tepat. Aku rasa mungkin Tuan Wahyudi sedang menunggu kesempatan.""Kalau Tuan Wahyudi berada jauh di Kerajaan Agrel, kebetulan dia bisa mengawasi kekacauan internal di Kerajaan Nuala dan menunggu orang lain memberontak. Asalkan ada kesempatan ini, aku pikir Tuan Wahyudi pasti akan kembali. Yang harus kita lakukan adalah bersiap-siap dan menanti waktunya Tuan Wahyudi kembali," lanjut Putu.Semuanya merasa gugup setelah Putu se
Yudha langsung ingin membawa Wira pergi begitu bertemu dengan Wira. Hal ini membuat Wira sangat bersyukur. Wira sangat memahami karakter Yudha. Bagi Yudha, segala macam masalah pribadi tidak bisa dibandingkan dengan kepentingan negara.Jadi, dari sikap Yudha kepada Wira ini, jelas terlihat bahwa Yudha sangat peduli dengan Wira. Kalau tidak, Yudha tidak akan melanggar perintah Raja dan membawa Wira pergi."Yudha, apa yang kamu lakukan?" tanya Wira sembari tersenyum.Yudha menarik napas dalam-dalam dan menjawab, "Kerajaan Agrel sangat berbahaya. Giandra juga menyimpan dendam kepadamu karena kamu sudah membunuh ayahnya. Dia pasti akan membunuhmu! Jadi, kamu nggak boleh pergi ke Kerajaan Agrel!"Suara Yudha sangat lantang saat berbicara. Namun, Wira malah mendesah dan menimpali, "Kalau kamu membawaku kembali, ini berarti kamu melanggar perintah Raja. Apa kamu nggak takut?""Nggak takut! Aku akan memohon kepada Raja untuk mengutus orang lain ke Kerajaan Agrel," ujar Yudha. Kelihatannya, dia
Yudha bersumpah di dalam hati, 'Ayah ... aku memang pernah berjanji kepadamu untuk menjaga Kerajaan Nuala. Meskipun nggak bersedia, aku juga nggak akan melanggar perintahmu. Tapi ... mulai hari ini, aku punya satu hal yang harus kuselesaikan. Aku nggak akan membiarkan Wira terancam bahaya lagi seperti hari ini sekalipun harus mempertaruhkan nyawaku!'Setelah meninggalkan tempat ini, Wira dan rombongannya berangkat dengan menunggangi kuda. Mereka melaju dengan cepat dan perjalanan mereka di wilayah Kerajaan Nuala sangat lancar dan aman."Besok kita akan sampai di daerah perbatasan. Itu baru daerah yang paling berbahaya," ujar Dewina sambil tersenyum.Wira tersenyum dan bertanya, "Apa Nona Dewina takut?"Dewina mengedipkan mata sembari menyahut, "Mana mungkin aku takut kalau Tuan Wira ada di sini?"Wira hanya tertawa dan tidak berkomentar. Hari sudah gelap, mereka semua mencari sebuah penginapan untuk beristirahat. Besok mereka baru sampai di daerah perbatasan, apa mereka tidak akan mene
Wira tentu tidak bisa melawan beberapa orang ini. Jika hanya 1 orang, Wira mungkin bisa mencobanya. Namun, Wira sama sekali tidak takut. Dia mengangkat senapannya, lalu menembak pemimpin itu.Pemimpin tersebut langsung mati karena gerakannya sangat cepat. Orang-orang bertopeng yang lain merasa kaget dan berseru, "Kamu ... ternyata kamu punya senapan!" Meskipun memiliki kemampuan bertarung yang hebat, mereka juga tidak mungkin bisa menang melawan senapan.Wira tersenyum dan menyahut, "Mana mungkin aku berani duduk di sini kalau nggak punya senjata? Apa aku menunggu kalian membunuhku? Katakan, siapa anggota Kerajaan Agrel yang mengutus kalian datang?"Beberapa orang itu langsung tercengang setelah mendengar perkataan Wira. Salah satu dari mereka berujar, "Kamu ... bagaimana kamu bisa tahu kami berasal dari Kerajaan Agrel?" Mereka benar-benar kaget."Ini nggak sulit ditebak. Kalau aku orang Kerajaan Agrel, aku pasti akan melakukan hal yang sama. Hanya saja, dari ketiga pangeran Kerajaan A
Wira mengambil lencana itu, lalu mengangguk dan menyimpannya. Dia tersenyum dan berkata, "Nanti kita tanyakan saja pada orang yang tahu tentang hal ini. Sekarang, kalian cepat tidur. Besok kita harus melanjutkan perjalanan lagi."Danu dan lainnya mengeluarkan anggota Pasukan Bayangan, lalu menggali lubang untuk mengubur jasad mereka. Keesokan paginya, rombongan Wira pun berangkat. Saat siang, mereka sudah sampai di daerah perbatasan. Wira berucap, "Bagian depan itu perbatasan ...."Wira menarik napas dalam-dalam. Begitu menginjak daerah tersebut, mereka sudah memasuki wilayah Kerajaan Agrel. Sebenarnya, Wira merasa sangat asing dengan Kerajaan Agrel. Namun, dia tetap yakin bisa kembali dengan selamat."Ayo cepat, kita baru benar-benar aman setelah memasuki wilayah Kerajaan Agrel," kata Wira. Mandra dan Dewina yang mendengar ucapan Wira kebingungan. Namun, Danu tahu alasannya. Hal ini karena Rendra sedang menunggu di daerah perbatasan."Tuan Wira, kenapa?" tanya Dewina.Wira tidak berbi
Shafa juga buru-buru menyatakan sikapnya. Dia memang cerdas. Di zaman sekarang, jika ingin memiliki pijakan yang kokoh, seseorang tentu harus memiliki nilai pada diri sendiri. Mereka tidak mungkin terus mengandalkan Wira seumur hidup.Pada akhirnya, orang yang paling bisa diandalkan hanya diri sendiri. Jika terus mengandalkan Wira, mungkin suatu saat Wira akan merasa illfeel pada mereka. Hasilnya pun akan menjadi sangat buruk.Wira tidak melontarkan sepatah kata pun sejak tadi. Jika ingin membujuk Doddy, semua tergantung kemampuan Shafa.Doddy menggosok telapak tangannya sambil tertawa dengan canggung. Kemudian, dia menggeleng dan berkata, "Kamu mungkin nggak tahu aku nggak tertarik pada wanita. Orang-orang yang mengurusku juga para prajuritku. Aku nggak suka wanita masuk ke kamarku. Aku nggak suka aroma di tubuh mereka."Shafa tak kuasa termangu. Dia tahu Wira punya beberapa istri. Wajar juga jika pria punya banyak istri. Sementara itu, Doddy yang terkenal dan memegang kekuasaan milit
Di dalam kereta kuda. Melihat ekspresi Kaffa dan Shafa yang sangat waspada, Wira tersenyum dan bertanya, "Kenapa kalian berdua nggak berbicara?"Setelah ragu sejenak, Kaffa berkata dengan pelan, "Kak Wira, aku baru tahu identitasmu, aku tentu saja nggak berani berbicara sembarangan di depanmu. Kalau aku salah bicara, kemungkinan besar akan ...."Sebelum Kaffa selesai berbicara, Shafa segera mendorong lengannya. Mendapat isyarat itu, dia pun segera menghentikan kata-katanya.Wira menggelengkan kepala dan berkata sambil tersenyum, "Shafa, aku tahu kepribadian kakakmu, jadi aku nggak akan menyalahkan kalian. Meskipun dia salah bicara, apa masalahnya? Bukankah aku tetap menganggap kalian sebagai teman? Kalau nggak, aku nggak akan membiarkan kalian duduk di kereta kudaku."Danu berkata dengan nada ramah, "Benar. Kakakku sudah menganggap kalian berdua sebagai teman, jadi kalian perlu begitu formal di depan kakakku. Kalau nggak, berarti kalian meremehkan kakakku dan kakakku akan marah."Setel
Orang lain mungkin tidak akan berani mendambakan hal ini seumur hidupnya."Oh ya. Sejak kapan kamu tahu identitas Kak Wira?" tanya Kaffa lagi karena dia sama sekali tidak mendapatkan petunjuk apa pun. Bahkan saat menerima liontin giok dan melihat ekspresi Danu, dia juga tidak berani membayangkan Kak Wira di depannya adalah Wira yang terkenal itu. Ini benar-benar seperti dongeng yang tidak mungkin terjadi, tetapi kenyataannya memang begitu.Shafa perlahan-lahan berkata, "Sebenarnya aku juga baru mengetahui semuanya beberapa waktu yang lalu. Dia meminta kita memanggilnya Kak Wira, ditambah lagi senjata rahasianya itu, dan sikapnya dalam bertindak, semua itu sudah cukup bagiku untuk menebak identitasnya.""Lagi pula, senjata rahasia yang bernama pistol itu hanya Kak Wira yang punya di seluruh dunia ini, orang lain nggak punya senjata rahasia seperti itu. Kalau dia bisa membawa pistol itu, mana mungkin dia orang lain lagi."Shafa termasuk orang yang berpengetahuan luas, dia tentu saja bisa
Setelah semuanya sudah diatur dengan baik dan hampir sampai di depan pintu penjara bawah tanah, Wira memberikan instruksi pada Danu, "Oh ya. Jangan memberi tahu terlalu banyak orang tentang kepulanganku kali ini, terutama Tuan Osmaro."Jika ingin kembali secara terang-terangan, Wira tentu saja tidak akan menggunakan cara seperti ini. Dia juga akan membiarkan anggota jaringan mata-mata melindunginya di sepanjang perjalanan, sehingga tidak akan terjadi begitu banyak kejadian seperti ini. Namun, dia memiliki pertimbangannya sendiri dan memilih lebih baik tidak mengungkapkan kepulangannya agar tidak memicu masalah."Semuanya sesuai dengan pengaturan Kakak," jawab Danu sambil menganggukkan kepala dengan tegas. Selama ini, dia selalu memegang prinsip yaitu selalu patuh pada Wira tanpa syarat. Meskipun Wira memerintahnya untuk mati, dia juga tidak akan ragu sedikit pun. Beginilah ikatan persaudaraan mereka."Aku nggak menyangka orang yang membantu kita adalah Wira yang terkenal itu. Pantas sa
Setelah melihat Wira yang duduk di dalam sel, Danu merasa hatinya sakit dan berteriak, "Cepat buka pintu sel ini! Kalian benar-benar berani sekali. Bahkan kakakku juga kalian berani tangkap?"Bukan hanya Adianto yang langsung tercengang begitu mendengar perkataan itu, semua orang yang berada di sana juga begitu. Danu adalah jenderal yang terkenal dan berkuasa. Di seluruh Provinsi Lowala, tidak ada yang bisa menandinginya dan bahkan tidak ada yang berani mengganggunya. Orang yang dipanggilnya kakak tentu saja adalah Wira.Adianto tidak berani percaya dengan apa yang didengarnya, tetapi kenyataannya sudah ada di depan matanya. Setelah menelan ludah, dia segera membuka pintu sel dan inisiatif masuk ke dalamnya. Dia hanya menundukkan kepala karena tidak berani menatap Wira dan berkata, "Tuan, sebelumnya aku nggak tahu apa-apa dan sudah menyinggungmu.""Aku mohon Tuan bisa memaafkanku, jangan menghukumku. Aku nggak akan mengulanginya lagi kelak."Pada saat ini, Adianto benar-benar ketakutan
"Menurutku, ini ide yang bagus. Kalau begitu, kita lakukan sesuai keinginanmu. Aku akan pergi memberi tahu rekan-rekanku di luar biar mereka membantuku memberi pelajaran pada anak ini. Sejujurnya, aku juga kesal dengan anak ini," kata Adianto sambil tersenyum sinis, lalu bersiap pergi bersama Ruben.Adianto memang tidak bisa langsung memutuskan semua hal yang ada di penjara bawah tanah, dia tetap harus melaporkannya pada atasannya. Namun, jabatannya lebih tinggi daripada orang-orang yang ada di sana. Jika kerabatnya ingin masuk ke kota, semua juga pasti akan melewatinya. Oleh karena itu, dia tentu saja memiliki pengaruh tertentu.Namun, saat baru saja berbalik, Adianto dan Ruben melihat ada sekelompok orang mendekat. Terutama saat melihat orang yang berdiri di paling depan, Adianto langsung tertegun dan tidak tahu harus berbuat apa."Saudaraku, ada apa?" tanya Ruben dengan ekspresi bingung."Aku nggak salah lihat, 'kan? Kenapa Jenderal Danu tiba-tiba datang ke penjara bawah tanah? Buka
"Aku mengerti. Melihat situasinya nggak beres, jadi kakakmu langsung pergi, 'kan? Orang bilang suami istri yang selalu bersama pun akan berpisah saat menghadapi bahaya, ternyata kakak adik pun seperti ini," sindir Sahim.Shafa malah tidak berbicara dan menjelaskan apa pun juga. Dia sebenarnya sudah menyadarinya saat tadi Wira berbicara dengan Kaffa. Wira bisa duduk di sini dengan begitu tenang pasti karena sudah memberikan tugas pada Kaffa. Kalau begitu, mengapa dia harus khawatir?Selain itu, Shafa tahu betul kebaikan kakaknya terhadapnya melebihi siapa pun. Oleh karena itu, dia merasa tidak perlu menjelaskan apa pun pada orang lain."Tutup mulutmu," kata Wira dengan kesal.Sahim langsung tidak berani berbicara lagi.Tepat pada saat itu, Ruben dan Adianto datang dan langsung berdiri di depan pintu sel."Sekarang kamu sudah tahu kekuatanku, 'kan? Tadi aku sebenarnya nggak ingin menyusahkan kalian dan menyuruh kalian cepat pergi, tapi kalian nggak mau dengar. Kalian malah mengusir para
Kaffa menyadari liontin giok ini memang berguna. Setelah mendengar perkataan Danu, dia tidak ragu-ragu dan langsung berkata, "Tuan Wira yang memberiku liontin giok ini sudah ditangkap kepala penjaga gerbang kota ke penjara bawah tanah. Jenderal Danu, cepat selamatkan dia."Kepala penjaga gerbang kota memang memiliki kekuasaan, tetapi kekuasaan itu masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Danu. Kaffa merasa lebih yakin lagi, kali ini Wira dan adiknya pasti akan selamat.Swish.Mendengar perkataan Kaffa, ekspresi Danu langsung menjadi sangat muram dan napasnya pun menjadi terengah-engah. "Mereka berani menangkap kakakku? Benar-benar nggak tahu diri!"Setelah memaki sebentar, Danu langsung melambaikan tangan pada kedua penjaga di belakangnya. "Segera kumpulkan orang dan ikut aku ke penjara bawah tanah!"Tak lama kemudian, semua orang sudah siap dan berangkat menuju penjara bawah tanah.Kaffa juga segera mengikuti mereka. Dia ingin menyelamatkan adiknya dengan tangannya sendiri dan berter
Selama tetap mengikuti Wira, Kaffa yakin kehidupannya dan adiknya akan terjamin."Kenapa masih belum pergi? Kamu kira kami sedang bercanda denganmu?" kata penjaga yang tadi berbicara itu dengan kesal. Jika bukan karena Danu sudah memerintahkan untuk harus bersikap rendah hati dan sopan pada orang-orang, mereka sudah memukul Kaffa dengan tongkat. Jelas Kaffa ini hanya seorang pengemis pun berani datang menemui Danu, sungguh tidak tahu diri.Kaffa kembali berkata, "Kalau kalian nggak mengizinkan aku bertemu dengan Jenderal Danu, nggak masalah. Tapi, tolong serahkan benda ini pada Jenderal Danu. Kalau Jenderal Danu ingin bertemu denganku setelah melihat benda ini, kalian baru bawa aku masuk. Bagaimana? Tapi, kalau Jenderal Danu nggak ingin bertemu denganku, aku nggak akan tinggal di sini lagi. Bagaimana menurut kalian?"Meskipun para penjaga itu tidak mengizinkannya masuk, Kaffa merasa dia tetap harus menunjukkan benda ini pada Danu. Dia juga tidak tahu apakah benda ini berguna atau tidak