Di lereng gunung, Jamal yang memegang kapaknya menatap Danu dan Doddy dengan terkejut. Kedua orang ini adalah orang kepercayaan Wira. Jika mereka ada di sini, orang yang berada di dalam kereta kuda pasti adalah Wira.Wira pun merasa kewalahan. Jamal selalu berpikiran untuk menjadikan Wira penasihat militer. Bagaimana mungkin Jamal akan melewatkan kesempatan itu!“Kak Wira nggak ikut!” Doddy buru-buru membantah. Setelah memberikan uangnya kepada seorang bandit, dia berkata dengan cepat, “Kami mengejar waktu untuk melanjutkan perjalanan.”Bandit itu memegang uang yang diberikan Doddy, lalu menoleh ke arah lereng gunung. Dia jelas sedang menunggu perintah Jamal. Dia bisa menebak bahwa ketua kesepuluh mereka itu mengenal orang ini. Biasanya, mereka tidak pernah memungut tarif jalan dari orang yang dikenal. Jika tidak, mereka akan ditertawakan oleh kalangan sejawat.“Kalau mereka sudah bayar tarif jalan, biarkan saja mereka pergi. Ini aturan yang dibuat Ketua Merika,” ujar Jamal dengan acuh
“Minggir! Kamu benar-benar nggak setia kawan kalau kamu berani melindunginya!” Latatu mendorong Jamal, lalu menyerbu ke kaki gunung dengan memimpin para bandit lain. Dia berteriak, “Kalian semua, turun dari kuda dan menyerahlah! Kalau nggak, aku akan membunuh kalian semua!”“Turun dari kuda!” teriak bandit-bandit lainnya sambil mengikuti Latatu turun ke kaki gunung.Ekspresi Doddy dan yang lainnya pun berubah drastis.“Semuanya, turun!” Wira yang terlebih dahulu keluar dari kereta kuda. Dia meraih perisai dan busur silang dari dalam kereta kuda, lalu melemparnya ke luar. Kesepuluh orang itu menerimanya, lalu membentuk formasi penyerangan dan pertahanan sesuai strategi yang sudah disusun mereka sebelumnya.Lima orang dari tim penjual ikan masing-masing menggenggam dua buah perisai untuk mencegah serangan panah. Di sisi lain, Danu, Doddy, Gandi, Ganjar, Sony, Danur, dan Wira yang bersenjatakan busur silang menembak para bandit yang turun dari gunung.Bruk! Brak!Satu per satu bandit berg
Syut! Syut! Syut! Serangan busur silang menggugurkan dua puluhan bandit lagi. Para bandit yang tersisa pun kembali mundur.Latatu juga kembali bersembunyi. Dia menoleh ke arah lereng gunung dan berteriak, “Kalian jangan berhenti memanah! Cepat habisi sekelompok bajingan ini!”Syut! Duk!Kelima pemanah itu merasa sangat tidak berdaya dan hanya bisa lanjut memanah. Namun, bahkan jika seseorang memiliki lengan yang kuat, memanah beberapa kali berturut-turut juga akan membuat lengan terasa sakit. Setelah memanah belasan panah, lengan mereka sudah sakit dan tidak sanggup menarik busur lagi. Panah yang tadinya bisa mencapai sejauh 100 meter sudah berkurang hingga 50 meter dan bahkan sudah tidak mengenai perisai.Wira langsung memberi perintah, “Danu, bawa satu perisai bersamamu dan pergi habisi semua pemanah itu. Doddy, kamu hadapi orang yang memegang golok berukiran iblis itu. Semuanya, siap-siap untuk menerobos keluar dari kepungan!”“Baik!” Danu dan Doddy menjawab tanpa ragu.Kemudian, D
Ekspresi sekelompok orang itu langsung berubah!Wira mengerutkan keningnya sambil bertanya, “Seberapa cepat? Coba perkirakan. Kalau waktunya cukup, kita tinggalkan saja kereta kudanya dan pergi dengan berkuda.”“Kira-kira 30 menit!” Tommy menggeleng dan berkata, “Para bandit juga punya kuda dan terbiasa dengan jalan gunung. Sebelum sempat keluar dari Yispohan, mereka pasti sudah menyusul kita!”Sekelompok orang itu berseru dengan terkejut, “Kita nggak bisa kabur?”Wira juga mengerutkan keningnya. Bandit di Yispohan terlalu banyak. Sebagian kecil yang mereka singkirkan tadi masih bukan apa-apa. Setelah memiliki persiapan, pasti akan ada lebih banyak orang yang datang untuk mengepung mereka. Para bandit itu juga tidak mungkin bertindak ceroboh lagi. Jadi, pertarungan selanjutnya akan lebih sulit dimenangkan.Suasananya menjadi sangat serius. Kegembiraan yang dirasakan semua orang dari kemenangan tadi pun berubah menjadi tekanan. Setelah membunuh begitu banyak bandit, para bandit lainnya
Melihat Dian yang tidak menolak untuk makan, Meri berkata dengan gembira, “Kakak Ipar, aku sangat menyukaimu! Kamu bisa membedakan mana yang baik dan nggak. Biasanya, para wanita yang ditangkap kemari selalu lebih memilih untuk mati.”Dian tersenyum sambil mengangguk, lalu lanjut makan. Meskipun mati kelaparan, para bandit ini juga tidak akan melepaskannya. Lebih baik dia tetap menjaga kesehatannya agar tetap memiliki tenaga untuk kabur ketika kesempatannya tiba.Tiba-tiba, terdengar suara orang panik dari luar kamar, “Ketua Merika, gawat! Ketua Latatu dan 45 anggota kita sudah tewas!”Ekspresi Meri langsung menjadi serius. Dia mengambil pedangnya dan bertanya, “Siapa yang begitu berani membunuh orang di wilayah kekuasaan kita?”Bandit di luar menjawab, “Nggak tahu. Berita yang dilaporkan dari siulan sangat sederhana. Aku hanya tahu mereka bersenjatakan pedang, perisai, dan panah. Mereka berhasil membunuh anggota kita dengan sangat mudah!”“Siapkan perisai dan busur panjang, lalu perin
Jamal pun berkata dengan panik, “Ketua Merika, Tuan Wira bukanlah orang biasa. Kalau dia memilih untuk tinggal, dia pasti punya cara untuk menghadapi kita. Sebaiknya kita jangan bertarung melawannya dan biarkan saja mereka pergi daripada membahayakan diri sendiri!”“Ketua Jamal, apa kamu takut? Kenapa kamu berkata seperti itu?” Meri berkata dengan penuh peremehan, “Aku punya 300 bawahan, 100 pemanah, dan 200 ahli. Di antaranya, ada 50 orang yang mengenakan baju zirah. Menghabisi mereka bukanlah hal yang sulit! Buat apa aku takut?”“Ketua Merika, kamu belum pernah berhadapan dengan Tuan Wira, makanya nggak tahu seberapa hati-hatinya dia.” Jamal menasihati, “Saat dia mengajakku bertemu sendirian, aku sudah tahu dia menyiapkan jebakan. Tapi, aku nggak nyangka dia menyembunyikan sekelompok pemanah di selokan, seorang ahli yang punya senjata tersembunyi di tumpukan jerami, seorang ahli bela diri di atas pohon, dan bahkan ahli pedang di bawah tanah.”Meri mendengus, “Pelajar itu benar-benar
Wira berteriak, “Bersiap!”Tujuan Wira berkata seperti itu memang untuk membuat Merika marah. Alhasil, Merika benar-benar murka, lalu meninggalkan pasukan besarnya dan menyerang ke arah mereka sendirian.Para pemuda dari kelompok Wira langsung bersemangat. Mereka tidak mengira rencana Wira akan berhasil dengan begitu mudah.Sejujurnya, tidak akan ada wanita yang tidak sakit hati setelah mendengar ucapan Wira tadi. Apalagi bagi seorang wanita secantik Meri, tidak diinginkan sebagai istri kedua benar-benar merupakan penghinaan yang sangat besar.Para bandit langsung tercengang, tetapi mereka tidak berani menghalangi Meri karena mengetahui sifatnya.Bruk! Tiba-tiba, Jamal menerjang ke arah Meri dan menariknya turun dari kuda.Meri terjatuh dari kuda, lalu menebaskan pedangnya dan berteriak, “Jamal, beraninya kamu menghalangiku! Apa kamu sudah bosan hidup!”Jamal berguling di lantai untuk menghindari tebasan itu dan berteriak, “Ketua Merika, jangan bertindak gegabah! Apa kamu sudah lupa ap
Dua ratus bandit yang memiliki perisai kayu menyerbu ke arah tembok batu di bawah pimpinan Meri.Ekspresi Wira dan yang lainnya langsung berubah drastis. Dengan situasi seperti ini, busur silang yang mereka miliki juga tidak akan begitu berguna.Namun, tepat pada saat ini, Jamal tiba-tiba berteriak, “Ketua Merika, kawan-kawan sekalian, jangan menyerang terlalu cepat! Perhatikan langkah kalian. Waktu Kak Heru menyerang Dusun Darmadi, dia terjebak oleh jebakan kuda dan perangkap hewan. Kalian harus lebih hati-hati! Dia pasti sudah menaruh perangkap!”Meri yang berlari di paling depan tiba-tiba berhenti, lalu bergerak dengan hati-hati sambil mengamati permukaan lantai. Bandit lainnya juga meniru tindakan Meri karena takut terjebak dalam perangkap pelajar licik.Wira merasa sangat kesal, tetapi juga lucu. Dalam waktu satu jam, mereka harus menyusun tembok batu dan memindahkan mayat. Mana mungkin mereka memiliki waktu untuk membuat jebakan kuda atau menaruh perangkap hewan? Lagi pula, merek