Danu segera mengangguk dan mengikuti Wira. Tiba-tiba, Agha menarik ujung bajunya dan berujar sambil menangis, "Kak, kamu harus memberiku keadilan. Kak Wira menyiksaku selama kamu nggak ada. Dia mau aku menikahi Fadela!"Danu tergelak dan menyahut, "Nona Fadela cantik dan pemberani. Dia wanita hebat. Tuan Wira juga sudah memberinya posisi di pasukan. Kalau suatu hari terjadi perang, Nona Fadela bisa membuat prestasi gemilang lho. Kalian serasi kok. Kenapa kamu malah sedih?"Agha merasa makin pusing. Dia berkata, "Kamu benar. Aku juga tahu dia wanita hebat. Tapi, ada satu hal yang aku nggak setuju. Wanita ini galak sekali! Dia nggak ada bedanya dengan harimau betina! Kalau kami nikah, bukannya aku bakal diterkamnya?"Danu dan beberapa orang di samping tak kuasa tertawa mendengarnya, termasuk Anang. Untung, Fadela tidak mendengar perkataan Agha. Jika tidak, Agha pasti sudah dihajar habis-habisan.Pada akhirnya, tidak ada kemungkinan mereka berdua bisa bersama. Tentunya, Anang memegang per
"Semua ini adalah ganjaran yang harus kamu terima. Memangnya kamu sudah lupa apa yang kamu lakukan di Dusun Darmadi waktu itu?" balas Wira dengan murka.Wira bukan orang yang pemaaf, tetapi tidak akan menindas orang dengan kekuasaannya. Jika tidak, mana mungkin para rakyat mengaguminya?Hanya saja, pria di depan ini terlalu jahat. Wira mengetahui semua perbuatannya. Itu sebabnya, Wira tidak akan melepaskannya begitu saja.Ekspresi Wira berangsur makin dingin. Dia berkata, "Aku mencarimu bukan untuk membahas kejadian sebelumnya. Aku nggak punya waktu basa-basi denganmu. Sekarang hukuman yang kamu dapatkan adalah karma burukmu sendiri. Aku datang untuk tanya tentang Desa Damaro."Begitu mendengarnya, ekspresi Ahmad menjadi sangat suram. "Memangnya ada apa dengan Desa Damaro?"Wira pun terkekeh-kekeh, lalu menggeleng dan menyahut, "Jangan pura-pura bodoh. Orang lain mungkin nggak tahu niat jahatmu, tapi aku tahu betul semuanya.""Kemarin malam, adik kandungmu mencariku. Dia yang memberita
"Aku benaran nggak nyangka kamu bakal segila ini. Kamu membunuh seluruh keluargamu! Kamu nggak merasa bersalah kepada orang tuamu dan para penduduk desa?""Jangan lupa. Kamu tumbuh besar dengan bantuan mereka. Mereka yang memberimu makan. Air yang kamu minum juga air Desa Damaro. Gimana bisa kamu melakukan hal sekejam ini?"Jelas sekali, Nayara telah menganggap Ahmad sebagai penjahatnya. Meskipun keduanya punya hubungan darah, mereka sudah lama putus hubungan. Bagi Nayara, Ahmad tidak ada bedanya dengan siluman!Danu berdiri di samping dan menyaksikan semuanya dengan ekspresi gusar. Dia paling benci orang yang tidak tahu balas budi. Jika Wira memerintahkannya untuk membunuh Ahmad sejak awal, Danu pasti sudah membunuhnya. Namun, Danu masih punya akal sehat. Dia tahu mempertahankan nyawa Ahmad akan lebih berguna bagi mereka.Di sisi lain, perbuatan Ahmad memang membuatnya pantas untuk disiksa habis-habisan. Dengan cara ini, dia baru bisa tahu betapa fatalnya kesalahan yang telah dibuatny
"Tuan, jangan tertipu oleh penampilannya! Desa Damaro selalu damai. Nggak pernah ada masalah ataupun musibah seperti ini.""Tapi, setelah Ahmad pulang, situasi mulai berubah. Kini, Desa Damaro bahkan lenyap. Masalah ini pasti berkaitan dengannya.""Tuan, gimana kalau kamu menyerahkannya kepadaku saja? Biar aku yang menginterogasinya! Aku pasti bisa mengorek informasi dari mulutnya! Apalagi, metode dari Desa Damaro bisa membuatnya setengah mati!" usul Nayara sambil menggertakkan giginya. Tatapannya dipenuhi dengan kebencian dan amarah.Nayara terus terbayang akan kematian tragis para penduduk desa. Dia merasa hatinya tersayat-sayat. Sayangnya, dia belum bisa melakukan apa pun untuk sekarang. Dia tidak tahu siapa pembunuhnya sehingga dia tidak bisa membalas dendam.Kalaupun masalah ini tidak berkaitan dengan Ahmad, Ahmad tetap pembawa sialnya! Nayara tidak akan melepaskannya."Sudahlah. Kamu terlalu emosional. Sebaiknya kamu istirahat. Lukamu juga belum sembuh," bujuk Wira sambil menepuk
Wira bertanya dengan santai sambil tersenyum. Ekspresi Danu terlihat sangat marah. Dia memandang dingin semua orang di sekitarnya.Ini adalah kediaman jenderal, simbol kota Provinsi Yonggu, dan juga wilayah kekuasaannya. Padahal Wira masih berada di sini. Keributan seperti ini benar-benar memalukan!Ini sama seperti menampar wajahnya sendiri. Berhubung Wira ada di sisinya, Danu tidak berani bicara sembarangan meski sangat kesal. Dia hanya bisa menyerahkan keputusan kepada Wira.Seorang prajurit segera berucap, "Tuan Agha dan Nona Fadela lagi bersiap untuk bertarung, jadi kami datang untuk menonton ....""Bertarung?" Wira menjadi tertarik. Pandangannya beralih kepada orang-orang di hadapannya. Di depan, memang ada sebuah arena dengan Fadela dan Agha berdiri di tengahnya.Namun, Agha tidak memegang palu seperti biasanya. Itu memang masuk akal karena ini bukan pertempuran sungguhan. Hanya sekadar adu kekuatan biasa, jadi tidak wajar jika menggunakan senjata.Selain itu, meski Fadela punya
Fadela tersenyum dan langsung mengusulkan, "Kamu pakai satu tangan saja. Seperti ini baru adil, 'kan?"Agha segera menyetujuinya, "Tentu nggak masalah!"Agha yakin bahwa dengan kekuatan yang luar biasa, Fadela tetap tidak akan bisa mengalahkannya meski hanya menggunakan satu tangan. Rasa percaya dirinya begitu tinggi.Lagi pula sekuat apa pun wanita, menurut Agha, mereka tetap tidak bisa dibandingkan dengan dirinya.Itu adalah keunggulan alami seorang pria, apalagi Agha terkenal sebagai pria terkuat di dunia. Mana mungkin seorang wanita bisa melawannya? Itu hanyalah lelucon.Dalam sekejap, Agha bergerak ke samping dan melambaikan tangannya ke arah Fadela dengan santai. Dia berucap, "Ayo, mulai."Fadela mendengus kesal dan langsung menyerbu ke arah Agha. Dalam sekejap, mereka sudah saling beradu di arena.Benar saja Agha hanya menggunakan satu tangan, sementara tangannya yang lain disembunyikan di belakang punggung.Meski begitu, Fadela sudah mulai kewalahan dalam beberapa gerakan awal
Agha menggaruk kepalanya sambil terkekeh-kekeh. Dia masih saja menunjukkan sikapnya yang lugu."Kalau kami nggak kembali sekarang, mana mungkin bisa melihat tontonan seru seperti ini?" balas Wira sambil tersenyum.Kemudian, Wira melanjutkan dengan penasaran, "Coba jelaskan padaku, kenapa tiba-tiba kamu mau jadian sama Nona Fadela?"Danu yang berada di sebelah Wira juga mendekat karena penasaran. Dia juga menunggu penjelasan Agha. Setelah ragu sejenak, Agha menghela napas dan menjawab dengan ekspresi penuh keputusasaan, "Semua ini karena beberapa kata dari Kak Vion.""Vion? Dia juga datang ke kota Provinsi Yonggu?" tanya Wira lagi. Dia melihat ke sekeliling, tetapi tidak menemukan jejak Vion.Meskipun di Gedung Nomor Satu ada banyak orang hebat, Wira hanya akrab dengan dua orang dan salah satunya adalah Vion.Selain itu, hubungan Vion dan Agha cukup dekat, jadi Wira memiliki kesan yang lebih mendalam terhadapnya.Hanya saja Vion memiliki kepribadian yang bebas dan santai, serta tidak t
Di sisi lain. Setelah kembali ke kamarnya, wajah Fadela terlihat muram dan dia terus mengurung diri di dalam.Fadela awalnya berpikir karena Agha hanya menggunakan satu tangan, dia akan bisa mengalahkannya dengan mudah.Tidak disangka meski begitu, Fadela tetap bukan tandingan Agha dan akhirnya jatuh ke dalam situasi seperti ini.Barusan, ada banyak orang yang melihat pertarungan mereka. Meskipun ingin mengingkari kesepakatan, sepertinya Fadela sudah kehilangan kesempatan itu.Pada akhirnya, yang didapat Fadela hanyalah rasa malu. Pilihan yang tersisa di depannya hanyalah menikah dengan Agha.Fadela memang tidak setuju, tetapi dia juga tak punya hak suara lagi sehingga harus menerima keadaan."Oke, nikah saja. Nanti, lihatlah gimana aku akan menghadapimu!" gumam Fadela dengan emosi sambil menggertakkan giginya.Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. Fadela bertanya dengan kesal, "Siapa itu? Masuk!"Anang masuk ke kamar dan segera melihat ke arah Fadela. Sebagai ayah, dia bisa tahu b