Setelah menyusun dengan begitu terperinci, ternyata masih terjadi hal di luar dugaan mereka.Izhar memicingkan matanya. Seperti yang diduga Wira, dekret sudah ditulis oleh Jihan. Osman barulah pewaris takhta. Alasan Izhar dan Sucipto menyusun semua ini yaitu agar para menteri tidak melihat dekret tersebut.Dengan demikian, Baris baru bisa mewarisi takhta. Sayangnya, rencana mereka gagal. Untungnya, situasi berada di dalam kendali mereka. Sekalipun Wira memiliki kemampuan luar biasa, dia mungkin tidak sanggup mengungkapkan kebenarannya."Pengawal! Segera tangkap para pemberontak ini!" perintah Sucipto. Saat berikutnya, para pengawal menyerbu untuk mengepung Wira dan lainnya."Buka mata kalian lebar-lebar! Aku Osman, Pangeran Besar! Kalian berani mendengar perintah Sucipto dan melawanku?" bentak Osman.Para pengawal bertatapan. Meskipun merasa ragu, tidak ada satu pun yang mundur. Bagaimanapun, token militer ada di tangan Sucipto! Sucipto memegang kuasa untuk memobilisasi pasukan Kerajaa
Detik berikutnya, Osman menerjang ke depan. Jelas, dia ingin merebut dekret itu dari tangan Sucipto! Asalkan isi dekret itu diumumkan, kebenaran akan langsung terungkap!"Pangeran! Jangan mendesakku!" tegur Sucipto. Osman hanya seorang cendekiawan yang tidak pernah terjun ke medan perang. Mana mungkin orang sepertinya sanggup melawan Sucipto?Sucipto langsung menyimpan dekret itu, lalu mundur untuk menjaga jarak dengan Osman. Para pengawal yang berdiri di sebelah segera maju untuk mengepung Osman. Jelas, mereka tidak lagi menghormati Osman."Makin menarik saja," gumam Wira yang berdiri di belakang Osman sambil menyipitkan mata. Wira sudah bertemu banyak pengkhianat, tetapi tidak pernah ada yang seangkuh Sucipto sampai berani menyatakan perang dengan seorang pangeran, bahkan melakukannya di depan aula berkabung Ratu."Ibuku begitu menghormatimu, tapi kamu malah melakukan pengkhianatan seperti ini. Kamu telah mengecewakan ibuku!" bentak Osman yang murka hingga hampir memuntahkan darah. D
"Apa yang kamu lakukan?" Wira segera meraih pergelangan tangan Leli saat melihatnya hendak maju."Kamu boleh nggak peduli, tapi aku nggak akan membiarkan Pangeran Osman dikurung begitu saja. Meskipun harus mati hari ini, aku tetap akan melindunginya dan menyingkirkan para pengkhianat!" sahut Leli.Wira menegur, "Kamu rasa tindakanmu ini sudah cukup untuk menunjukkan kesetiaanmu? Gunakan otakmu dengan baik. Kamu nggak bisa menilai situasi? Izhar dan Sucipto bukan cuma ingin Baris menjadi boneka mereka, tapi juga sudah menghasut orang-orang.""Kita nggak bisa apa-apa untuk sekarang. Kita harus memikirkan strategi baru untuk menjamin keselamatan Osman. Kalau bertindak gegabah, kamu cuma akan mati sia-sia. Osman akan mengerti setelah bebas nanti."Setelah dibujuk oleh Wira, Leli baru menahan diri untuk tidak bertindak gegabah. Meskipun begitu, dia tetap menatap Sucipto dengan penuh kebencian."Ehem, ehem." Wira berdeham untuk menarik perhatian Sucipto dan Izhar. "Karena masalah sudah seles
"Kalau begitu, jangan salahkan kami bertindak lancang," sahut Sucipto setelah terkekeh-kekeh. Kemudian, dia melambaikan tangan kepada prajurit di belakang dan memerintahkan, "Tangkap Leli, tapi jangan sampai melukai Tuan Wira dan teman-temannya."Terdengar sangat baik hati! Namun, Wira menggenggam tangan Leli dengan erat. Jelas, dia tidak berniat menyerahkan Leli kepada mereka!Leli berada di pihak Osman, apalagi menemani Osman menerobos masuk ke istana. Dia jelas sudah melampaui batas toleransi Izhar dan Sucipto. Apabila meninggalkannya di istana, itu artinya Wira membiarkannya mati.Izhar dan Sucipto memang tidak berani melukai Osman, tetapi mereka bisa membunuh Leli. Orang-orang memang mengetahui niat jahat mereka, tetapi mereka hanya butuh alasan untuk mengakhiri hidup Leli.Wira tentu tidak akan membiarkan hal ini terjadi. Ketika sekelompok prajurit itu hendak beraksi, kembang api tiba-tiba mekar di langit. Perubahan mendadak ini membuat semua orang termangu. Sucipto memicingkan m
Setelah bertatapan, semuanya mengacungkan jempol kepada Wira. Saat ini, Thalia akhirnya mengerti mengapa ada begitu banyak wanita yang menemani di sisi Wira. Pria ini benar-benar memberi rasa aman kepada mereka."Kenapa kamu nggak membawa Pangeran Osman pergi juga?" tanya Leli.Wira melambaikan tangan dan menyahut, "Aku tentu ingin membawanya, tapi kamu juga melihat semenakutkan apa ambisi Izhar dan Sucipto tadi.""Kamp tempat menaruh pangan tentu penting bagi mereka. Tapi kalau dibandingkan, Osman tentu lebih penting bagi mereka. Asalkan mengendalikan Osman, mereka baru bisa bertindak semena-mena.""Kalau Osman bebas, meskipun mereka menguasai dunia dengan menjadikan Baris boneka, Osman bisa mengumpulkan kekuatan untuk menjatuhkan mereka nantinya. Mereka bukan orang bodoh, mana mungkin nggak paham soal ini?""Sebelum fondasi mereka kokoh, mereka nggak akan menyentuh Osman. Tenang saja. Tapi kalau aku membawa Osman pergi, itu berarti aku mencelakainya," jelas Wira.Leli akhirnya menger
Setelah membuat pengaturan, mereka pun berpencar. Ada yang mengikuti Wira ke utara dan ada yang menuju ke kota.Baris baru naik takhta. Izhar dan Sucipto pasti akan mengambil alih urusan pemerintahan sehingga penjagaan akan menjadi makin ketat.Jika itu orang lain yang mengumpulkan informasi di ibu kota, Wira tentu akan merasa sangat cemas. Namun, dia bisa merasa tenang karena orang yang diutus adalah Biantara. Biantara tidak akan mengecewakannya ataupun membuat kesalahan."Kamu mau ikut kami ke suku atau menjaga Biantara? Kamu pilih sendiri," ujar Wira sambil menatap Leli.Leli adalah orang kepercayaan Osman. Sejak Jihan sakit parah, dia yang terus menemani Osman. Sekarang adalah masa kritis, apalagi Osman dikurung. Wira tidak ingin memaksa Leli melakukan apa pun, jadi membiarkannya membuat keputusan."Nggak ada gunanya aku ke kota." Leli menghela napas, lalu melirik ke arah Biantara pergi sambil meneruskan, "Izhar dan Sucipto tahu kamu punya jaringan mata-mata, juga tahu Biantara ada
"Memangnya kamu mau mengurung Wira di sini? Kalau membunuhnya, apa bawahannya bakal melepaskan kita begitu saja? Apalagi rakyat sangat menyukai Wira. Kalau terjadi sesuatu padanya di Kerajaan Nuala, mungkin ajal akan segera menjemput kita," sahut Izhar.Izhar tahu betul bahwa rakyat mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu negara. Kalau sampai rakyat murka, situasi akan berubah drastis."Tapi, Wira membawa Leli pergi. Wanita itu sangat berbahaya," keluh Sucipto yang menghela napas panjang.Izhar menyipitkan mata sambil membalas dengan dingin, "Bukan masalah besar. Kita memang nggak punya cara untuk melawan Wira di ibu kota karena harus memikirkan pendapat rakyat.""Tapi, sekarang Wira sudah pergi, bahkan menuju ke utara. Kamu juga tahu kalau orang-orang di sana sangat kasar. Kalau Wira mati di tengah jalan, bukan salah kita, 'kan?"Seketika, Sucipto memahami maksud Izhar. Dia mengacungkan jempol kepada Izhar, lalu berucap, "Ternyata licik memang sangat berguna. Cendekiawan seper
"Aku tentu tahu kita terus berputar di tempat yang sama. Kalau nggak, gimana caranya membuat orang-orang di belakang kebingungan?" sahut Wira yang tiba-tiba melirik ke arah belakang, seperti memeriksa sesuatu.Begitu mendengarnya, orang-orang segera mengelilingi Wira. Agha sontak berdiri dan memandang sekeliling dengan waspada. Wira sudah bertahun-tahun terjun di medan perang sehingga memiliki penilaian yang tajam."Kak, hutan gelap sekali. Kalaupun ada yang sembunyi, kita akan sulit untuk menemukannya, 'kan? Kamu yakin ada yang mengikuti kita?" tanya Agha sambil mengejapkan mata.Wira tidak menanggapi ucapannya, melainkan bertanya, "Kita seharusnya sudah tiba di pedalaman hutan, 'kan? Aku rasa kalian sudah boleh menyerang kami. Kalau kami meninggalkan hutan ini, kalian yang akan kehilangan kesempatan lho."Wira meletakkan kedua tangannya di belakang punggung, membuatnya terlihat sangat berwibawa. Begitu ucapan ini dilontarkan, terdengar suara gemeresik dari semak-semak. Kemudian, satu