"Tuan, jangan tertipu oleh penampilannya! Desa Damaro selalu damai. Nggak pernah ada masalah ataupun musibah seperti ini.""Tapi, setelah Ahmad pulang, situasi mulai berubah. Kini, Desa Damaro bahkan lenyap. Masalah ini pasti berkaitan dengannya.""Tuan, gimana kalau kamu menyerahkannya kepadaku saja? Biar aku yang menginterogasinya! Aku pasti bisa mengorek informasi dari mulutnya! Apalagi, metode dari Desa Damaro bisa membuatnya setengah mati!" usul Nayara sambil menggertakkan giginya. Tatapannya dipenuhi dengan kebencian dan amarah.Nayara terus terbayang akan kematian tragis para penduduk desa. Dia merasa hatinya tersayat-sayat. Sayangnya, dia belum bisa melakukan apa pun untuk sekarang. Dia tidak tahu siapa pembunuhnya sehingga dia tidak bisa membalas dendam.Kalaupun masalah ini tidak berkaitan dengan Ahmad, Ahmad tetap pembawa sialnya! Nayara tidak akan melepaskannya."Sudahlah. Kamu terlalu emosional. Sebaiknya kamu istirahat. Lukamu juga belum sembuh," bujuk Wira sambil menepuk
Wira bertanya dengan santai sambil tersenyum. Ekspresi Danu terlihat sangat marah. Dia memandang dingin semua orang di sekitarnya.Ini adalah kediaman jenderal, simbol kota Provinsi Yonggu, dan juga wilayah kekuasaannya. Padahal Wira masih berada di sini. Keributan seperti ini benar-benar memalukan!Ini sama seperti menampar wajahnya sendiri. Berhubung Wira ada di sisinya, Danu tidak berani bicara sembarangan meski sangat kesal. Dia hanya bisa menyerahkan keputusan kepada Wira.Seorang prajurit segera berucap, "Tuan Agha dan Nona Fadela lagi bersiap untuk bertarung, jadi kami datang untuk menonton ....""Bertarung?" Wira menjadi tertarik. Pandangannya beralih kepada orang-orang di hadapannya. Di depan, memang ada sebuah arena dengan Fadela dan Agha berdiri di tengahnya.Namun, Agha tidak memegang palu seperti biasanya. Itu memang masuk akal karena ini bukan pertempuran sungguhan. Hanya sekadar adu kekuatan biasa, jadi tidak wajar jika menggunakan senjata.Selain itu, meski Fadela punya
Fadela tersenyum dan langsung mengusulkan, "Kamu pakai satu tangan saja. Seperti ini baru adil, 'kan?"Agha segera menyetujuinya, "Tentu nggak masalah!"Agha yakin bahwa dengan kekuatan yang luar biasa, Fadela tetap tidak akan bisa mengalahkannya meski hanya menggunakan satu tangan. Rasa percaya dirinya begitu tinggi.Lagi pula sekuat apa pun wanita, menurut Agha, mereka tetap tidak bisa dibandingkan dengan dirinya.Itu adalah keunggulan alami seorang pria, apalagi Agha terkenal sebagai pria terkuat di dunia. Mana mungkin seorang wanita bisa melawannya? Itu hanyalah lelucon.Dalam sekejap, Agha bergerak ke samping dan melambaikan tangannya ke arah Fadela dengan santai. Dia berucap, "Ayo, mulai."Fadela mendengus kesal dan langsung menyerbu ke arah Agha. Dalam sekejap, mereka sudah saling beradu di arena.Benar saja Agha hanya menggunakan satu tangan, sementara tangannya yang lain disembunyikan di belakang punggung.Meski begitu, Fadela sudah mulai kewalahan dalam beberapa gerakan awal
Agha menggaruk kepalanya sambil terkekeh-kekeh. Dia masih saja menunjukkan sikapnya yang lugu."Kalau kami nggak kembali sekarang, mana mungkin bisa melihat tontonan seru seperti ini?" balas Wira sambil tersenyum.Kemudian, Wira melanjutkan dengan penasaran, "Coba jelaskan padaku, kenapa tiba-tiba kamu mau jadian sama Nona Fadela?"Danu yang berada di sebelah Wira juga mendekat karena penasaran. Dia juga menunggu penjelasan Agha. Setelah ragu sejenak, Agha menghela napas dan menjawab dengan ekspresi penuh keputusasaan, "Semua ini karena beberapa kata dari Kak Vion.""Vion? Dia juga datang ke kota Provinsi Yonggu?" tanya Wira lagi. Dia melihat ke sekeliling, tetapi tidak menemukan jejak Vion.Meskipun di Gedung Nomor Satu ada banyak orang hebat, Wira hanya akrab dengan dua orang dan salah satunya adalah Vion.Selain itu, hubungan Vion dan Agha cukup dekat, jadi Wira memiliki kesan yang lebih mendalam terhadapnya.Hanya saja Vion memiliki kepribadian yang bebas dan santai, serta tidak t
Di sisi lain. Setelah kembali ke kamarnya, wajah Fadela terlihat muram dan dia terus mengurung diri di dalam.Fadela awalnya berpikir karena Agha hanya menggunakan satu tangan, dia akan bisa mengalahkannya dengan mudah.Tidak disangka meski begitu, Fadela tetap bukan tandingan Agha dan akhirnya jatuh ke dalam situasi seperti ini.Barusan, ada banyak orang yang melihat pertarungan mereka. Meskipun ingin mengingkari kesepakatan, sepertinya Fadela sudah kehilangan kesempatan itu.Pada akhirnya, yang didapat Fadela hanyalah rasa malu. Pilihan yang tersisa di depannya hanyalah menikah dengan Agha.Fadela memang tidak setuju, tetapi dia juga tak punya hak suara lagi sehingga harus menerima keadaan."Oke, nikah saja. Nanti, lihatlah gimana aku akan menghadapimu!" gumam Fadela dengan emosi sambil menggertakkan giginya.Tiba-tiba, terdengar suara ketukan pintu. Fadela bertanya dengan kesal, "Siapa itu? Masuk!"Anang masuk ke kamar dan segera melihat ke arah Fadela. Sebagai ayah, dia bisa tahu b
Pada saat yang sama, Lucy telah kembali dan sedang duduk di gazebo taman belakang. Di sekelilingnya, berdiri beberapa anggota jaringan mata-mata. Semuanya terlihat lelah setelah perjalanan panjang.Wira menuangkan secangkir teh untuk Lucy sambil bertanya, "Sepertinya penyelidikannya sudah selesai, 'kan?"Lucy membalas sambil mengangguk, "Bisa dibilang begitu. Tapi, situasinya ternyata lebih rumit daripada yang kita bayangkan."Wira mengangkat alis seraya bertanya, "Apa maksudmu?""Um ...." Lucy berpikir sejenak sebelum berucap sembari mengernyit, "Ini ada hubungannya sama orang-orang dari Kerajaan Beluana."Mendengar nama Kerajaan Beluana, ekspresi Wira berubah dingin. Dia pun tanpa sadar bertanya, "Kenapa bisa terkait dengan mereka?"Lucy menjelaskan, "Kabarnya, ada orang di Desa Damaro yang menguasai teknik sihir yang sangat kuat. Kalau seseorang mempelajarinya, kekuatan mereka bisa melampaui ribuan prajurit. Bahkan senjata api pun nggak sebanding dengan teknik sihir itu.""Tapi, kit
Nayara yang baru saja mendekat, bertanya dengan hormat, "Tuan Wira, aku dengar kamu mencariku. Apa sudah ada perkembangan mengenai masalah ini?"Wira menghela napas sebelum menjelaskan, "Situasinya ternyata lebih rumit dari yang kubayangkan. Lucy memang sudah mendapatkan beberapa petunjuk, tapi belum bisa dipastikan sepenuhnya. Untuk hasil akhir, kita harus bersabar dan menunggu.""Tapi ada satu hal yang ingin kutanyakan padamu, yaitu tentang sihir yang katanya ada di Desa Damaro. Apa kamu pernah mendengar tentang teknik sihir yang konon bisa melawan ribuan pasukan?" tanya Wira.Wira merinding ketika membayangkannya. Kalau teknik sihir semacam itu benar-benar ada, itu sangatlah berbahaya.Meski selama ini Wira belum pernah mendengar hal-hal semacam itu, dunia memang penuh dengan hal aneh.Teknik sihir memang ada di dunia ini, jadi mungkin ada juga teknik sihir yang sangat kuat. Mungkinkah Wira sendiri yang jarang menemui hal aneh?Setelah mengetahuinya, Wira tidak bisa hanya duduk diam
Wira menenangkan Danu dengan berujar, "Justru karena semua ini, mungkin semuanya akan jadi sedikit berbeda. Kamu nggak perlu terlalu khawatir."Meski masih merasa ragu, Danu memilih untuk tidak berbicara lebih jauh. Bagaimanapun selama Wira dan dirinya ada di Provinsi Yonggu, situasi tidak akan berubah drastis meski ada orang jahat yang muncul. Orang seperti itu hanya akan menjadi badut yang tidak bisa berbuat banyak."Oh, ya. Aku akan pergi ke restoran untuk menemui Vion. Kalau ada sesuatu yang penting, kamu bisa utus orang untuk mencariku," ucap Wira sambil beranjak pergi.Baginya sangat menyenangkan menerima tamu dari jauh, apalagi Vion telah banyak membantunya. Jadi, Wira merasa perlu minum bersama Vion sebagai tanda terima kasih.Selain itu, ada hal penting yang perlu disampaikan pada Vion yakni agar dia bantu menjaga Agha dengan baik.Setelah meninggalkan kediaman jenderal, Wira menuju restoran. Baru saja berjalan beberapa langkah, seorang bocah berpakaian compang-camping tiba-ti