"Karena Pangeran Delon berutang, kami pasti akan melunasinya. Tuan Wira nggak perlu cemas. Hanya saja, apa kita bisa bicara di tempat lain? Sepertinya kurang cocok kalau terus berdiri di sini." Wira tidak menanggapi ucapan Panji. Sebaliknya, dia menatap Senia dan bertanya, "Siapa orang yang berbicara ini?""Ini Panji, guru agung Kerajaan Nuala sekaligus orang kepercayaanku," sahut Senia memperkenalkan Panji.Panji pun mengangguk dengan sopan. Namun, tatapannya dipenuhi penghinaan. Jelas sekali, dia tidak menganggap penting Wira.Ternyata orang ini adalah guru agung. Wira sudah lama mendengar tentang Panji. Dengar-dengar, setiap tindakan Senia berkaitan erat dengan Panji.Selain itu, latar belakang Panji tidak biasa. Tidak ada orang yang bisa menyelidiki jejak masa lalunya. Harus diakui bahwa Panji ini bukan tokoh biasa."Kamu benar. Kalau begitu, kita bicara di kediaman jenderal. Tapi, orang-orang di belakang kalian ini ...." Wira mengelus dagunya sambil menatap Senia dengan serbasala
Begitu memasuki kediaman jenderal, Senia langsung menanyakan keberadaan anak-anaknya. Tatapannya tertuju ke sekeliling. Namun, dia tidak melihat sosok yang familier.Wira tersenyum dan membalas, "Aku sudah menyuruh orang membawa mereka kemari. Mereka akan segera tiba. Tapi ...."Wira tampak agak serba salah. Sesaat kemudian, dia baru melanjutkan, "Pangeran Delon baik-baik saja. Tapi, kondisi Pangeran Dahlan agak buruk.""Apa yang terjadi dengan Dahlan?" tanya Senia segera. Jika dibandingkan dengan Delon, Senia tentu lebih peduli pada Dahlan. Bagaimanapun, Dahlan adalah putra kebanggaannya. Kelak, Dahlan yang akan mewarisi takhta. Tidak boleh terjadi sesuatu padanya."Ratu nggak perlu terlalu cemas. Sebenarnya bukan masalah besar. Tapi, Ratu seharusnya tahu apa yang terjadi pada Pangeran Dahlan, 'kan?""Baru-baru ini, dia membuat onar di Desa Damaro. Dia bahkan membantai para penduduk. Hubunganku dengan orang Desa Damaro termasuk baik. Kebetulan, ada yang berhasil lolos dan minta bantua
"Karena Ibu sudah datang, Ibu harus memberi keadilan untukku. Wira yang telah menjebakku! Aku nggak kalah sampai 5 miliar gabak." Begitu ucapan ini dilontarkan, ekspresi semua orang pun berubah.Wira terbatuk dua kali sebelum berkata, "Pangeran, sepertinya kurang pantas kamu bicara begitu, 'kan? Aku nggak pernah masuk ke Rumah Bordil Foniks. Aku cuma pergi setelah terjadi masalah.""Selain itu, kalau aku nggak meminta keringanan pada mereka, mereka pasti sudah menghukummu sesuai aturan yang ada. Mana mungkin kamu masih selamat sampai hari ini? Apa lagi bertemu Ratu.""Pangeran bukan hanya nggak berterima kasih padaku, tapi juga melimpahkan kesalahan kepadaku. Bukannya Pangeran sendiri yang ingin main dadu di Rumah Bordil Foniks?"Suara Wira terdengar agak dingin dan menyalahkan. Sekalipun Senia ada di sini, dia tetap tidak akan mengalah. Lagi pula, tempat ini wilayahnya dan Senia yang seharusnya memohon kepadanya.Wira tentu tidak perlu takut pada apa pun. Masa dia takut pada orang lai
"Tentu saja pergi memeriksa uangnya," timpal Danu dengan tegas.Wira melambaikan tangan. "Ratu Senia yang mengantar uang itu sendiri. Mana mungkin bermasalah.""Cuma 5 miliar gabak. Ini memang nominal besar untuk kalian, tapi nggak ada apa-apanya bagi Ratu Senia."Jelas sekali, ucapan Wira ini mengandung makna tertentu. Senia tentu memahaminya maksudnya. Namun, dia harus berpura-pura bodoh.Senia berkata dengan tenang, "Wajar kalau Jenderal Danu curiga. Namanya juga uang besar, tentu harus dihitung dengan baik. Kalau nggak, aku juga nggak berani menyerahkannya begitu saja. Tuan Wira, sebaiknya biarkan Jenderal Danu memeriksanya."Wira memasang ekspresi rumit. Setelah ragu-ragu sejenak, dia akhirnya mengangguk. "Kalau begitu, sesuai yang kamu katakan saja. Lagian, uang ini bukan jatuh ke tanganku nanti. Orang Rumah Bordil Foniks yang akan menerimanya.""Ada bagusnya juga kalau kami memeriksanya dulu untuk memastikan nggak ada masalah. Dengan begitu, waktu kita juga nggak bakal terbuang.
Senia bertanya dengan heran, "Kira-kira, apa solusi darimu?"Dahlan yang berdiri di samping menatap Wira dengan dingin. Meskipun ibunya telah datang, dia tetap tidak punya kepercayaan diri. Bagaimanapun, tempat ini adalah wilayah Wira. Jika sampai Wira terdesak, takutnya mereka semua akan berada dalam bahaya.Wira menepuk tangannya. Saat berikutnya, seseorang berjalan masuk. Orang itu tidak lain adalah Nayara.Wira menunjuk Nayara dan memperkenalkan, "Orang ini adalah satu-satunya yang selamat dari Desa Damaro. Saat dia datang menemuiku, sekujur tubuhnya berlumuran darah. Sampai sekarang, aku masih ingat betapa parahnya kondisinya.""Kalau bukan karena insiden ini berkaitan dengan Pangeran Dahlan, aku pasti sudah membalaskan dendamnya sejak awal. Bagaimanapun, aku punya hubungan dekat dengan penduduk Desa Damaro. Aku nggak bisa berpangku tangan melihat mereka menderita."Wira berbicara seolah-olah dirinya tidak punya maksud lain. Sementara itu, Senia yang duduk di samping hanya mengern
"Benar." Wira tidak menyangkal, melainkan langsung menunjukkan kartu trufnya."Tuan Wira." Suara Panji menjadi lebih rendah. "Kamu seharusnya tahu dia adalah pengkhianat kerajaan kami, 'kan?""Sekarang dia bersamamu. Bukannya menyerahkannya kepada Ratu, kamu malah ingin melindunginya. Bukankah tindakanmu ini sama saja dengan nggak menghargai kami?"Senia tidak mengatakan apa pun, maksud dia menyetujui ucapan Panji.Saat ini, Lucy maju dua langkah. Dia melirik Panji dengan dingin, lalu menyindir, "Siapa kamu? Tuanku bicara dengan ratumu. Apa kamu berhak bicara di sini?""Aku sudah bersabar sejak tadi. Sikapmu ini jelas-jelas nggak menghargai tuanku. Kamu kira Provinsi Yonggu milikmu ya?"Danu dan lainnya juga menatap Panji dengan galak. Suasana seketika menjadi menegangkan.Panji mengernyit. Dia tidak menyangka Wira akan begitu tidak menghargainya. Bahkan, Wira membiarkan bawahannya bertindak lancang kepadanya.Namun, karena situasi sudah seperti ini, Panji pun tidak berani berkutik. Ja
"Tapi, harus diakui kalau kita untung besar hari ini. Uang 5 miliar gabak ini bisa digunakan untuk memulihkan reputasimu!" ujar Lucy.Danu termangu sejenak sebelum berkata, "Sekarang bencana alam sedang melanda. Uang ini tentu harus kita simpan untuk diri sendiri. Masa harus dibagikan kepada para korban bencana?"Banjir merusak hasil panen. Takutnya, pada musim semi mendatang, mereka belum tentu bisa panen. Sudah seharusnya mereka mengutamakan kelangsungan hidup diri sendiri terlebih dahulu.Wira melambaikan tangan dan berkata, "Kamu ini nggak berpikir panjang. Aku rasa yang dibilang Lucy masuk akal. Uang ini harus digunakan untuk menolong korban bencana. Kalau kita simpan semuanya, takutnya orang lain akan iri.""Jangan lupa, yang ditimpa musibah bukan cuma kita, tapi juga dua kerajaan lainnya. Hubunganku dengan Osman memang cukup baik, tapi yang namanya manusia pasti bisa iri. Di dunia ini, nggak ada yang namanya teman sejati. Yang ada hanya keuntungan sejati.""Kita harus realistis.
Kresna berpikir kata-kata Senia ini hanya alasan indah yang penuh kepalsuan saja. Trik ini mungkin bisa menipu orang lain, tetapi tidak akan bisa menipunya. Dia sudah mengenal Senia begitu lama, tentu saja sudah tahu Senia adalah orang yang seperti apa. Saat ini, apa yang dilakukan Senia ini semua hanya untuk memengaruhi hati orang lain saja.Namun, meskipun memahami alasan di balik semua ini, Kresna juga tidak ingin mengungkapkan kebohongan Senia ini."Jadi, di mana keluargaku sekarang?" tanya Kresna."Mereka tentu saja ada di rumah. Kalau nggak, kamu pikir mereka ada di mana?" kata Senia sambil tersenyum.Dilihat dari senyumannya yang polos, orang yang tidak mengenal Senia mungkin akan mengira apa yang dikatakannya itu nyata.Kresna mengepalkan tangannya dengan erat, mencoba untuk menenangkan amarah dalam hatinya karena melihat Senia yang terus berpura-pura.Namun, dalam situasi seperti ini, Kresna tidak memiliki pilihan lain selain menundukkan kepalanya. Meskipun tahu Senia sengaja
Hal ini membuat Wira merasa agak bingung. Namun, jika dipikirkan lagi, hal ini wajar juga. Lembah Duka mampu bertahan di wilayah barat tentu saja memiliki misterinya tersendiri.Selain itu, para penduduk biasa di wilayah barat sepertinya juga tidak begitu menyukai orang-orang dari Lembah Duka itu. Ini yang membuat tempat itu makin tertutup untuk menghindari masalah yang tidak diperlukan.Setelah mencari beberapa hari, Wira tetap saja tidak mendapatkan hasilnya.Di penginapan, Wira dan yang lainnya sedang duduk dan makan di lantai bawah."Kak Wira, masih belum ada kabar tentang Lembah Duka ya? Kita nggak bisa terus menunda waktu di sini saja, 'kan?" kata Agha sambil mengernyitkan alis. Tempat ini benar-benar sangat panas. Jika bukan karena ada urusan penting, dia tidak ingin tinggal lebih lama lagi di sini.Wira menyipitkan matanya dan perlahan-lahan berkata, "Kita bukan penduduk lokal, jadi memang nggak mudah untuk bergerak di sini. Aku sudah menghabiskan cukup banyak uang selama dua h
"Apa maksud dari perkataanmu ini? Apa Ratu berniat untuk merebut kekuasaan militerku? Selama ini, aku selalu menjaga wilayah timur dan nggak pernah ikut campur dalam urusan pemerintahan. Aku juga bukan musuhnya. Apa melaksanakan tugas dengan setia pun nggak cukup? Kenapa Ratu ingin merebut kekuasaan militerku?" kata Ararya.Begitu membahas tentang kekuasaan militer, Ararya langsung merasa cemas. Selama ada kekuasaan di tangannya, dia baru bisa melindungi dirinya. Jika dia benar-benar kehilangan kekuasaan militernya, mungkin kedudukannya di wilayah tandus di utara juga akan hilang. Dengan begitu, situasinya juga akan memburuk.Tidak ada yang tahu apa yang akan dilakukan Senia. Begitu wanita itu menggila, tidak ada yang bisa menebak apa yang ada di dalam pikirannya.Melihat Ararya mulai cemas, Kresna melanjutkan, "Kamu pikir Senia adalah orang baik ya? Kita sama-sama tahu seperti apa wanita itu. Saat aku berada di Provinsi Yonggu, dia bahkan tega memanfaatkan keluargaku demi mengancamku.
Dulu, Ararya bisa dibilang penuh dengan ambisi. Dia sangat ingin menguasai seluruh wilayah utara, bahkan sempat melawan mereka.Hal ini juga membuat Senia terus memantaunya, merasa dia adalah sebuah ancaman yang harus diperhatikan.Namun, sekarang Ararya sudah menyadari bahwa Senia memiliki cara yang sangat kejam. Dia tidak bisa mengalahkan wanita itu.Ditambah lagi, kekuasaan yang dimiliki Senia jauh lebih besar dari miliknya. Sekalipun perang benar-benar terjadi, yang akan kalah sudah pasti dia.Oleh karena itu, kenapa dia harus melibatkan diri dalam kekacauan ini jika keadaan sudah kembali damai?"Kamu benaran berpikir begitu? Kamu nggak takut suatu hari nanti dia menyerangmu?" tanya Kresna langsung tanpa basa-basi."Jangan pernah lupa, Ratu memang masih sama seperti yang dulu. Untuk sementara waktu ini, dia nggak akan melawan kita.""Tapi, kamu nggak merasa Panji punya pengaruh besar di hadapan dia? Karena satu perkataan dari Panji, aku hampir kehilangan nyawaku di Provinsi Yonggu.
Jelas-jelas mereka melarikan diri dengan tergesa-gesa dan hampir mati, tetapi Panji masih bisa berbicara sesantai ini? Entah dari mana datangnya kepercayaan dirinya ini."Apa rencana selanjutnya?" Caraka tidak mengenal tempat ini. Sejak datang ke wilayah barat, dia hanya mengikuti perintah Panji. Tentu saja, ini juga berdasarkan perintah Senia. Dalam aksi kali ini, Panji yang memegang semua kendali!"Tentu saja ada rencana. Kita cari tempat untuk menginap. Wira dan lainnya mau ke Lembah Duka, 'kan? Kalau begitu, biar Wira mati di sana saja. Hanya saja, kali ini kita nggak perlu turun tangan ...."Sudut bibir Panji membentuk senyuman dingin. Dia menunjuk ke penginapan yang tidak jauh dari situ dan mengajak Caraka ke sana.Caraka tidak bertanya lebih lanjut. Dia semakin merasakan kelicikan Panji. Itu artinya, dia harus berhati-hati dalam bertindak.....Di wilayah utara, di istana Kresna.Saat ini, Kresna dan Ararya sedang duduk di paviliun sambil menyeduh teh. Pelayan di sekitar mundur
Saat ini, para prajurit baru tersadar kembali dan menyerbu ke arah Wira dan lainnya.Sayangnya, meskipun mereka adalah prajurit elite pilihan Caraka, mereka tidak mungkin bisa menghentikan kecepatan Agha dan Dwija.Agha adalah orang terkuat, sedangkan Dwija adalah pendekar terhebat. Ini adalah kombinasi yang tak terkalahkan.Sesaat kemudian, para prajurit pun tumbang. Semuanya terbunuh dengan satu serangan.Tentunya, orang-orang seperti ini tidak perlu dikasihani. Mereka telah lama mengikuti Caraka dan tangan mereka telah ternodai oleh darah. Sayangnya, selagi mereka bertarung, Panji dan Caraka berhasil melarikan diri."Kak, mereka berhasil lolos," ujar Agha yang berdiri di samping Wira dengan kesal.Wira menepuk bahunya sambil tersenyum. "Nggak apa-apa, semuanya sesuai dugaanku. Biarkan saja mereka. Kalau Panji bisa ditangkap semudah itu, justru aku bakal curiga."Agha menghela napas. "Padahal kita sudah hampir berhasil. Sayang sekali!"Wira menggeleng. "Kamu sudah lupa pada kemampuan
Sejak tadi, Wendi terus mengamati mereka. Segala sesuatu tidak luput dari pandangannya. Karena makhluk beracun itu terus melindungi matanya, Itu berarti kelemahannya terletak di mata. Ini adalah kesempatan bagi mereka untuk mengalahkan musuh!Wira mengangguk, lalu memasukkan tangannya ke saku untuk mengambil pistol.Hanya saja, sekarang Wira masih harus menunggu. Dia tidak boleh bertindak gegabah supaya musuh tidak berwaspada padanya. Serangan ini harus diam-diam dan mendadak!Sesaat kemudian, makhluk beracun itu meninju dada Agha, membuat Agha terpental. Saat berikutnya, Dwija langsung mengambil kesempatan untuk menyerang mata monster itu.Ketika Dwija hendak mengambil tindakan, Wira sontak berseru, "Minggir!"Dwija buru-buru menarik pedangnya dan mundur sepuluh langkah. Dia tiba di hadapan Agha dan memapahnya.Dor! Terdengar suara tembakan. Wira telah menarik pelatuknya dan pelurunya mengenai mata monster itu secara akurat!Seketika, makhluk beracun itu berhenti bergerak dan berlutut
"Aku rasa matanya terlihat sangat lemah. Kalian boleh coba serang matanya. Mungkin itu kelemahannya," ujar Wendi yang tatapannya tertuju pada mata makhluk beracun itu.Tubuh makhluk beracun itu dilapisi oleh zirah, ditambah lagi kekuatan fisiknya sangat mengerikan. Tentu sulit untuk menghancurkan pertahanannya. Jadi, kelemahannya mungkin bukan di tubuhnya. Matanya adalah kemungkinan terbesar.Hanya saja, Wendi tidak dapat memastikan spekulasinya untuk sekarang. Mereka harus bertarung untuk membuktikannya.Saat Agha dan Dwija hendak menyerang, Wendi berpesan, "Kalian harus akhiri pertempuran ini secepat mungkin. Kalau dia membuang-buang waktu kalian, kalian sebaiknya mundur.""Tubuh manusia punya batasan, sedangkan tubuh monster ini sudah melampaui manusia. Di beberapa aspek, dia nggak tergolong manusia lagi.""Kalau kalian nggak mengakhiri pertempuran dengan cepat, kalian sendiri yang bakal rugi."Agha dan Dwija bertatapan sesaat, lalu sama-sama mengangguk. Saat berikutnya, keduanya sa
Sebelumnya Agha menggunakan senjata, tetapi masih tidak bisa mengalahkan monster di depannya ini. Kini, dia harus bertarung dengan tangan kosong. Agha tidak punya keyakinan untuk menang.Namun, Wira berdiri tepat di belakangnya. Meskipun tidak bisa bertahan, Agha tetap harus melindungi Wira.Agha telah berjanji kepada Danu dan lainnya, sekalipun harus mengorbankan nyawanya, keselamatan Wira tetap harus terjamin. Dia tidak bisa membiarkan Wira berada dalam bahaya atau dirinya akan menjadi pendosa!"Kak, Kamu dan Wendi pergi saja dulu. Serahkan semuanya kepadaku dan Dwija. Kami pasti bisa melawan mereka. Setelah membereskan mereka, kami akan menyusul kalian," ucap Agha dengan tegas.Dwija menggenggam pedangnya dengan erat sambil mengangguk dengan tegas."Sebelumnya aku sudah dengar tentang kehebatan monster ini. Senjata sekalipun nggak bisa melukainya. Aku nggak percaya ada monster sehebat itu di dunia.""Sekarang, aku akhirnya punya kesempatan untuk melihatnya. Aku tentu harus bekerja s
"Selain kabut yang agak tebal, sepertinya nggak ada apa-apa di sini," ujar Agha sambil menggaruk kepalanya."Justru kabut di depan ini yang membuatku merasa ada yang nggak beres." Wendi mengernyit, lalu mengeluarkan sebuah botol porselen dari sakunya.Kemudian, dia segera mengeluarkan empat butir pil dari dalam. Setelah memakan sebutir, dia membagikan sisanya kepada mereka."Kabut ini beracun. Kalian cepat makan pil ini." ucap Wendi untuk memperingatkan.Tanpa ragu sedikit pun, Wira dan lainnya segera menelan pil itu.Wendi ahli dalam racun. Dia tentu bisa mendeteksi jika ada racun di kabut ini. Trik licik seperti ini tidak ada apa-apanya di hadapan Wendi.Ekspresi Wira menjadi sangat suram. "Ternyata ada orang yang ingin menghalangi jalan kita. Sepertinya jejak kita terdeteksi musuh."Saat berikutnya, terdengar tawa yang keras. Yang muncul di depan mereka tidak lain adalah Panji dan Caraka. Di belakang mereka terdapat banyak orang.Seiring dengan kemunculan mereka, kabut beracun itu p