Melihat Dian yang tidak menolak untuk makan, Meri berkata dengan gembira, “Kakak Ipar, aku sangat menyukaimu! Kamu bisa membedakan mana yang baik dan nggak. Biasanya, para wanita yang ditangkap kemari selalu lebih memilih untuk mati.”Dian tersenyum sambil mengangguk, lalu lanjut makan. Meskipun mati kelaparan, para bandit ini juga tidak akan melepaskannya. Lebih baik dia tetap menjaga kesehatannya agar tetap memiliki tenaga untuk kabur ketika kesempatannya tiba.Tiba-tiba, terdengar suara orang panik dari luar kamar, “Ketua Merika, gawat! Ketua Latatu dan 45 anggota kita sudah tewas!”Ekspresi Meri langsung menjadi serius. Dia mengambil pedangnya dan bertanya, “Siapa yang begitu berani membunuh orang di wilayah kekuasaan kita?”Bandit di luar menjawab, “Nggak tahu. Berita yang dilaporkan dari siulan sangat sederhana. Aku hanya tahu mereka bersenjatakan pedang, perisai, dan panah. Mereka berhasil membunuh anggota kita dengan sangat mudah!”“Siapkan perisai dan busur panjang, lalu perin
Jamal pun berkata dengan panik, “Ketua Merika, Tuan Wira bukanlah orang biasa. Kalau dia memilih untuk tinggal, dia pasti punya cara untuk menghadapi kita. Sebaiknya kita jangan bertarung melawannya dan biarkan saja mereka pergi daripada membahayakan diri sendiri!”“Ketua Jamal, apa kamu takut? Kenapa kamu berkata seperti itu?” Meri berkata dengan penuh peremehan, “Aku punya 300 bawahan, 100 pemanah, dan 200 ahli. Di antaranya, ada 50 orang yang mengenakan baju zirah. Menghabisi mereka bukanlah hal yang sulit! Buat apa aku takut?”“Ketua Merika, kamu belum pernah berhadapan dengan Tuan Wira, makanya nggak tahu seberapa hati-hatinya dia.” Jamal menasihati, “Saat dia mengajakku bertemu sendirian, aku sudah tahu dia menyiapkan jebakan. Tapi, aku nggak nyangka dia menyembunyikan sekelompok pemanah di selokan, seorang ahli yang punya senjata tersembunyi di tumpukan jerami, seorang ahli bela diri di atas pohon, dan bahkan ahli pedang di bawah tanah.”Meri mendengus, “Pelajar itu benar-benar
Wira berteriak, “Bersiap!”Tujuan Wira berkata seperti itu memang untuk membuat Merika marah. Alhasil, Merika benar-benar murka, lalu meninggalkan pasukan besarnya dan menyerang ke arah mereka sendirian.Para pemuda dari kelompok Wira langsung bersemangat. Mereka tidak mengira rencana Wira akan berhasil dengan begitu mudah.Sejujurnya, tidak akan ada wanita yang tidak sakit hati setelah mendengar ucapan Wira tadi. Apalagi bagi seorang wanita secantik Meri, tidak diinginkan sebagai istri kedua benar-benar merupakan penghinaan yang sangat besar.Para bandit langsung tercengang, tetapi mereka tidak berani menghalangi Meri karena mengetahui sifatnya.Bruk! Tiba-tiba, Jamal menerjang ke arah Meri dan menariknya turun dari kuda.Meri terjatuh dari kuda, lalu menebaskan pedangnya dan berteriak, “Jamal, beraninya kamu menghalangiku! Apa kamu sudah bosan hidup!”Jamal berguling di lantai untuk menghindari tebasan itu dan berteriak, “Ketua Merika, jangan bertindak gegabah! Apa kamu sudah lupa ap
Dua ratus bandit yang memiliki perisai kayu menyerbu ke arah tembok batu di bawah pimpinan Meri.Ekspresi Wira dan yang lainnya langsung berubah drastis. Dengan situasi seperti ini, busur silang yang mereka miliki juga tidak akan begitu berguna.Namun, tepat pada saat ini, Jamal tiba-tiba berteriak, “Ketua Merika, kawan-kawan sekalian, jangan menyerang terlalu cepat! Perhatikan langkah kalian. Waktu Kak Heru menyerang Dusun Darmadi, dia terjebak oleh jebakan kuda dan perangkap hewan. Kalian harus lebih hati-hati! Dia pasti sudah menaruh perangkap!”Meri yang berlari di paling depan tiba-tiba berhenti, lalu bergerak dengan hati-hati sambil mengamati permukaan lantai. Bandit lainnya juga meniru tindakan Meri karena takut terjebak dalam perangkap pelajar licik.Wira merasa sangat kesal, tetapi juga lucu. Dalam waktu satu jam, mereka harus menyusun tembok batu dan memindahkan mayat. Mana mungkin mereka memiliki waktu untuk membuat jebakan kuda atau menaruh perangkap hewan? Lagi pula, merek
“Bandit-bandit sekalian, ingatlah namaku. Aku adalah Zabran Darmadi! Kalian akan segera mati di tanganku!” seru Doddy. Dia bergerak dengan gesit dan luwes. Tidak peduli siapa pun yang diserangnya, tidak ada satu pun yang bisa melawan dan langsung gugur. Ada juga pedang yang menebas tubuhnya, tetapi serangan itu tidak bisa menembus baju zirah hitam yang dikenakannya.Hanya dalam sekejap, hampir 30 bandit sudah mati di tangannya. Bandit-bandit di sekitar langsung ketakutan dan mau tak mau berjalan mundur untuk menghindar.“Ketua keempat, ketua kelima, ketua keenam, ketua kedelapan, ketua kesepuluh, ayo serang!” Saat melihat para bandit tidak mampu melawan Doddy, Meri memungut sebilah pedang, lalu menyerang Doddy lagi tanpa rasa takut.Melihat situasi ini, kelima ketua lainnya juga buru-buru maju. Enam ahli bela diri bergabung untuk menyerang Doddy dan membuat Doddy kewalahan. Dia pun mulai terdesak mundur. Namun, Doddy sama sekali tidak menyerah. Dia mematahkan pedang Meri lagi dan seran
Sebuah kekuatan yang besar menembus keluar dari bawah kaki Meri hingga membuatnya jatuh ke lantai. Kemudian, sebuah sosok yang mengenakan baju zirah hitam menodongkan Pedang Treksha ke lehernya dan berkata, “Jangan bergerak!” Meri pun mematung di tempat. Kemudian, dia melirik ke lantai dan menggertakkan giginya dengan kesal. Di lantai, ada sebuah papan dan lubang yang besar. Ternyata orang ini dari tadi bersembunyi di dalam lubang.‘Bajingan bernama Wira itu benar-benar sangat licik! Bisa-bisanya dia menyembunyikan seseorang di dalam lubang ini. Memangnya dia bisa menebak aku pasti akan berdiri di sini?’ pikir Meri.Semua bandit langsung berhenti menyerang dan merasa serbasalah. Meri adalah adik kandung Molika. Jika terjadi sesuatu pada Meri akibat tindakan mereka, Molika pasti akan menghabisi orang itu. Semua orang tahu bahwa Molika sangat menyayangi dan melindungi adiknya ini.Kelompok Wira pun mengembuskan napas lega. Para pemuda itu menatap Wira dengan penuh kekaguman. Saat membua
Seluruh lokasi hening sejenak. Setelah itu, kelima ketua berdiskusi sebentar dan memilih seseorang untuk bernegosiasi.Seorang pria paruh baya berjenggot berkata, “Wira, lepaskan Ketua Merika. Kami akan membiarkanmu melewati Yispohan dan berjanji nggak akan mempersulitmu lagi kelak!”Pria ini adalah Suliman, ketua keempat dari Yispohan. Dia bertanggung jawab atas keuangan Yispohan dan merupakan tokoh yang memiliki otoritas tertinggi setelah tiga ketua utama.Wira mendengus, “Memangnya kata-kata kalian bisa dipercaya?”Suliman menjawab dengan marah, “Kalian boleh bertanya ke sekitar. Siapa yang nggak pernah dengar tentang reputasi Yispohan? Kami selalu memenuhi janji kami. Contohnya, kami akan membiarkan orang melewati tempat ini asalkan orangnya membayar tarif jalan. Kami nggak pernah ingkar janji!”Wira mencibir, “Buktinya, hari ini kalian menahanku.”Suliman menjawab dengan terbata-bata, “I ... itu karena kamu sudah mencelakai Kak Kadir, sedangkan Ketua Molika bersahabat dengannya!”
“Beraninya kamu merampok kami! Sialan! Bernyali sekali kamu! Hanya orang biasa saja berani merampok bandit! Kita nggak boleh memberikannya sepeser uang pun! Kalau hal ini tersebar, bagaimana dengan reputasi Yispohan?”Para bandit sudah marah. Setelah merampok orang selama bertahun-tahun, ini adalah pertama kalinya mereka dirampok oleh orang biasa yang hendak melewati jalan.‘Sudah bagus kalian dibiarkan pergi! Tapi, kalian malah berani merampok kami! Apa-apaan ini!’ pikir para bandit.“Tutup mulut kalian!” Setelah para bandit diam, Suliman berkata, “Lepaskanlah Ketua Merika! Kami akan mengeluarkan 1.000 batang uang ....”Wira mencibir, “Memangnya nilai ketua kedua Yispohan hanya bernilai 1.000 batang uang emas?”“Aku ... kamu ... si ....” Suliman sangat ingin memaki orang. Dia awalnya bermaksud untuk mengatakan uang perak, tetapi pelajar licik ini malah mengartikannya sebagai uang emas. Namun, dia juga tidak berani langsung membantah. Jika dia mengatakan Merika tidak bernilai, dengan t
Nayara memang sudah bersekongkol dengan Senia dan saat itu orang yang bertugas untuk menemuinya adalah Doly, sehingga dia mungkin melupakan wajah Doly.Namun, sekarang Senia sudah meninggalkan Provinsi Yonggu dan berselisih dengan Wira. Wira bahkan sudah bersiap mengejar dan membunuh Senia. Nayara berpikir jika Doly berada di pihak yang sama dengan Senia, Doly pasti sudah pergi juga dan saat ini tidak akan muncul di kamarnya.Doly tidak menghiraukan perkataan Nayara, hanya menatap Nayara dengan dingin. Bahkan dia sendiri pun merasa jijik dengan orang licik seperti Nayara. Setidaknya, dia tidak akan pernah mengkhianati tuannya, apalagi melakukan perbuatan keji seperti ini.Nayara jelas tahu orang di depannya adalah musuh bebuyutannya. Namun, demi keuntungannya sendiri, dia tetap tega bekerja sama dengan pihak musuh. Doly bertanya-tanya mengapa ada orang yang sekeji ini di dunia. Orang seperti ini pantas dibunuh oleh siapa pun.Wira kembali menatap Nayara dan berkata dengan tenang, "Seka
"Kalau aku nggak percaya perkataan mereka, jadi aku harus percaya perkataan siapa?" kata Wira sambil tersenyum dingin.Nayara segera berkata, "Tuan Wira tentu saja harus percaya perkataanku. Aku sudah berada di pihakmu dan bahkan menceritakan segala sesuatu tentang Desa Damaro padamu, ini sudah cukup untuk membuktikan kesetiaanku.""Aku tahu, pasti ada orang yang iri melihatku makin dekat dengan Tuan Wira belakangan ini. Hubungan kita juga makin baik, jadi ada orang yang cemburu dan membisikkan hal-hal yang nggak benar agar Tuan Wira salah paham padaku."Wira menggelengkan kepala sambil tersenyum dingin merasa Nayara ini benar-benar tidak tahu diri. Dia sudah berdiri di hadapan Nayara karena ingin memberinya satu kesempatan untuk mengakui semuanya dengan patuh. Namun, sampai sekarang pun Nayara masih mencari berbagai alasan untuk membela diri, dia benar-benar merasa kecewa.Dia berdiri dan berjalan ke belakang Nayara, lalu menekan pundak Nayara dan berkata, "Kalau aku nggak punya bukti
Nayara berkata sambil menggertakkan giginya, "Dia tentu saja musuh bebuyutanku. Aku nggak akan melupakan apa yang terjadi di Desa Damaro, bahkan sampai sekarang pun aku masih sering bermimpi tentang pemandangan semuanya mati dengan mengerikan di depanku. Semua ini adalah ulah Senia. Aku tentu saja nggak akan pernah berhubungan apa pun dengannya.""Kalau benar-benar ada, itu pun hanya hubungan hidup atau mati. Entah dia yang membunuhku atau aku yang membunuhnya. Kalau bukan karena dendamku pada Senia, aku mana mungkin tega menyerang Dahlan."Nayara berbicara dengan penuh amarah dan tatapan yang penuh dengan niat membunuh, bahkan matanya pun sudah memerah. Ini cukup untuk menunjukkan betapa besar amarah yang tersimpan di hatinya.Namun, Wira tidak menghiraukan perkataan Nayara, melainkan mendengus dan berkata sambil bertepuk tangan, "Aku mengakui aktingmu benar-benar hebat, bahkan aku pun sudah tertipu. Mungkin karena aku percaya dengan apa yang terjadi di Desa Damaro dan juga padamu.""
Wira baru teringat kembali dia sudah melupakan orang yang begitu penting. Berkat peringatan dari Doly, dia sudah mengetahui Nayara bukan orang yang sejalan dengannya dan sudah berpihak pada Senia. Nayara bisa mendekatinya karena ingin menjadi mata-mata di sisinya, sehingga bisa membocorkan informasi mereka pada Senia dan sekaligus menyesatkan dirinya.Mengingat semua perbuatan Nayara, Wira benar-benar marah. Nayara berasal dari Desa Damaro, tetapi dia tega melihat para penduduk desa mati secara tragis hanya demi kepentingan pribadinya dan bahkan berpihak pada musuhnya. Syarat apa yang sebenarnya sudah ditawarkan Senia sampai membuatnya begitu setia dengan Senia? Dia bahkan sampai mengabaikan hubungan kekeluargaan.Dalam sekejap, Wira sudah sampai di depan kamar Nayara dan mendengar suara teriakan dari dalam."Cepat lepaskan aku. Aku ingin bertemu dengan Tuan Wira. Aku adalah tamu kehormatan Tuan Wira. Saat Tuan Wira datang ke Desa Damaro, aku yang mengenalkannya. Aku bahkan rela mengor
Doly segera bertanya dengan nada penasaran, "Apa kamu membiarkan mereka pergi karena masih mengenang masa lalu?"Bagi Doly, Senia seperti bom waktu yang bisa meledak kapan saja. Terlebih lagi, dia dikelilingi oleh orang seperti Panji yang licik dan berbahaya.Mereka berdua layaknya dua serigala yang saling mendukung untuk menebar kekacauan. Jika kali ini mereka gagal dibunuh dan dibiarkan lolos begitu saja, masalah di masa depan akan makin sulit untuk diatasi. Pada saat itu, dunia mungkin akan jatuh ke dalam kehancuran besar.Meskipun ada hubungan masa lalu yang harus dipertimbangkan, Doly tetap berharap bahwa Wira bisa membunuh Senia. Dengan begitu, masalah ini bisa diselesaikan untuk selamanya. Semua ini demi rakyat jelata yang tak berdosa.Meskipun kedua belah pihak berada di kubu yang berbeda dan bahkan bukan dari bangsa yang sama, peperangan yang terus-menerus sudah membawa banyak penderitaan. Mana mungkin mereka bisa terus merenggut lebih banyak nyawa lagi?Wira bertanya, "Kamu p
Setelah kembali ke kediaman jenderal, Danu dan Agha segera masuk ke kamar mereka masing-masing untuk beristirahat.Berbeda dengan mereka berdua, Wira terlihat jauh lebih santai. Meski semalam dia juga ikut dalam perjalanan yang melelahkan, Wira tidak benar-benar bertarung melawan musuh.Sementara itu, Danu dan Agha harus terus bertarung melawan makhluk-makhluk beracun sehingga tenaga mereka terkuras habis. Wira memahami betul kelelahan yang mereka rasakan.Setelah akhirnya bisa pulang, Wira hanya bisa membiarkan keduanya beristirahat dengan tenang. Bagaimanapun juga, mereka adalah saudara yang sangat dia percayai.Berhubung Wira sendiri tidak terlalu lelah dan tidak merasa mengantuk, dia langsung menuju ke kamar Doly.Doly adalah orang yang berbakat. Setelah dia sepenuhnya berpihak kepada Wira, tentu Wira merasa perlu menjenguknya untuk melihat kondisi lukanya.Ketika Wira memasuki kamar, dia melihat Doly sedang berjalan mondar-mandir dengan ekspresi penuh pikiran. Menyadari Wira telah
Bagi mereka, semua itu seperti mimpi buruk yang tidak akan terlupakan.Wira berucap, "Semua, tolong bangkit dulu. Kalian terus berlutut di depanku, bahkan ada yang usianya lebih tua dariku. Ini sama saja dengan memperpendek umurku. Sejujurnya, sejak dulu aku selalu menentang kebiasaan berlutut seperti ini. Sebenarnya kebiasaan ini bisa diubah.""Saat bertemu, cukup berjabat tangan saja. Nggak perlu sampai berlutut segala, 'kan? Kita semua sama, sama-sama punya satu kepala di atas satu pundak. Nggak ada yang punya kepala dan lengan berlebih. Jadi, nggak ada perbedaan besar di antara kita," tambah Wira."Kalau kita terus membagi manusia ke dalam kelas-kelas yang berbeda, bukannya itu sangat nggak adil bagi banyak orang? Apalagi di kampung halamanku, kebiasaan berlutut ini dipercaya bisa memperpendek umur!" jelas Wira.Mendengar ucapan Wira, barulah semua orang mulai bangkit. Banyak dari mereka sempat berpikir bahwa setelah kekuasaan Wira makin besar, dia pasti bukan lagi Wira yang dulu.
Kalau tidak di masa depan saat mereka perlu memimpin pasukan untuk berperang, dari mana lagi uang untuk membiayai perang akan didapatkan?Mereka semua sebenarnya hanya memikirkan Wira. Akibat alasan itu, mereka memang terkesan dingin dan tanpa perasaan. Namun pada akhirnya, bukankah semua itu dilakukan demi kepentingan wilayah dua provinsi ini?Wira memberi tahu, "Semuanya, tolong segera bangkit. Soal 5 miliar gabak ini, kalian seharusnya berterima kasih pada Ibu Suri Kerajaan Agrel. Kalau bukan karena mereka, mana mungkin kami bisa mendapatkan perak sebanyak itu?""Tanpa itu, tentu saja kami nggak bisa membangun kembali rumah-rumah kalian," ucap Wira dengan tenang. Apa yang dia katakan memang benar adanya. Sebenarnya dia juga sempat dilema, apakah harus menggunakan uang dari kas negara atau tidak?Jika uang itu benar-benar digunakan, kekhawatiran Danu dan yang lainnya bisa menjadi kenyataan. Dalam skenario seperti itu, jika terjadi kekacauan di seluruh negeri, rakyat tidak hanya akan
Orang-orang itu memang tidak membawa senjata apa pun di tangan mereka. Bahkan, ada beberapa wanita yang membawa anak-anak. Tangan mereka juga terlihat memegang keranjang.Di dalam keranjang-keranjang itu, terdapat banyak buah, sayuran, beberapa telur, dan daging. Dari penampilannya, sepertinya mereka bukan datang untuk mencari masalah. Lagi pula, siapa yang akan membawa keluarga dan anak-anak untuk berkelahi?Apalagi dengan begitu banyak wanita di antara mereka, bukankah itu sama saja seperti menyia-nyiakan nyawa?"Mereka ini kalau bukan datang untuk bikin keributan, mau apa dong?" ucap Agha sambil menggaruk kepalanya dengan bingung. Dia benar-benar tidak mengerti situasi ini. Apa sebenarnya yang sedang terjadi?Wira mengamati mereka dengan saksama untuk beberapa waktu sebelum akhirnya berucap, "Mungkin mereka datang untuk berterima kasih kepada kita?""Berterima kasih?" Baik Danu maupun Agha, mereka masih terlihat bingung. Belum sempat mereka bertanya lebih jauh, tiba-tiba terdengar s