"Nggak usah lama-lama, malam ini saja," sahut Wira sambil tersenyum. Kemudian, dia mengambil cangkir teh sambil memandang ke kejauhan.Malam ini ditakdirkan untuk menjadi malam tanpa tidur.Di sisi lain, Leli mengendarai kudanya menuju ke kemah. Waktu adalah segalanya. Jika ingin Osman segera terlepas dari bahaya, dia harus menemukan seseorang yang bisa membantu mereka secepat mungkin.Dengan demikian, mereka baru bisa menyingkirkan Sucipto dan Izhar, juga meredakan kekacauan di Kerajaan Nuala.....Malam akhirnya tiba. Wira menuju ke gerbang istana. Karena dipaksa Thalia dan Agha, Wira akhirnya mengizinkan mereka ikut. Dia cukup terharu melihat kesetiaan mereka.Meskipun telah mengatur semuanya, hal-hal tak terduga mungkin tetap akan terjadi. Ketika saat itu tiba, mereka bertiga mungkin tidak akan bisa meninggalkan Kerajaan Nuala. Meskipun memahami semua ini, Thalia dan Agha tetap memilih untuk mengikuti Wira."Kalian sudah yakin?" tanya Wira saat mereka sudah dekat dengan istana."Se
"Jadi? Kamu kira kita ini maling? Aku akan membawa Osman keluar secara terang-terangan! Aku yakin mereka nggak berani macam-macam padaku," ujar Wira dengan penuh percaya diri.Thalia dan Agha bertatapan dengan heran. Mereka tidak bisa menebak isi pikiran Wira, tetapi hanya bisa mengikutinya.Segera, mereka sampai di depan gerbang istana. Pengawal yang berjaga sontak menjulurkan tombak untuk menghalangi jalan mereka. Salah satunya berkata dengan tidak sabar, "Istana bukan tempat umum. Pergi sana!""Kalian bawahan Sucipto?" Wira tidak peduli dengan sikap mereka, melainkan menyeringai.Ketika mendengar Wira menyebut nama Sucipto, sikap kedua pengawal itu berubah drastis. Mereka mengira Wira punya hubungan dengan Sucipto. Lagi pula, tidak ada yang berani menyebut nama Sucipto secara langsung."Tuan, siapa kamu? Apa hubunganmu dengan Jenderal Sucipto?" tanya salah satu pengawal.Wira menyahut dengan nada datar, "Kalau dia tahu aku datang, dia pasti langsung menyambutku. Kabari saja dia, bil
"Aku melepaskanmu sebelumnya karena statusmu. Rajaku baru naik takhta. Sebagai jenderal, aku tentu nggak ingin ada perang yang terjadi. Tapi, kamu terus ikut campur urusan negaraku. Apalagi urusan internal negaraku sudah beres, aku nggak mungkin terus menoleransimu.""Wira, hari ini kamu membuat perhitungan yang salah! Aku nggak akan melepaskanmu! Sekalipun orang-orangmu datang, kami akan menyambut dengan perang. Aku justru ingin lihat, bawahanmu lebih hebat atau pasukanku!"Sucipto melontarkan setiap patah kata dengan dingin. Tatapannya dipenuhi niat membunuh. Dia sudah lama menunggu hari ini. Sebelumnya dia mengutus Aris untuk menyerang Wira, tetapi hasilnya tidak sesuai dengan yang diinginkan. Sepertinya, dia harus turun tangan sendiri!"Sebelum kamu menyerangku, biar kutanya dulu, kamu yang mengutus Aris membunuhku?" tanya Wira."Benar! Memang aku yang mengutus Aris! Aku menyuruhnya membunuhmu!" sahut Sucipto dengan lantang.Saat berikutnya, Izhar menghampiri dan melambaikan tangan
"Jangan bicara omong kosong! Cepat turuti perintah suamiku! Suruh Pangeran Osman keluar dan temui kami! Kalau nggak, kami akan memberi sinyal lagi sebagai peringatan untuk kalian! Kami bisa membuat kota kalian hancur!""Bukan hanya kalian yang akan mati di sini, tapi istana kalian yang megah juga akan luluh lantak! Ini kehebatan dari mesiu!" seru Thalia dengan lantang.Wira sudah pernah memperlihatkan kehebatan Meriam Darmadi saat di medan tempur. Belum lagi senapan yang diciptakan Wira, semua orang tentu tahu betapa mengerikannya mesiu. Tidak mungkin ada yang berani mengusik Wira.Sekelompok prajurit itu pun berdiam di tempat masing-masing. Meskipun mereka pemberani dan setia, mereka punya keluarga yang harus dihidupi. Keluarga mereka bahkan tinggal di kota ini.Jika Wira tidak berbohong, itu artinya keluarga mereka akan terlibat jika mereka bertindak gegabah. Ketika saat itu tiba, mereka hanya akan menyesal.Ketika melihat para prajurit mulai goyah, Sucipto menggertakkan giginya dan
Di sebuah tempat di ibu kota, Biantara dan Leli tampak berdiri bersama sambil menatap ke arah istana.Tadi, mereka yang memicu ledakan setelah mendapat sinyal. Namun, ledakannya tidak terlalu kuat. Jika situasi tidak mendesak, Biantara tidak akan menyalakan semua bahan peledak supaya tidak ada korban.Di sisi lain, Wira sedang bertaruh. Jika keadaan benar-benar kritis, mereka baru akan meledakkan semuanya."Menurutmu, mereka akan melepaskan Pangeran Osman nggak?" tanya Leli yang merasa cemas. Sebenarnya Leli ingin mengikuti Wira, tetapi Wira menolak karena khawatir dia bertindak gegabah. Namun, dia harus menuruti Wira untuk sekarang agar tidak merusak rencana."Aku juga nggak bisa memastikan. Tapi, Sucipto dan Izhar nggak akan berani mengambil risiko. Meskipun mereka merasa Tuan Wira berbohong, para prajurit nggak akan berani macam-macam. Kita lihat saja nanti. Tuan Wira sudah pernah melewati situasi yang lebih parah dari ini," sahut Biantara.Biantara juga merasa gugup, tetapi tidak b
Kalaupun Sucipto berkesempatan mengambil alih posisi Baris, dia hanya akan dikritik oleh publik. Ini akan sangat merepotkan nantinya!"Wira, kamu cuma bilang mau bertemu Pangeran Osman. Sekarang kamu sudah melihatnya. Kenapa aku harus mengizinkanmu membawanya pergi? Pangeran Osman adalah Pangeran Kerajaan Nuala. Di masa sulit seperti ini, kami nggak akan membiarkanmu membawanya pergi sekalipun harus mati!" pekik Sucipto.Sucipto maju selangkah dan menyentuh pedang di pinggangnya. Jelas sekali, dia sudah siap untuk bertarung.Wira memang bisa memberi sinyal kepada bawahannya. Namun, Sucipto bisa membunuhnya sebelum dia sempat memberi sinyal apa pun. Kemudian, dia akan menyuruh prajurit menggeledah kota untuk menemukan kaki tangan Wira. Meskipun berisiko, ini adalah cara terbaik untuk sekarang."Sepertinya kamu memang nggak bakal kapok sebelum diberi pelajaran." Wira menggeleng sambil tersenyum sinis. Kemudian, dia mengeluarkan kembang api dan menggoyangkannya di depan Sucipto.Sucipto m
Semua orang sedang menunggu kesempatan untuk lolos. Wira menunggu Sucipto untuk mengalah, sedangkan Sucipto sedang berpikir apakah harus melepaskan Wira atau tidak."Sekarang kita sudah mengancam keselamatan Wira. Manusia bisa melakukan apa saja dalam situasi terdesak." Izhar menghampiri Sucipto, lalu berbisik, "Wira orang yang sangat terperinci. Kalau nggak ada keyakinan, dia nggak mungkin mengambil risiko sebesar ini.""Kita bisa tahu gimana karakter Wira dari perselisihannya dengan Kerajaan Beluana. Jenderal Bhurek dari Kerajaan Beluana saja takut padanya. Aku rasa sebaiknya kita mengalah. Anggap saja kita sedang membebaskan diri sendiri.""Kita punya kekuasaan militer. Seluruh Kerajaan Beluana ada di bawah kendali kita. Kesuksesan sudah di depan mata. Jangan sampai rencana kita rusak cuma karena Wira!" bujuk Izhar.Izhar juga orang yang berwaspada seperti Wira. Selain itu, Izhar tahu bahwa mereka masih punya banyak kesempatan selama masih hidup di dunia ini.Setelah dinasihati Izha
"Ternyata kamu juga manusia biasa ...," goda Agha sambil terkekeh-kekeh dan mengikuti Wira. Dengan demikian, semuanya bergegas menuju ke luar kota.Di sebuah kuil yang jaraknya 25 kilometer dari ibu kota Kerajaan Nuala, Wira dan lainnya berkumpul di sini. Begitu terbebas dari kepungan, Wira langsung menulis surat dan mengirimkannya dengan merpati kepada Biantara.Kini, Kerajaan Nuala menjadi tempat terlarang. Mereka harus segera meninggalkan tempat ini demi keselamatan masing-masing. Anggota jaringan mata-mata segera berpencar. Beberapa masih tinggal di ibu kota untuk mengawasi, sedangkan beberapa lagi bersembunyi di sekitar Wira dan lainnya untuk memantau.Kini, Wira dan lainnya tidak punya cara untuk mengancam Sucipto dan Izhar lagi. Apalagi, mereka membawa Osman. Kehadiran Osman sama saja dengan bom waktu. Jadi, mereka harus terus berwaspada untuk sementara waktu ini."Tuan, apa yang harus kita lakukan sekarang? Kembali ke Provinsi Lowala dulu atau melanjutkan perselisihan kita deng