"Pada misi kali ini, aku bisa melihat bahwa Jonathan sangat kompeten. Pantas saja, Tuan Biantara begitu memercayainya dulu. Jonathan bisa menjadi orang kepercayaan Tuan Biantara tentu karena punya kemampuan.""Kalau dibandingkan dengannya, aku merasa aku masih kalah jauh. Aku nggak sanggup memikul tanggung jawab sebesar itu," tolak Luna."Kamu sudah kehilangan kepercayaan dirimu ya?" tanya Wira sambil tersenyum. Dia tidak mengerti apa yang terjadi, sampai-sampai sikap Luna berubah secepat itu? Apa mungkin terjadi sesuatu di antara ketiga orang ini saat dirinya berada di Desa Damaro?"Karena Tuan Wira sudah bicara begitu, kamu jangan menolak lagi. Kami pasti akan membantumu. Selain itu, waktu sebulan ini cuma masa percobaan kok. Kalau dalam sebulan ini, kamu nggak bisa menunjukkan kinerja sebaik Tuan Biantara, aku pasti akan melaporkannya kepada Tuan Wira," ujar Jonathan.Klause mengangguk menyetujuinya. Faktanya, semua orang tahu bahwa yang paling kompeten di jaringan mata-mata tidak l
Dua hari kemudian, Wira dan lainnya kembali ke Dusun Darmadi. Suasana di sini terlihat suram. Banyak kain putih berkibar."Apa yang terjadi?" tanya Wira kepada seorang penduduk.Penduduk itu menjawab, "Para jenderal menggantung kain putih demi pemakaman Tuan Biantara. Semua ini untuk mengantar kepergian beliau."Ketika di Kota Besira, Wira telah mengatur pemakaman untuk Biantara. Biantara memang sudah dimakamkan.Meskipun Kota Besira bukan kampung halaman Biantara, Wira bisa menaklukkan kota ini berkat Biantara. Biantara memberi kontribusi besar dalam keberhasilannya ini.Selain itu, Wira telah menempatkan Danu di Kota Besira. Bisa dibilang Danu yang akan menemani Biantara di sana. Biantara tidak akan merasa kesepian.Siapa sangka, orang-orang di Dusun Darmadi akan menunjukkan rasa duka mereka dengan cara ini. Bisa dilihat bahwa jerih payah Biantara selama bertahun-tahun ini tidaklah sia-sia. Semua orang mengingat kebaikan Biantara."Kalau Biantara melihat semua ini dari surga, dia pas
Ahmad telah menyinggung Danu, jadi Danu akan memberinya pelajaran. Luna mengiakan, lalu segera membawa orang-orangnya pergi.Saat ini, penduduk desa itu menatap Ahmad dan bertanya, "Dia yang menyebarkan racun di Dusun Darmadi ya?"Wira mengangguk sambil membalas, "Ya, dia sudah kutangkap. Setelah Danu pulang, dia akan mendapat ganjaran yang setimpal."Kabar kepulangan Wira segera tersebar. Wulan dan lainnya telah menunggu Wira di rumah. Karena perjalanan kali ini sangat berbahaya, Wira tidak membawa mereka pergi.Dewina dan Thalia sekalipun tidak berani diam-diam mengikuti karena takut Wira marah. Makanya, semua menunggu dengan patuh di rumah.Untungnya, Wira hanya pergi beberapa hari dan tidak membuat mereka menunggu terlalu lama. Namun, Wira tidak langsung pulang untuk menjumpai para wanita cantik itu, melainkan pergi ke penjara dulu.Setibanya di sana, penjaga mengizinkan Wira masuk. Begitu melangkah masuk, Wira langsung mendengar teriakan yang menyayat hati."Doddy! Berengsek kamu!
"Berhenti. Kalau kamu terus mencambuknya, dia bisa mati. Lagian, memangnya kamu nggak capek?"Suara yang tiba-tiba terdengar ini membuat Doddy termangu. Kemudian, dia segera menoleh dan mendapati Wira berdiri di belakangnya."Tuan, kapan kamu pulang? Kenapa aku nggak dapat kabar apa pun?" tanya Doddy yang langsung melempar cambuknya dan menghampiri Wira. Seketika, sikapnya menjadi lebih ramah.Wira terkekeh-kekeh dan menyahut, "Itu karena kamu sibuk menyiksanya. Aku juga mendapat kabar kalau kamu di sini, makanya kemari. Aku nggak nyangka kamu akan menyiksanya sampai setragis ini."Wira tidak melirik Bhurek. Dia tidak bersimpati karena Bhurek memang pantas mendapatkannya. Biantara bisa mati karena Bhurek. Parahnya, Bhurek sempat menggantung jasad Biantara di tembok kota. Ini akibat dari perbuatan Bhurek sendiri."Aku marah sekali. Biantara sahabatku. Gara-gara dia, kita kehilangan Biantara. Mana mungkin aku bisa menerimanya. Kalau kamu nggak pulang-pulang, mungkin aku sudah membunuhnya
Setiap kali teringat jenazah sahabatnya digantung di tembok kota selama beberapa hari, Wira sungguh tidak bisa menerimanya. Hatinya terasa sangat sakit.Biantara jelas-jelas sudah tiada. Untuk apa Bhurek menyiksanya dengan cara seperti itu? Ini bukan hanya penghinaan untuk Biantara, tetapi juga untuk Wira."Apa ada yang memberimu ide itu, makanya kamu berani melakukannya?" tanya Wira.Bhurek tidak bodoh. Dia jelas memahami maksud Wira. Dia tergelak, lalu menggeleng dan berkata, "Pantas saja, kamu belum membunuhku. Ternyata kamu ingin mengorek informasi dariku untuk menyulitkan Ciputra."Ciputra mencampakkannya. Bhurek tidak menaruh harapan apa pun padanya lagi. Itu sebabnya, dia tidak memanggil Ciputra sebagai rajanya lagi."Ternyata kamu jauh lebih cerdas dari yang kubayangkan." Wira terkekeh-kekeh. "Kamu benar, aku ingin memanfaatkan kematian Biantara untuk menjatuhkan Ciputra.""Kamu juga tahu para rakyat kurang menyukai Ciputra. Kali ini aku menyatakan perang. Meskipun perang nggak
Bhurek tergelak. Jika bukan demi keluarganya, mana mungkin dia bertahan sampai sekarang?Segera, Wira dan Doddy meninggalkan penjara. Setelah keluar, Wira menepuk bahu Doddy sambil berkata, "Kamu harus bisa menahan amarahmu. Suruh orang lain yang menyiksa Bhurek. Masa Jenderal Doddy yang terhormat melakukan pekerjaan seperti itu?""Biantara juga sudah tiada. Aku tahu kamu merasa sedih. Tapi, kesedihanku jelas melampaui kalian semua. Hanya saja, aku mengerti orang yang sudah mati nggak akan bisa hidup lagi. Kita nggak perlu repot-repot begini. Kita hanya perlu selalu mengingatnya dalam hati."Wira menaruh harapan besar pada Danu dan Doddy. Kedua bersaudara ini telah lama mengikutinya. Wira tentu tahu pengorbanan mereka. Itu sebabnya, dia membina mereka dengan baik.Doddy mengangguk, lalu menangkupkan tangannya dan berkata, "Tuan tenang saja. Setelah selesai mengurus masalah Bhurek, aku nggak akan menunda tugasku yang lain. Tapi, aku punya permintaan. Kalau suatu hari kita benar-benar be
Tidak ada yang berbicara. Semua orang menunggu Wira berbicara. Mereka tahu Wira adalah orang yang setia kawan. Wira mengumpulkan mereka di sini pasti karena melihat situasi di Dusun Darmadi.Wira berucap, "Aku tahu hubungan kalian semua dengan Biantara sangat baik. Kalian pasti merasa sedih karena kepergiannya. Aku juga merasakan hal yang sama dengan kalian.""Tapi, kita harus melanjutkan kehidupan kita. Aku harap kalian bisa berhenti bersedih dan hidup dengan baik. Semua masalah pasti akan berlalu."Semua orang mengangguk mendengarnya. Wira meneruskan, "Selama ada aku, Dusun Darmadi akan selalu ada. Kelak, aku juga nggak akan membiarkan para saudaraku terjebak dalam situasi yang begitu berbahaya. Aku janji."Orang-orang mengangguk mengiakan. Sesaat kemudian, kerumunan bubar dan menyingkirkan kain putih yang digantung di depan rumah.Wira, Wulan, dan lainnya pulang ke rumah mereka. Wira duduk di halaman memandang suasana di Dusun Darmadi yang terlihat normal kembali. Namun, suasana hat
Di istana Kerajaan Beluana. Setelah Wira meninggalkan Provinsi Yonggu, Ciputra kesulitan tidur. Dia terus bermimpi buruk.Musuhnya ada di depan mata dan terus mengawasinya setiap saat. Bagaimana dia harus melewati hari-harinya? Ciputra merasa ada sepasang mata yang terus memantaunya. Perasaan itu sungguh mengerikan. Sayangnya, dia tidak punya cara untuk mengatasinya sekarang."Pelayan, cepat panggilkan Harraz kemari!" perintah Ciputra kepada pelayan dan kasim yang berdiri di sampingnya.Sejam kemudian, Harraz baru tiba. "Yang Mulia, apa terjadi sesuatu? Kenapa memanggilku larut malam begini?" Harraz menatap Ciputra dengan bingung. Kini, masalah telah teratasi dan situasi berkembang ke arah yang baik. Harraz tidak mengerti masalah apa lagi yang dipikirkan oleh Ciputra."Kalian semua keluar. Aku mau bicara berdua dengan Tuan Harraz," instruksi Ciputra sambil menenangkan suasana hatinya.Setelah semua orang pergi, Harraz duduk di samping Ciputra dan bertanya lagi, "Yang Mulia, apa ada ma