Bagaimanapun, Senia adalah penguasa Kerajaan Agrel. Setelah mendapat kabar kedatangannya, Wira langsung menyambutnya.Di belakangnya, ada Danu dan para prajurit yang mengikuti. Agha dan Lucy juga termasuk dalam kerumunan. Bisa dilihat bahwa Wira sangat menghargai kedatangan Senia.Tidak peduli bagaimana hubungannya dengan Senia, setidaknya Wira tetap menunjukkan rasa hormatnya.Di kejauhan, tampak ratusan prajurit mengikuti Senia. Di sebelah kirinya adalah Panji yang berjubah hitam. Saking percayanya Senia pada Panji, kini posisi Panji berada di atas ketiga raja.Empat mata bertemu pandang. Wira mengambil inisiatif untuk maju dan menyambut. Kemudian, dia tersenyum dan menyapa, "Ratu, kita sudah lama nggak berjumpa ya. Sudah beberapa tahun berlalu sejak terakhir kali kita berjumpa. Aku sampai merindukan hari-hari itu."Panji yang berdiri di samping Senia tampak mengernyit. Senia yang sekarang jelas berbeda dengan Senia yang dulu. Kini, kekuasaannya makin besar.Ekspresi Senia terlihat t
"Karena Pangeran Delon berutang, kami pasti akan melunasinya. Tuan Wira nggak perlu cemas. Hanya saja, apa kita bisa bicara di tempat lain? Sepertinya kurang cocok kalau terus berdiri di sini." Wira tidak menanggapi ucapan Panji. Sebaliknya, dia menatap Senia dan bertanya, "Siapa orang yang berbicara ini?""Ini Panji, guru agung Kerajaan Nuala sekaligus orang kepercayaanku," sahut Senia memperkenalkan Panji.Panji pun mengangguk dengan sopan. Namun, tatapannya dipenuhi penghinaan. Jelas sekali, dia tidak menganggap penting Wira.Ternyata orang ini adalah guru agung. Wira sudah lama mendengar tentang Panji. Dengar-dengar, setiap tindakan Senia berkaitan erat dengan Panji.Selain itu, latar belakang Panji tidak biasa. Tidak ada orang yang bisa menyelidiki jejak masa lalunya. Harus diakui bahwa Panji ini bukan tokoh biasa."Kamu benar. Kalau begitu, kita bicara di kediaman jenderal. Tapi, orang-orang di belakang kalian ini ...." Wira mengelus dagunya sambil menatap Senia dengan serbasala
Begitu memasuki kediaman jenderal, Senia langsung menanyakan keberadaan anak-anaknya. Tatapannya tertuju ke sekeliling. Namun, dia tidak melihat sosok yang familier.Wira tersenyum dan membalas, "Aku sudah menyuruh orang membawa mereka kemari. Mereka akan segera tiba. Tapi ...."Wira tampak agak serba salah. Sesaat kemudian, dia baru melanjutkan, "Pangeran Delon baik-baik saja. Tapi, kondisi Pangeran Dahlan agak buruk.""Apa yang terjadi dengan Dahlan?" tanya Senia segera. Jika dibandingkan dengan Delon, Senia tentu lebih peduli pada Dahlan. Bagaimanapun, Dahlan adalah putra kebanggaannya. Kelak, Dahlan yang akan mewarisi takhta. Tidak boleh terjadi sesuatu padanya."Ratu nggak perlu terlalu cemas. Sebenarnya bukan masalah besar. Tapi, Ratu seharusnya tahu apa yang terjadi pada Pangeran Dahlan, 'kan?""Baru-baru ini, dia membuat onar di Desa Damaro. Dia bahkan membantai para penduduk. Hubunganku dengan orang Desa Damaro termasuk baik. Kebetulan, ada yang berhasil lolos dan minta bantua
"Karena Ibu sudah datang, Ibu harus memberi keadilan untukku. Wira yang telah menjebakku! Aku nggak kalah sampai 5 miliar gabak." Begitu ucapan ini dilontarkan, ekspresi semua orang pun berubah.Wira terbatuk dua kali sebelum berkata, "Pangeran, sepertinya kurang pantas kamu bicara begitu, 'kan? Aku nggak pernah masuk ke Rumah Bordil Foniks. Aku cuma pergi setelah terjadi masalah.""Selain itu, kalau aku nggak meminta keringanan pada mereka, mereka pasti sudah menghukummu sesuai aturan yang ada. Mana mungkin kamu masih selamat sampai hari ini? Apa lagi bertemu Ratu.""Pangeran bukan hanya nggak berterima kasih padaku, tapi juga melimpahkan kesalahan kepadaku. Bukannya Pangeran sendiri yang ingin main dadu di Rumah Bordil Foniks?"Suara Wira terdengar agak dingin dan menyalahkan. Sekalipun Senia ada di sini, dia tetap tidak akan mengalah. Lagi pula, tempat ini wilayahnya dan Senia yang seharusnya memohon kepadanya.Wira tentu tidak perlu takut pada apa pun. Masa dia takut pada orang lai
"Tentu saja pergi memeriksa uangnya," timpal Danu dengan tegas.Wira melambaikan tangan. "Ratu Senia yang mengantar uang itu sendiri. Mana mungkin bermasalah.""Cuma 5 miliar gabak. Ini memang nominal besar untuk kalian, tapi nggak ada apa-apanya bagi Ratu Senia."Jelas sekali, ucapan Wira ini mengandung makna tertentu. Senia tentu memahaminya maksudnya. Namun, dia harus berpura-pura bodoh.Senia berkata dengan tenang, "Wajar kalau Jenderal Danu curiga. Namanya juga uang besar, tentu harus dihitung dengan baik. Kalau nggak, aku juga nggak berani menyerahkannya begitu saja. Tuan Wira, sebaiknya biarkan Jenderal Danu memeriksanya."Wira memasang ekspresi rumit. Setelah ragu-ragu sejenak, dia akhirnya mengangguk. "Kalau begitu, sesuai yang kamu katakan saja. Lagian, uang ini bukan jatuh ke tanganku nanti. Orang Rumah Bordil Foniks yang akan menerimanya.""Ada bagusnya juga kalau kami memeriksanya dulu untuk memastikan nggak ada masalah. Dengan begitu, waktu kita juga nggak bakal terbuang.
Senia bertanya dengan heran, "Kira-kira, apa solusi darimu?"Dahlan yang berdiri di samping menatap Wira dengan dingin. Meskipun ibunya telah datang, dia tetap tidak punya kepercayaan diri. Bagaimanapun, tempat ini adalah wilayah Wira. Jika sampai Wira terdesak, takutnya mereka semua akan berada dalam bahaya.Wira menepuk tangannya. Saat berikutnya, seseorang berjalan masuk. Orang itu tidak lain adalah Nayara.Wira menunjuk Nayara dan memperkenalkan, "Orang ini adalah satu-satunya yang selamat dari Desa Damaro. Saat dia datang menemuiku, sekujur tubuhnya berlumuran darah. Sampai sekarang, aku masih ingat betapa parahnya kondisinya.""Kalau bukan karena insiden ini berkaitan dengan Pangeran Dahlan, aku pasti sudah membalaskan dendamnya sejak awal. Bagaimanapun, aku punya hubungan dekat dengan penduduk Desa Damaro. Aku nggak bisa berpangku tangan melihat mereka menderita."Wira berbicara seolah-olah dirinya tidak punya maksud lain. Sementara itu, Senia yang duduk di samping hanya mengern
"Benar." Wira tidak menyangkal, melainkan langsung menunjukkan kartu trufnya."Tuan Wira." Suara Panji menjadi lebih rendah. "Kamu seharusnya tahu dia adalah pengkhianat kerajaan kami, 'kan?""Sekarang dia bersamamu. Bukannya menyerahkannya kepada Ratu, kamu malah ingin melindunginya. Bukankah tindakanmu ini sama saja dengan nggak menghargai kami?"Senia tidak mengatakan apa pun, maksud dia menyetujui ucapan Panji.Saat ini, Lucy maju dua langkah. Dia melirik Panji dengan dingin, lalu menyindir, "Siapa kamu? Tuanku bicara dengan ratumu. Apa kamu berhak bicara di sini?""Aku sudah bersabar sejak tadi. Sikapmu ini jelas-jelas nggak menghargai tuanku. Kamu kira Provinsi Yonggu milikmu ya?"Danu dan lainnya juga menatap Panji dengan galak. Suasana seketika menjadi menegangkan.Panji mengernyit. Dia tidak menyangka Wira akan begitu tidak menghargainya. Bahkan, Wira membiarkan bawahannya bertindak lancang kepadanya.Namun, karena situasi sudah seperti ini, Panji pun tidak berani berkutik. Ja
"Tapi, harus diakui kalau kita untung besar hari ini. Uang 5 miliar gabak ini bisa digunakan untuk memulihkan reputasimu!" ujar Lucy.Danu termangu sejenak sebelum berkata, "Sekarang bencana alam sedang melanda. Uang ini tentu harus kita simpan untuk diri sendiri. Masa harus dibagikan kepada para korban bencana?"Banjir merusak hasil panen. Takutnya, pada musim semi mendatang, mereka belum tentu bisa panen. Sudah seharusnya mereka mengutamakan kelangsungan hidup diri sendiri terlebih dahulu.Wira melambaikan tangan dan berkata, "Kamu ini nggak berpikir panjang. Aku rasa yang dibilang Lucy masuk akal. Uang ini harus digunakan untuk menolong korban bencana. Kalau kita simpan semuanya, takutnya orang lain akan iri.""Jangan lupa, yang ditimpa musibah bukan cuma kita, tapi juga dua kerajaan lainnya. Hubunganku dengan Osman memang cukup baik, tapi yang namanya manusia pasti bisa iri. Di dunia ini, nggak ada yang namanya teman sejati. Yang ada hanya keuntungan sejati.""Kita harus realistis.
Orang-orang itu memang tidak membawa senjata apa pun di tangan mereka. Bahkan, ada beberapa wanita yang membawa anak-anak. Tangan mereka juga terlihat memegang keranjang.Di dalam keranjang-keranjang itu, terdapat banyak buah, sayuran, beberapa telur, dan daging. Dari penampilannya, sepertinya mereka bukan datang untuk mencari masalah. Lagi pula, siapa yang akan membawa keluarga dan anak-anak untuk berkelahi?Apalagi dengan begitu banyak wanita di antara mereka, bukankah itu sama saja seperti menyia-nyiakan nyawa?"Mereka ini kalau bukan datang untuk bikin keributan, mau apa dong?" ucap Agha sambil menggaruk kepalanya dengan bingung. Dia benar-benar tidak mengerti situasi ini. Apa sebenarnya yang sedang terjadi?Wira mengamati mereka dengan saksama untuk beberapa waktu sebelum akhirnya berucap, "Mungkin mereka datang untuk berterima kasih kepada kita?""Berterima kasih?" Baik Danu maupun Agha, mereka masih terlihat bingung. Belum sempat mereka bertanya lebih jauh, tiba-tiba terdengar s
Di Provinsi Yonggu.Setelah menempuh perjalanan panjang dan bertarung dengan makhluk beracun itu, Wira dan lainnya langsung pulang ke rumah masing-masing untuk beristirahat.Kali ini adalah perjalanan yang sangat melelahkan. Wira tahu bahwa semua orang sudah lelah. Untungnya, di situasi kritis, para prajurit tetap melindunginya. Hal ini membuat Wira merasa sangat terharu.Seketika, hanya tersisa Wira, Danu, dan Agha. Mereka menuju ke kediaman jenderal.Begitu tiba, mereka langsung melihat banyak orang berdiri di depan. Meskipun ada prajurit yang menjaga ketertiban, para rakyat seperti ingin menerobos masuk."Apa yang terjadi? Mereka mau demo ya? Mereka mau menyerang kediaman jenderal?" Danu yang berdiri di belakang tampak menggertakkan gigi dengan kesal.Sebelumnya, Danu telah mengusulkan kepada Wira untuk menggunakan metode yang lebih keras agar para rakyat tidak berani macam-macam. Namun, Wira menolak dan memilih usul Osmaro. Dia ingin menenangkan para rakyat dengan metode yang lebih
"Senjata api sekalipun nggak bisa menghancurkan pertahanannya. Jadi, sekalipun di medan perang, Wira tetap nggak bakal mendapat keuntungan apa pun."Begitu mendengarnya, orang-orang kembali merasa percaya diri dan tersenyum. Ternyata seperti itu!Kresna juga menyunggingkan senyuman, tetapi hatinya merasa kecewa. Sebenarnya, dia ingin melihat Wira mengalahkan Senia. Dengan cara ini, Kerajaan Agrel baru akan menjadi kacau dan dirinya bisa memanfaatkan situasi untuk menguasai takhta.Sekalipun tidak bisa menguasai seluruh Kerajaan Agrel, setidaknya dia memiliki wilayah dan bisa melindungi keluarga serta rakyatnya. Hasil ini sudah sangat memuaskan bagi Kresna. Dia tidak ingin merasakan sakitnya kehilangan keluarga lagi!"Kerja bagus! Kamu memang orang kepercayaanku! Selanjutnya tergantung pada kemampuanmu. Kalau ingin mengembangkan lebih banyak racun, kami hanya bisa bergantung padamu.""Setelah kembali ke istana, aku akan mengumumkan kepada para menteri untuk membantumu dalam pengembangan
"Setahuku setelah Senia dan Panji bekerja sama, mereka menyusun banyak rencana jahat. Racun ini seharusnya adalah ide Panji. Aku tahu kepribadian Senia. Dia memang bukan orang baik, tapi nggak mungkin bisa mengembangkan racun sehebat ini.""Ditambah dengan berbagai insiden sebelumnya, bisa dilihat bahwa Senia sangat ambisius. Pantas saja, dia begitu menyukai Panji. Panji ini memang punya kemampuan. Kita harus berwaspada darinya," ujar Wira sambil mengernyit.Wira teringat pada situasi di medan perang tadi. Karena Panji melafalkan mantra, cuaca di sekitar pun berubah. Panji punya kemampuan misterius. Orang biasa tidak akan bisa melawannya."Lucy, selidiki asal-usul Panji. Aku mau informasi detail. Dengan mengetahui kemampuan musuh, kita baru bisa menang," instruksi Wira sambil melirik Lucy yang berdiri di sampingnya.Prioritas utama untuk sekarang adalah mengatasi masalah racun itu. Kemudian, mereka harus menghabisi Panji untuk memastikan semuanya aman. Jangan sampai para rakyat yang me
Danu dan Lucy adalah orang kepercayaan Wira. Dia tentu tahu apa yang ada di pikiran mereka berdua.Jelas sekali, mereka ingin mengusirnya supaya bisa bertarung secara mati-matian. Mereka hanya tidak ingin Wira melihat para bawahan gugur."Mundur!" perintah Wira sambil melambaikan tangannya."Kalau pergi sekarang, bukankah itu berarti kita melewatkan kesempatan besar? Kita harus menaklukkan pria ini supaya bisa dibawa pulang untuk diteliti. Kita harus mencari cara untuk melawan racun itu! Kita nggak boleh menyerah begitu saja!" pekik Danu kepada Wira.Agha pun melirik Wira, lalu berucap dengan tegas, "Kak Wira, beri aku sedikit waktu lagi. Aku bisa melawannya. Aku nggak akan membiarkannya melukai saudara-saudara kita!"Orang-orang pun mengangguk. "Sekalipun harus mengorbankan nyawa kami, hari ini kami harus menaklukkannya!"Wira merasa tidak tega melihat mereka seperti ini. Mereka semua punya keluarga. Siapa yang ingin mati di sini?Sebagai penguasa Provinsi Lowala, Wira tentu harus ber
"Baik."Lucy dan lainnya mengangguk, lalu mengalihkan pandangan ke sosok itu. Setelah badai pasir reda, mereka langsung mengambil tindakan dan mengepung sosok itu.Sosok itu masih terlihat bengong. Tidak ada emosi apa pun pada ekspresinya. Jelas sekali, dia tidak punya kesadaran apa pun lagi, bahkan pantas disebut sebagai mesin pembunuh."Kalau Senia berhasil mengembangkan banyak racun itu, mungkin sembilan provinsi akan jatuh dalam kekacauan. Agha sekalipun bukan lawannya. Kalaupun dikeroyok, manusia biasa tetap bukan lawan mereka. Ketika saat itu tiba, akan ada banyak korban jiwa."Wira tak kuasa menghela napas. Harus diakui bahwa metode Senia ini sungguh kejam. Demi merebut kekuasaan dan mengambil alih sembilan provinsi, dia sampai mengorbankan nyawa manusia dan mengembangkan racun seperti ini.Sayangnya, sekalipun Wira telah membuat persiapan dan membulatkan tekadnya untuk membunuh Senia, mereka tetap berhasil kabur. Pasti sulit untuk menangkap Senia ke depannya. Dia harus mencari
Wira mengangguk. "Hati-hati."Setelah mendapat izin dari Wira, Agha pun tidak berbasa-basi lagi dan langsung melompat ke depan. Dengan tangan menggenggam palu, dia langsung menyerbu ke arah Senia.Angin kencang terus menerpa, membuat mata Agha terasa perih. Ini bukan angin biasa. Ketika pasir mengenai wajah, rasanya akan sangat sakit. Namun, demi membunuh Senia, Agha tidak takut mempertaruhkan nyawanya.Ketika melihat Agha makin dekat dengan Senia dan hendak melancarkan serangan, sebuah sosok hitam tiba-tiba muncul dan mengadang di hadapan Agha."Jadi, kamu adik Wira? Kamu Agha yang disebut sebagai orang terkuat di dunia?" tanya Senia sambil terkekeh-kekeh."Kenapa memangnya?" Agha mendengus dan mengalihkan pandangannya kepada pria di depannya.Penampilan pria ini sangat aneh. Dia memakai zirah yang sudah berkarat dan tidak memiliki senjata apa pun. Selain itu, masih ada helm yang menutupi wajahnya sehingga yang terlihat hanya sepasang matanya.Sepasang mata itu tidak menunjukkan emosi
"Tuan Wira, kamu berhasil mengejar kami." Nada bicara Senia terdengar lembut, tetapi tatapannya dipenuhi niat membunuh.Di situasi seperti ini, mereka hanya bisa bertarung. Meskipun begitu, tidak terlihat sedikit pun ketakutan pada ekspresi Senia.Senia terkekeh-kekeh, lalu bertanya dengan tidak acuh, "Jadi, kamu berniat membunuhku hari ini?""Memangnya bisa apa lagi? Aku nggak mungkin membiarkanmu meninggalkan tempat ini, 'kan? Doly sudah memberitahuku semuanya. Kalau dia lebih cepat selangkah, kamu nggak mungkin ada di sini sekarang.""Tapi, nggak masalah. Di sini masih wilayahku. Sekalipun kamu punya sayap, bawahanmu nggak bakal bisa membawamu meninggalkan Provinsi Yonggu dengan selamat.""Hehe." Senia menggeleng sambil tersenyum. Kemudian, dia menyahut, "Aku sudah menebaknya sejak awal. Karena dia sudah di sisimu, dia pasti bakal memberitahumu semuanya. Semua cuma masalah waktu.""Hanya saja, aku nggak menyangka dia sama sekali nggak memikirkan hubungan kami sebelumnya. Dia memberi
Di wilayah terpencil Provinsi Yonggu.Tempat ini baru saja mengalami bencana alam. Situasi di sini sangat kacau dan berantakan. Banyak desa yang hancur. Jika ingin dibangun kembali, akan membutuhkan waktu yang cukup lama.Saat ini, Senia sedang mengendarai kudanya. Orang-orang di belakang mengikuti. Mereka akan meninggalkan Provinsi Yonggu.Sekelompok orang ini sedang berpacu dengan waktu. Jika terlambat selangkah saja, mereka mungkin akan mati di sini. Panji sekalipun tampak terburu-buru."Ibu, Wira benaran bisa membunuh kita? Aku rasa dia nggak bakal berani. Kami berdua memang cuma pangeran, tapi kamu penguasa Kerajaan Agrel.""Kerajaan Agrel punya ratusan ribu pasukan elite. Kalau perang benaran terjadi, kita juga masih bisa menambah pasukan. Mana mungkin Wira membuat keputusan seceroboh ini?" tanya Dahlan dengan bingung dan terengah-engah.Meskipun Dahlan mengendarai kuda, dia kurang ahli dalam hal ini. Selama ini, dia selalu menaiki kereta kuda ke mana-mana. Dia pun merasa sangat