Setibanya di sebuah kediaman kecil berdinding batako, Jamadi pun mengeluarkan pisau lengkung yang tergantung di pinggangnya dan mengayunkannya.Dua pasukan yang membawa tongkat pun segera menendang pintu kayu yang bobrok itu. Kemudian, tiga pasukan berjaga di depan dan dua pemanah yang sudah bersiap dengan busur menerobos masuk secara bersamaan.Di dalam sana, tampak seorang wanita kurus sedang berjalan keluar dari dapur. Dia bertanya, "Tuan-tuan, ada masalah apa?""Gavin, kamu sudah melakukan kejahatan. Cepat keluar!"Jamadi yang mengabaikan pertanyaan wanita tua itu melambaikan pedang lengkungnya dan lima orang segera menerobos masuk ke dalam rumah.Brak!Dua pintu kayu terbanting ke luar dan langsung menjungkirbalikkan mereka berlima. Setelah itu, tampak seorang pemuda bergegas keluar dengan pisau dan langsung menyerang Jamadi.Wira tercengang. Dia mendapati bahwa sorot mata pemuda ini sangat kuat dan wajahnya memancarkan aura membunuh!Tak terduga, Jamadi yang bahkan tidak mengangk
"Diam! Siapa yang berani berkata lagi akan dijebloskan ke penjara juga!" seru Jamadi dengan nada dingin dan ekspresinya juga tampak tegas.Dia sering melihat hal seperti itu. Meskipun terlihat menyedihkan, tetap saja ada beberapa pencuri yang terlahir sebagai orang jahat. Jadi, dia tidak tersentuh sedikitpun.Jika ingin bertahan di dunia yang kacau ini, hati pun harus teguh.Penduduk desa yang mendengar ini tidak berani mengatakan apa-apa lagi. Sementara itu, Ibunya Gavin beserta ketiga menantunya hanya bisa menyeka air mata dan terisak."Gavin, Gandi, Ganjar, kemarin malam, kalian pergi ke kediaman Wira untuk merampok. Ganjar, Doddy memukulmu dari belakang. Gandi, kamu dicakar di bagian bahu. Sekarang, bukti ada di depan mata. Kalian mau mengaku atau nggak?" ”Wira pun membuka pakaian mereka berdua, lalu mendapati bekas tinju di punggung Ganjar dan luka gores di bahu Gandi. Selain itu, Wira juga mengeluarkan sobekan pakaian yang ternoda darah.ketiga bersaudara itu saling memandang, l
Doddy awalnya masih belum bereaksi. Namun, dia langsung menatap ke arah Wira dengan serius begitu dipukul oleh Danu. Doddy pun berkata, "Ya, ya. Hanya satu pencuri.""Ya. Tiap orang pasti punya ingatan yang buruk. Syukurlah kalau ingat," ujar Jamadi sambil diam-diam mengambil uang itu. Kemudian, dia melanjutkan, "Pencurinya ada satu, tapi kita lebih tangkap dua orang. Tuan Wira, apa kamu mau melepaskan mereka?"Wira memandang ketiga bersaudara itu, lalu berkata, "Kalian bertiga, pilih sendiri siapa di antara kalian yang akan masuk penjara dan siapa yang akan tinggal untuk mengurus keluarga!"Tiga bersaudara itu terkejut sejenak, lalu mulai berebut mau masuk penjara."Aku adalah yang tertua, aku akan masuk penjara. Kalian berdua, tolong jaga keluarga kita baik-baik!" ujar Gandi."Kak, Gandi aku saja yang pergi. Aku sudah terluka dan hidupku nggak lama lagi. Biarkan aku saja yang masuk penjara," celetuk Ganjar."Kak Gavin, Ganjar, aku saja yang pergi. Ada bukti sobekan bajuku waktu bahuk
Di Dusun Silali, di sebuah rumah bata. Rumah itu adalah kediaman Budi.Tampak Budi yang sedang duduk di kursi malas dengan handuk hangat menutupi wajahnya. Wajahnya bengkak karena dipukuli oleh Wira kemarin. Namun, bengkak di wajahnya hari ini makin parah. Dia pun menggertakkan giginya dan berkata, "Apa ada pencuri yang pergi ke kediaman Wira tadi malam?"Seorang pelayan berkata, "Ya. Ada pencuri yang merampok 100.000 gabak milik Sony dan bajingan itu menangis sepanjang pagi."Budi tercengang. Dia berseru, "Apa anak nggak berguna itu gila? Dia benar-benar memberi pengangguran itu 100.000 gabak?"Pelayan itu mengangguk sembari membatin, orang itu nggak gila, orang itu murah hati. Nggak seperti kamu yang pelit sekali. Aku sudah bekerja keras selama setahun. Tapi, beberapa gabak pun nggak dapat.Budi menggertakkan giginya, lalu berujar, "Bagaimana dengan anak nggak berguna itu? Gavin bersaudara sudah pergi ke rumahnya, apa mereka menikamnya? Atau mungkin membunuhnya?"Pelayan yang mendeng
Warga desa yang mendengar ini langsung menghentikan langkah mereka."Jangan dengarkan dia. Aku ini kepala desa. Siapa pun yang bisa menangkap atau memukul anak nggak berguna itu, uang sewa tahun depan akan dibebaskan 10%." Budi menawarkan hadiah.Ini memang kurang setengah dari yang dijanjikan. Namun, ucapan Budi ini tetap membuat warga desa menggila dan menyerbu ke depan."Berhenti! Berhenti! Kalau kalian masih berani maju, aku akan melepaskan panah!" teriak Jamadi dan suaranya melengking. Namun, warga tidak berhenti sama sekali. Jadi, dia segera berteriak kepada bawahannya untuk bubar dan berkata kepada Wira, "Wira, nggak bisa. Mereka sudah menggila. Ayo, mundur dulu. Aku nggak akan kenapa-kenapa, tapi kamu bakal dipukul sampai mati!"Pemanah dan prajurit kekar pun mundur ketakutan!"Berikan aku busur dan anak panah!" Wira meraih seorang pemanah, lalu mengambil busur dan anak panah di tangannya. Setelah itu, dia menarik anak panah tersebut.Wooosh!Panah bulu meninggalkan tali busur
Detik berikutnya, Jamadi kembali tersadar bahwa perhitungannya salah. Namun, nominal yang ditawarkan sebesar 12.000 gabak itu termasuk cukup menggiurkan.Budi diam-diam merasa bangga. Sifat Jamadi memang sangat tamak, dia berani melakukan apa pun asalkan diberi imbalan yang setimpal. Saat ini, sebaiknya dia memberikan sejumlah uang kepada Jamadi untuk membereskan pecundang ini. Setelah itu, barulah Budi akan membuat perhitungan pada Jamadi.Wira melirik Jamadi sekilas dan berkata, "Kamu tergoda?""Omong kosong apa? Memangnya aku ini orang yang mementingkan keuntungan?"Ekspresi Jamadi tampak suram, dia melambaikan tangan sambil berkata, "Budi bersekongkol dengan perampok, bawa dia ke pengadilan daerah!""Jamadi, kamu ... kamu ...."Seketika, Budi tercengang. Entah mengapa sifat Jamadi tiba-tiba berubah.Tanpa berbicara sama sekali, Jamadi hanya tersenyum sinis. Dia memang menyukai uang, tetapi Jamadi bisa membedakan uang mana yang pantas diterimanya.Budi adalah orang yang licik. Kalau
Raut wajah Jamadi berubah drastis.Di kabupaten, ada tiga keluarga kaya yang terkenal, yaitu Sutedja, Silali, dan Wibowo. Ketiga keluarga ini menguasai industri yang paling menguntungkan, yaitu kain, garam, dan beras. Keluarga Silali adalah pedagang garam terbesar di kabupaten tersebut.Sebelumnya, Budi mengeklaim memiliki hubungan dengan Keluarga Silali di kabupaten. Saat itu, semua orang menganggap omongannya itu hanyalah bualan belaka. Sekarang, tampaknya omongannya memang benar.Tirai kereta dibuka, terlihat seorang pemuda yang mengenakan kain penutup kepala dan jubah brokat turun dari kereta tersebut. Dia memberi salam kepada Wira dari kejauhan dengan hormat, "Saudara Wahyudi, lama tidak bertemu!"Wahyudi adalah namanya sebelumnya.Wira membalasnya dengan ekspresi datar, "Katakan saja langsung apa maumu!"Mahendra Silali, pewaris Keluarga Silali di kabupaten, memiliki usia yang sama dengan Wira. Mereka berdua lulus sebagai murid sekolah rendah pada saat yang sama. Tahun ini, Mahen
Jamadi terkejut. Dia tidak menyangka ada rencana seperti ini di balik masalah ini.Budi tersenyum sinis. Jika bukan karena ada dukungan dari Tuan Mahendra, dia tidak akan berani menyusun rencana seperti ini terhadap seorang cendekiawan.Danu, Doddy, dan Sony mengepalkan tangan mereka sambil menatap marah pada Mahendra. "Bencana yang lebih besar?"Wira mengangkat alisnya dan menyipitkan matanya, lalu melayangkan sebuah tinjuan ke wajah Mahendra. "Apakah ini cukup besar?"Buk buk buk!Mahendra terhuyung mundur, setengah wajahnya memerah dan mulutnya berdarah. Jamadi dan Budi terdiam.Tidak ada yang menyangka bahwa Wira berani memukul Tuan Muda Keluarga Silali di depan umum."Berani-beraninya kamu memukulku!" teriak Mahendra dengan tatapan marah.Kedua pelayan Mahendra buru-buru menghampirinya. Sebelum mereka mendekat, Doddy telah menyerbu kedua pelayan itu.Wira berkata dengan ekspresi dingin, "Kamu bukan hanya mengincar istriku, tapi juga bahkan mau menghancurkanku. Memukulmu saja sudah