Setelah kamar menjadi sepi kembali, dokter kembali ke pinggir ranjang dan mulai membuka baju Thalia.Seperti yang dikatakannya, terlihat sebuah luka pisau di perut Thalia. Luka itu terlihat cukup mengerikan, bahkan masih bercucuran darah."Apa lukanya parah sekali?" tanya Wira.Thalia sudah kehilangan kesadaran, mungkin karena kesakitan atau kehilangan terlalu banyak darah. Wajah dan bibirnya tampak pucat pasi.Dokter menyeka keringat dingin sambil membalas, "Tuan, tolong maafkan aku. Ilmu medisku kurang hebat. Aku nggak pernah mengobati luka seperti ini. Takutnya, aku nggak bisa mengobati Nyonya.""Itu cuma luka biasa, 'kan? Masa kamu nggak bisa mengobatinya?" tanya Wira sambil mengernyit.Dokter menyahut, "Bukannya luka ini nggak bisa diobati. Cuma perlu didisinfeksi dan dijahit. Tapi, masalahnya adalah Nyonya keracunan. Ada racun di pisau itu. Aku nggak tahu racun apa yang ada di tubuh Nyonya, makanya nggak bisa mengobatinya."Dokter itu tentu tidak berani menyinggung Wira. Meskipun
Setelah para dokter itu selesai memeriksa Thalia, Wira bertanya, "Apa kalian punya cara untuk mengobati istriku?"Para dokter itu bertatapan dan tidak tahu harus bagaimana menyahut. Wira bertanya dengan suara melengking, "Apa kondisinya begitu rumit? Kalian bisa menjadi dokter istana pasti karena punya keterampilan medis yang baik, 'kan? Masa nggak punya cara untuk menyembuhkan istriku?"Kalau tahu situasi akan seperti ini, Wira tidak akan membawa Thalia bersamanya. Thalia berkali-kali berada dalam bahaya karena perjalanan ini. Wira merasa tidak tega padanya. Jika Thalia tidak bisa diselamatkan, Wira akan merasa bersalah untuk seumur hidup."Keluar!" bentak Wira. Pada akhirnya, para dokter itu hanya bisa berpamitan dan keluar.Ini bukan kesalahan mereka, tetapi racun di tubuh Thalia benar-benar aneh. Mereka tidak pernah melihat racun seperti itu. Lantas, bagaimana mereka bisa mengobatinya?Untuk sekarang, yang bisa dilakukan hanya menjahit luka Thalia supaya darah tidak terus mengalir
"Oke. Kalau begitu, aku akan membuat persiapan sekarang juga." Biantara mengiakan.Dalam sekejap, Wira dan lainnya selesai membuat pengaturan. Mereka semua menuju ke suku utara dengan kecepatan tertinggi.Di depan gerbang ibu kota, tampak Osman dan sekelompok prajurit. Ada juga Trenggi dan seseorang yang berwajah asing.Orang itu tampak memakai zirah dan memegang golok. Meskipun usianya tidak muda lagi, dia tetap berkarisma. Jelas, latar belakangnya tidak biasa.Wira menatap orang itu untuk sesaat, lalu beralih menatap Osman dan berkata, "Semua sudah diatur dengan baik. Kamu nggak perlu cemas. Kerajaanmu baru stabil, pasti banyak yang harus diurus. Aku pamit dulu. Kalau ada kabar terbaru, aku akan mengirimmu surat."Osman pun meraih tangan Wira dan berujar, "Ini Jenderal Umar. Kita nggak tahu seperti apa situasi di suku utara, apalagi perjalanannya sangat berbahaya, jadi aku menyuruh Jenderal Umar mengikutimu. Kalau ada masalah di jalan, Jenderal Umar bisa melindungimu. Tolong jangan t
"Raja, Tuan Wira nggak mungkin mencurigai kita, 'kan?" Setelah Wira dan lainnya pergi, Trenggi bertanya demikian dengan ekspresi agak pucat. Meskipun Trenggi seorang jenderal, dia bukan orang yang gegabah. Jika tidak, mana mungkin dia memilih berpihak pada Osman waktu itu.Osman menyahut, "Aku rasa Kak Wira nggak bakal berpikir begitu. Lagi pula, Kerajaan Nuala sedang dalam masa sibuk. Orang yang paling bisa kuandalkan juga cuma Kak Wira. Tapi, memang sulit kalau ingin menemukan pelakunya ....""Semua bawahan Sucipto sudah kita tangkap. Yang berhubungan dengannya juga sudah pergi dan nggak berani muncul di depan kita, apalagi melakukan pembunuhan di ibu kota. Kalaupun mereka ingin membalas dendam, mereka seharusnya mencariku dan bukan Kak Wira."Osman juga kebingungan. Thalia terluka parah sehingga fokus Wira sepenuhnya ada pada Thalia. Namun, dendam ini tentu harus dibalaskan. Setelah semuanya beres, Wira pasti akan kembali ke ibu kota untuk menyelidiki kejadian ini.Osman merenung se
"Dasar sampah! Kamu masih berani bilang nggak bersalah? Tindakan kalian ini menimbulkan masalah besar untukku! Hubungan antara kedua negara juga akan berdampak!" maki Bhurek dengan kesal.Dulu, Bhurek memang berusaha memikirkan cara untuk memulai perang dengan Wira. Namun, sekarang dia telah berubah pikiran.Ini bukan karena Kerajaan Beluana tidak memiliki kepercayaan diri, tetapi karena proyek hidrolik sedang berjalan. Bhurek dan lainnya telah mengetahui manfaati dari proyek hidrolik. Mereka tentu tidak ingin berperang di situasi seperti ini.Mereka ingin mengembangkan Kerajaan Beluana terlebih dahulu supaya bisa melampaui Provinsi Lowala. Bagaimanapun, wilayah Kerajaan Beluana jauh lebih luas. Asalkan mereka diam-diam berkembang, Wira pasti akan kalah nanti.Apalagi, Wira dan Osman terlihat sangat dekat sekarang. Jika perang terjadi, Kerajaan Beluana akan diserang oleh 2 negara. Bukankah akibatnya akan sangat fatal?"Apa Wira tahu identitas kalian?" tanya Bhurek tiba-tiba."Aku bisa
"Wira, aku nggak akan pernah melupakan dendam di antara kita. Kelak, aku pasti akan mencarimu untuk membalas dendam. Kamu tunggu saja," gumam Bhurek.Di sisi lain, Wira dan lainnya sedang melewati hutan dengan cepat. Di dalam kereta kuda, Wira terus memeluk Thalia. Bagaimanapun, kereta kuda berguncang cukup kuat dan mereka tidak berani memperlambat kecepatan."Kak, Kak Thalia orang yang beruntung. Dia pasti bisa sembuh. Kamu nggak perlu cemas," bujuk Agha yang duduk di samping.Mereka sudah menempuh beberapa jam perjalanan. Wira bahkan tidak makan ataupun minum sejak tadi. Wira juga tidak tidur semalaman sehingga wajahnya terlihat sangat lesu. Meskipun Wira dan Agha bukan saudara kandung, Agha tetap merasa kasihan padanya.Wira menghela napas, lalu menyahut dengan perlahan, "Semua ini gara-gara aku. Kalo aku nggak membawanya, mana mungkin terjadi masalah seperti ini?"Sebelum mengenal Wira, Thalia hidup dalam kebohongan. Wira yang menyelamatkannya dari kesengsaraan. Kehidupan Thalia ba
"Kamu pasti belum tidur dari semalam, 'kan? Lihat wajahmu, pucat sekali. Dengarkan aku, berbaring dulu di samping dan suruh Agha yang menjagaku. Setelah kamu bangun, kamu gantian dengan Agha," ucap Thalia dengan lirih dan lemas.Wira menggeleng dan tersenyum getir sambil berkata, "Gimana aku bisa tidur kalau kondisimu seperti ini? Aku ingin kamu pulih secepatnya. Aku nggak ingin melakukan hal lain."Semua yang Wira katakan berasal dari lubuk hatinya. Hal ini bukan hanya berlaku untuk Thalia, tetapi juga istrinya yang lain. Jika tidak, mana mungkin dia bisa memiliki begitu banyak istri?"Kamu ini ...." Thalia menggeleng dengan tidak berdaya. Kemudian, dia meneruskan sambil tersenyum, "Kalau begitu, aku istirahat sebentar lagi. Aku merasa agak capek.""Ya." Wira mengiakan dan memeluk Thalia lagi. Dia menatap Thalia dengan penuh kasih sayang.Adapun Agha, dia merasa sedih melihat situasi ini. Wira berucap dengan perlahan, "Kalau kamu capek, istirahat saja. Thalia sudah bilang dia nggak ap
"Akhirnya kalian datang!"Meskipun Wira tidak melihat sosok yang berbicara itu, dia tahu pemilik suara ini. Siapa lagi kalau bukan Bobby?Wira segera memandang ke arah sumber suara. Kemudian dia turun dari kereta kudanya dan berkata, "Sekarang bukan saatnya untuk mengobrol. Kudengar kamu sudah menemukan dokter sakti itu. Ayo, kita kembali ke suku.""Ya, ya! Semua sudah kuatur dengan baik. Kamu hanya perlu mengikutiku," sahut Bobby. Segera, sekelompok orang itu berangkat ke suku.Kini, suku utara telah jatuh ke tangan Bobby. Sementara itu Bobby bisa menjadi penguasa berkat Wira. Jika bermusuhan dengan Wira, semua jerih payahnya akan menjadi sia-sia.Malam itu juga, rombongan tiba di suku. Banyak orang yang berdiri di kedua sisi jalanan. Semua menunggu kedatangan Wira."Ada apa ini?" Wira yang berada di dalam kereta kuda mengangkat tirai untuk mengintip keadaan di luar. Bobby segera menjelaskan, "Begitu mendapat kabar darimu, aku langsung menghubungi dokter sakti itu. Hanya saja, waktu i
Dalam sejarah, para jenderal perang yang menggunakan trisula sangatlah langka. Ini karena satu trisula setidaknya memiliki berat sekitar 90 kilogram. Orang yang mampu mengayunkan senjata semacam ini sudah pasti sangat ganas dan kuat.Di bawah komando Wira, selain Agha yang menggunakan palu berat dengan kedua tangan, tak ada orang lain yang mampu menggunakan senjata berat semacam ini.Dari sini pula bisa dilihat bahwa Zaki, yang disebut sebagai salah satu tangan kanan Bimala, jelas bukan seseorang yang hanya memiliki nama besar tanpa kekuatan nyata.Wakil jenderal yang mengikuti Zaki tersenyum tipis setelah mendengar kabar itu. Dia menangkupkan tangan dan berkata, "Jenderal, aku nggak setuju. Bertempur seperti ini jauh lebih baik daripada yang kita bayangkan sebelumnya. Kita nggak bisa terus bersembunyi di dalam suku sambil bermain intrik dengan mereka yang bermuka dua."Zaki mendengus dingin dan berkata, "Siapa pun yang berani bermain intrik denganku akan langsung kusingkirkan dengan t
"Apa?" Wira langsung terkejut dan berpikir mengapa bisa muncul masalah merepotkan seperti ini pada saat krisis ini. Jika para pengungsi ini benar-benar nekat, kekuatan mereka tidak akan jauh berbeda dengan orang biasa. Namun, saat ini mereka sedang bersiap melawan pasukan utara, kehadiran orang-orang ini bisa menjadi faktor yang sangat tidak stabil.Setelah berpikir sejenak, Wira pun memerintah tanpa ragu, "Tutup gerbang kota dan jangan membiarkan para pengungsi itu keluar dulu. Selain itu, buka gudang persediaan dan bagikan makanannya, sebisa mungkin menenangkan para pengungsi itu. Pada saat seperti ini, kita nggak boleh menghadapi masalah seperti ini."Wira berkata dengan ekspresi muram setelah berhenti sejenak, seolah-olah merasa tidak tenang, "Kalau masih ada yang nggak tahu diri, beri tahu Jenderal Trenggi bahwa dia berhak menentukan hidup dan mati mereka. Tapi, itu hanya untuk menakut-nakuti saja, jangan sampai terlalu kejam.""Baik," jawab mata-mata itu.....Di sekitar Dataran
Setelah terdiam cukup lama, Nafis mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau mereka melewati jalur cabang ini, mereka akan berputar jauh. Dengan begitu, mereka akan menghindari Dataran Haloam dan laju mereka akan menjadi sangat lambat."Wira juga menganggukkan kepala karena memang ini yang dikhawatirkannya.Beberapa saat kemudian, Arhan memberi hormat dan berkata, "Tuan Wira, aku punya ide, tapi aku nggak tahu apa ini bisa berhasil."Wira tertegun sejenak saat mendengar perkataan itu, lalu matanya bersinar sebagai isyarat agar Arhan melanjutkan perkataannya. Sejak Arhan memimpin pasukannya untuk mengikutinya, Arhan tidak banyak berbicara. Sekarang kesempatan itu sudah datang, dia tentu saja ingin mendengar lebih banyak pemikiran Arhan.Setelah memberi hormat, Arhan menunjuk pada peta dan berkata, "Tuan, coba lihat di sini. Kalau mereka melalui jalur cabang dari Dataran Haloam, mereka akan melewati gunung berbatu. Aku berniat untuk menempatkan pasukan kecil di sini untuk memaksa mereka meng
Sekelompok pasukan keluarga dari gerbang utara dengan sangat bersemangat dan langsung menuju Dataran Haloam dan Hutan Bambu Mayu.Begitu tiba di Hutan Bambu Mayu, Wira segera mulai membagi pasukannya sesuai dengan rencana mereka sebelumnya. Hutan ini sangat lebat, sehingga orang yang berjalan di luar tidak akan mengetahui ada orang yang bersembunyi di dalamnya.Selain itu, celah-celah di dalam Hutan Bambu Mayu ini juga cukup lebar dan daerah penyangga yang luasnya beberapa mil. Jangankan tiga ribu Pasukan Harimau yang dipimpin Wira sekarang, mereka juga tetap bisa bersembunyi sepenuhnya jika ditambah dua ribu Pasukan Harimau lagi.Saat Agha dan Latif bersiap untuk memimpin sepuluh ribu prajurit itu berangkat, Latif maju dan berkata, "Tuan, apa perlu kami meninggalkan beberapa prajurit untuk kalian?"Setelah berpikir sejenak, Wira perlahan-lahan berkata, "Nggak perlu, ingat untuk menggunakan mata-mata sebaik mungkin. Kamu dan Agha harus membagi tugas, jangan terus berkumpul bersama. Pas
Wira beserta Adjie dan Nafis berjalan perlahan-lahan menuju kemah utama untuk kavaleri. Kemah untuk kavaleri dari Kerajaan Nuala letaknya berdampingan dengan kemah di tengah kota, sehingga saat ini mereka bisa melihat sudah ada banyak tali perangkap kuda yang terhampar di luar kemah tengah itu.Melihat begitu banyak tali perangkap kuda, Wira merasa agak bersemangat. Jika semua benda ini bisa diletakkan di Dataran Haloam, pasukan utara pasti akan kesulitan.Begitu memasuki kemah Pasukan Harimau, dua pria yang mengenakan zirah langsung menghentikan langkah Wira dan yang lainnya. Mereka membawa pedang militer di pinggang dan busur serta dua set anak panah di punggung mereka.Wira langsung mengeluarkan lencana dan berkata, "Aku ini Wira, aku ingin mengerahkan tiga ribu pasukan. Siapa yang memimpin di sini? Panggil dia ke sini untuk bertemu denganku."Orang yang membawa bendera biasanya adalah komandan utama pasukan. Di medan perang, dia akan bertarung mati-matian sambil mengangkat bendera.
Wira terlihat tertegun sejenak setelah mendengar laporan dari mata-mata, lalu dia tiba-tiba merasa sangat senang dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, kita jalankan sesuai rencana kita. Jenderal Trenggi, aku percayakan kota ini padamu."Trenggi menganggukkan kepala. Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah lencana, lalu langsung menyerahkannya pada Wira dan berkata, "Tuan Wira, lencana ini bisa memungkinkanmu untuk langsung membawa pergi tiga ribu Pasukan Harimau. Untuk berjaga-jaga, aku serahkan wewenang untuk mengatur Pasukan Harimau ini padamu untuk sementara."Wira langsung tertegun sejenak saat mendengar perkataan Trenggi, jelas tidak menyangka Trenggi bisa begitu percaya padanya. Meskipun hubungannya dan Osman cukup baik, dia jarang berurusan dengan Trenggi sebelumnya.Namun, sekarang Trenggi malah langsung memberikan kesempatan besar ini pada Wira, sehingga dia benar-benar merasa sangat terharu. Meskipun lencana itu hanya bisa mengerahkan tiga ribu Pasukan Harimau, itu juga sudah ter
Tempat seperti Hutan Bambu Mayu memang sangat cocok untuk digunakan sebagai tempat penyergapan.Melihat tempat itu, Wira menganggukkan kepala dan berkata, "Kalau begitu, ini memang nggak bermasalah bagi kita. Tapi, aku penasaran, bagaimana kalau kita mengatur penyergapan di Hutan Bambu Mayu ini?"Mata Adjie langsung bersinar dan segera berkata, "Tuan, aku juga berpikir seperti itu. Kalau kita menyiapkan penyergapan di sini, pasukan musuh juga nggak akan bisa menemukan kita. Selama kita terus bertarung sambil melangkah mundur dan ditambah lagi adanya tali perangkap kuda, aku jamin mereka nggak akan selamat."Wira menganggukkan kepala. Jika memang seperti itu, rencana ini memang cukup baik. Namun, jika hanya sebatas itu saja, dia malah merasa ada sesuatu yang tidak beres. Setelah terdiam sejenak, dia sepertinya teringat sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Aku merasa sepertinya ada yang kurang. Rencana ini akan berhasil kalau pasukan musuh mengejar kita.""Bagaimana kalau mereka memutusk
Mendengar perkataan itu, Agha yang di samping pun tersenyum dan berkata, "Tuan, tali untuk perangkap kuda ini ada. Saat aku dan Latif pergi membujuk orang-orang itu, kami menemukan banyak tali perangkap kuda di kemah utama di sana. Cukup untuk kita gunakan."Ekspresi Wira langsung terlihat senang, lalu menatap ke arah Latif.Latif pun tersenyum, lalu maju dan berkata, "Benar. Kami memang menemukan banyak tali perangkap kuda di sana, jadi ini bukan masalah lagi. Aku akan pergi menyuruh mereka untuk memindahkannya ke sini sekarang juga."Setelah berhasil membujuk para prajurit di dalam kita untuk menyerah, Latif memeriksa dan menemukan jumlah mereka tidak sampai sepuluh ribu orang. Meskipun jumlahnya masih kalah dibandingkan dengan pasukan Trenggi, jumlah ini juga tidak termasuk sedikit. Oleh karena itu, dia berniat menyerahkan tanggung jawab ini pada Agha untuk menghindari kesalahpahaman.Namun, setelah mendengar pemikiran itu, Wira langsung menyerahkan wewenang untuk memimpin para praj
Saat memikirkan hal itu, Trenggi mengernyitkan alis dan berkata, "Kalau lawan kita hanya punya 100 ribu pasukan, kita bisa melawannya. Tapi, apa kita sudah tahu posisi mereka sekarang?"Melihat Trenggi yang menunjukkan sikap mendukung, Wira memberi hormat dan perlahan-lahan berkata, "Sebelum kalian datang, aku sudah memeriksa peta. Menurutku, saat ini mereka seharusnya berada di sekitar Pulau Hulu. Aku tentu saja memperkirakan ini berdasarkan rute perjalanan mereka yang lebih cepat."Mendengar penjelasan itu, Trenggi dan yang lainnya menganggukkan kepala.Beberapa saat kemudian, Trenggi tiba-tiba teringat dengan sesuatu dan perlahan-lahan berkata, "Kalau begitu, mereka pasti akan beristirahat di Pulau Hulu baru melanjutkan pencarian. Kalau kita mengirim beberapa pasukan kavaleri ke sana sekarang, kita harusnya bisa mengganggu dan mencegat perjalanan mereka, 'kan?"Ide dari Trenggi memang bagus, tetapi Wira langsung menolaknya. Bukan karena khawatir, tetapi pasukan utara ini sudah terbi