Di sebuah tempat di ibu kota, Biantara dan Leli tampak berdiri bersama sambil menatap ke arah istana.Tadi, mereka yang memicu ledakan setelah mendapat sinyal. Namun, ledakannya tidak terlalu kuat. Jika situasi tidak mendesak, Biantara tidak akan menyalakan semua bahan peledak supaya tidak ada korban.Di sisi lain, Wira sedang bertaruh. Jika keadaan benar-benar kritis, mereka baru akan meledakkan semuanya."Menurutmu, mereka akan melepaskan Pangeran Osman nggak?" tanya Leli yang merasa cemas. Sebenarnya Leli ingin mengikuti Wira, tetapi Wira menolak karena khawatir dia bertindak gegabah. Namun, dia harus menuruti Wira untuk sekarang agar tidak merusak rencana."Aku juga nggak bisa memastikan. Tapi, Sucipto dan Izhar nggak akan berani mengambil risiko. Meskipun mereka merasa Tuan Wira berbohong, para prajurit nggak akan berani macam-macam. Kita lihat saja nanti. Tuan Wira sudah pernah melewati situasi yang lebih parah dari ini," sahut Biantara.Biantara juga merasa gugup, tetapi tidak b
Kalaupun Sucipto berkesempatan mengambil alih posisi Baris, dia hanya akan dikritik oleh publik. Ini akan sangat merepotkan nantinya!"Wira, kamu cuma bilang mau bertemu Pangeran Osman. Sekarang kamu sudah melihatnya. Kenapa aku harus mengizinkanmu membawanya pergi? Pangeran Osman adalah Pangeran Kerajaan Nuala. Di masa sulit seperti ini, kami nggak akan membiarkanmu membawanya pergi sekalipun harus mati!" pekik Sucipto.Sucipto maju selangkah dan menyentuh pedang di pinggangnya. Jelas sekali, dia sudah siap untuk bertarung.Wira memang bisa memberi sinyal kepada bawahannya. Namun, Sucipto bisa membunuhnya sebelum dia sempat memberi sinyal apa pun. Kemudian, dia akan menyuruh prajurit menggeledah kota untuk menemukan kaki tangan Wira. Meskipun berisiko, ini adalah cara terbaik untuk sekarang."Sepertinya kamu memang nggak bakal kapok sebelum diberi pelajaran." Wira menggeleng sambil tersenyum sinis. Kemudian, dia mengeluarkan kembang api dan menggoyangkannya di depan Sucipto.Sucipto m
Semua orang sedang menunggu kesempatan untuk lolos. Wira menunggu Sucipto untuk mengalah, sedangkan Sucipto sedang berpikir apakah harus melepaskan Wira atau tidak."Sekarang kita sudah mengancam keselamatan Wira. Manusia bisa melakukan apa saja dalam situasi terdesak." Izhar menghampiri Sucipto, lalu berbisik, "Wira orang yang sangat terperinci. Kalau nggak ada keyakinan, dia nggak mungkin mengambil risiko sebesar ini.""Kita bisa tahu gimana karakter Wira dari perselisihannya dengan Kerajaan Beluana. Jenderal Bhurek dari Kerajaan Beluana saja takut padanya. Aku rasa sebaiknya kita mengalah. Anggap saja kita sedang membebaskan diri sendiri.""Kita punya kekuasaan militer. Seluruh Kerajaan Beluana ada di bawah kendali kita. Kesuksesan sudah di depan mata. Jangan sampai rencana kita rusak cuma karena Wira!" bujuk Izhar.Izhar juga orang yang berwaspada seperti Wira. Selain itu, Izhar tahu bahwa mereka masih punya banyak kesempatan selama masih hidup di dunia ini.Setelah dinasihati Izha
"Ternyata kamu juga manusia biasa ...," goda Agha sambil terkekeh-kekeh dan mengikuti Wira. Dengan demikian, semuanya bergegas menuju ke luar kota.Di sebuah kuil yang jaraknya 25 kilometer dari ibu kota Kerajaan Nuala, Wira dan lainnya berkumpul di sini. Begitu terbebas dari kepungan, Wira langsung menulis surat dan mengirimkannya dengan merpati kepada Biantara.Kini, Kerajaan Nuala menjadi tempat terlarang. Mereka harus segera meninggalkan tempat ini demi keselamatan masing-masing. Anggota jaringan mata-mata segera berpencar. Beberapa masih tinggal di ibu kota untuk mengawasi, sedangkan beberapa lagi bersembunyi di sekitar Wira dan lainnya untuk memantau.Kini, Wira dan lainnya tidak punya cara untuk mengancam Sucipto dan Izhar lagi. Apalagi, mereka membawa Osman. Kehadiran Osman sama saja dengan bom waktu. Jadi, mereka harus terus berwaspada untuk sementara waktu ini."Tuan, apa yang harus kita lakukan sekarang? Kembali ke Provinsi Lowala dulu atau melanjutkan perselisihan kita deng
Biantara, Thalia, dan Agha terlihat biasa-biasa saja saat mendengar ucapan Osman. Mereka bisa berada di sini karena Wira. Mereka tidak peduli dengan balasan apa pun.Wira bangkit dengan perlahan, lalu memapah Osman dan berkata dengan tersenyum, "Tenang saja. Aku nggak mungkin berhenti di tengah jalan kalau sudah berjanji akan membantumu. Aku nggak mungkin membiarkan Kerajaan Nuala jatuh di tangan penjahat.""Menurutku, nggak ada yang perlu dikhawatirkan untuk sekarang. Tapi, kamu harus mempertimbangkan ulang semua ini karena situasimu makin berbahaya."Osman mengernyit sambil menatap Wira dengan bingung. Dia tidak memahami maksud perkataan Wira."Sebelumnya kamu memang dikurung di istana, tapi mereka nggak mungkin berani membunuhmu. Kalau kamu mati di istana, mereka pasti akan dihujat habis-habisan. Tapi, sekarang kamu sudah bersama kami. Mereka pasti akan mencari kesempatan untuk membunuhmu.""Begitu kamu mati, mereka akan memfitnah kami. Dengan begitu, mereka bukan hanya berhasil men
"Kita harus gimana sekarang?" tanya Osman yang merasa panik."Kamu nggak perlu cemas. Gimana Nusa bisa keluar dari istana sebelumnya?" tanya Wira balik.Osman tidak berani menyembunyikan apa pun sehingga menceritakan segalanya."Ternyata begitu. Aku akan menghubungi orang Penginapan Giri. Setelah Nusa datang, mereka akan mengantarnya ke luar kota untuk menjamin keselamatannya," ucap Wira. Kemudian, dia berpesan kepada Biantara.Penginapan Giri adalah kubu terakhir mereka di ibu kota yang bertugas untuk mengumpulkan informasi. Semuanya bisa dipercaya sehingga Wira tidak perlu merahasiakan apa pun dari mereka."Oke." Biantara mengiakan, lalu pergi."Terima kasih, Tuan Wira. Aku akan membalas kebaikan Nusa di kemudian hari. Aku juga nggak akan melupakan jasa kalian semua." Osman mengucapkan terima kasih lagi.Wira melambaikan tangannya, lalu berkata sambil tersenyum, "Sudahlah, nggak perlu sesungkan itu kepadaku. Sekarang kita akan pergi menemui Jenderal Trenggi. Kesetiaannya patut dipuji
"Tuan! Bukan aku orangnya! Pasti ada kesalahpahaman di sini! Tolong diselidiki lagi!" Nusa tahu bahwa dirinya akan mati jika mengaku. Jadi, sebaiknya dia mengulur waktu dan menunggu Osman menolongnya.Nusa berjasa untuk Osman. Sekarang Osman telah pergi bersama Wira, jadi Nusa menaruh harapan padanya. Sebelum diselamatkan, dia harus mengelak sebisa mungkin!Sucipto terkekeh-kekeh. Dia mengambil cambuk dari salah seorang pengawal, lalu mencambuk Nusa dengan sekuat tenaga.Dalam sekejap, Nusa berteriak kesakitan. Meskipun demikian, orang-orang yang melihat hanya tersenyum dingin tanpa merasa iba sedikit pun. Berani sekali bocah ini menantang Sucipto! Memang pantas diberi pelajaran!"Tuan! Aku bukan siapa-siapa. Meskipun kamu membunuhku, masalah itu tetap nggak ada kaitannya denganku. Kalau kamu yakin aku terlibat, bunuh saja aku," ucap Nusa.Nusa bisa merasakan tubuhnya sudah tidak tahan lagi sehingga memilih untuk mati. Dengan begitu, dia bisa terbebas dari segala penderitaan."Hehe." S
Wira terdiam untuk sesaat. Dia sudah menganggap semua bawahannya sebagai saudara sendiri. Sayangnya, anggota jaringan mata-mata itu malah .... Mereka tewas karena dirinya."Semua ini salahku. Aku nggak nyangka Nusa akan mengkhianatiku." Osman maju dan menampar diri sendiri 2 kali. Menurutnya, kesalahan ini terletak pada Nusa."Ini bukan salah Nusa. Aku sudah menyelidikinya. Dia ditangkap dan seharusnya disiksa. Makanya, dia membocorkan tentang Penginapan Giri," jelas Biantara.Osman segera tersadar kembali. Apabila Nusa ingin mengkhianatinya, mana mungkin membantunya mengirim surat? Dia tidak seharusnya berbicara seperti itu tadi."Aku nggak seharusnya menyalahkan Nusa. Tapi, aku sudah melibatkannya dalam masalah ini. Kalau nggak, dia nggak mungkin disiksa mereka. Aku rasa dia sudah mati sekarang." Osman mengembuskan napas panjang.Osman merasa semua masalah ini terjadi karena dirinya. Bawahan Wira diserang, sedangkan Nusa mati. Semua ini berkaitan erat dengan dirinya. Jika tidak terja