Namun, Dian juga tidak bersedia untuk menderita kerugian yang terlalu banyak. Bagaimanapun juga, perdagangan garam membutuhkan banyak tenaga kerja. Akhir-akhir ini, keluarga mereka sudah mendapat pasokan sabun dan sedang berupaya untuk menjualnya ke Kota Pusat Pemerintahan Jagabu dengan harapan bisa menjadi distributor provinsi. Jadi, Keluarga Wibowo sedang kekurangan tenaga kerja. Jika kerugian dari perdagangan garam terlalu besar, mereka juga tidak mungkin merekrut orang lagi.“Dian, kamu nekat sekali!” Husni terkekeh, lalu berkata, “Paman akan menerima tawaranmu, aku tambah satu gabak lagi!”Meskipun akan rugi tahun depan, Husni harus mendapatkan kupon garam ini dan menambahkan peluang untuk keluarganya.“Harganya sudah naik sampai 21 gabak! Pak Husni nekat sekali! Selamat kepada Keluarga Sutedja!”Belasan pedagang menangkupkan tangan mereka sambil memberi selamat pada Husni, seolah-olah Keluarga Sutedja sudah pasti mendapatkan kupon garamnya. Husni tersenyum lebar sebagai balasan,
“Berhubung Pak Iqbal sudah berkata seperti itu, serahkan saja kupon garamnya kepada Keluarga Darmadi!” dengus Husni. Kemudian, Husni, Dian, dan belasan pedagang lainnya pun pergi.Gavin menyerahkan uang yang dibawanya, lalu menunggu pihak pengadilan menulis surat perjanjian. Setelah itu, acara lelang kupon garam ini baru selesai.Setelah keluar dari pengadilan daerah, Gavin berjalan mendekati sebuah kereta kuda dan menyerahkan seikat kupon garam kepada orang di dalamnya.Wira menerima kupon itu. Selain sebaris kalimat tulisan tangan, kupon itu juga dipenuhi dengan stempel.[ Tahun Makmur Keenam, Tambak Garam Fica di Kota Pusat Pemerintahan Jagabu memasok 50.000 kilogram garam untuk Kabupaten Uswal. ]Suryadi membelalakkan matanya dan bertanya, “Pasokan garam setahun kabupaten kita hanya bergantung pada beberapa lembar kupon ini?”“Kak Wira, aku mau lihat!” ujar Lestari sambil mengelap tangannya, seolah-olah takut mengotori kupon itu. Wira pun menyerahkan kuponnya kepada Lestari. Setel
“Kamu nggak ngerti!” ujar Wira. Setelah itu, dia langsung memalingkan wajah karena malas meladeni Lestari lagi.Setelah bertemu dengan Dian dua kali berturut-turut, Wira sudah menyadari bahwa Dian bukan hanya mahir dalam manajemen, tetapi juga memiliki intuisi yang tajam. Dian termasuk orang berbakat yang jarang ditemui. Jika bisa mendapatkan bantuan dari orang seperti Dian, Wira sudah bisa tenang dalam melakukan banyak hal.“Wira, maklumi Lestari ya!” Suryadi berkata, “Tapi, jangan berpikiran untuk mendekati Nona Dian. Dia sudah menikah tiga kali dan ketiga suaminya itu meninggal muda. Semua orang di kabupaten tahu mengenai hal ini. Ada yang bilang kalau dia itu siluman rubah atau siluman harimau apa gitu. Pokoknya, siapa saja yang berhubungan dengannya pasti mati. Kamu itu satu-satunya penerus keluarga. Jangan berpikiran aneh-aneh ya!”“Paman, aku bahkan belum pernah melihat wajahnya, mana mungkin aku terpikat padanya?” Wira merasa sangat tidak berdaya dan bertanya, “Lagian, apa aku
Mata Hasan langsung berbinar. Dia menjawab, “Sepuluh lapis!”Meskipun masih belum sebanding dengan golok hitamnya, pedang ini sudah jauh lebih bagus daripada pedang biasa.Doddy berkata dengan frustasi, “Ayah, ini pedang buatan Kak Wira, masa cuma bisa menembus 10 lapis? Bisa nggak Ayah menebak dengan lebih berani lagi?”Hasan bertanya dengan ragu, “Dua puluh lapis?”Golok hitamnya bisa menembus 20 lapis baju zirah kulit. Jadi, pedang ini juga sudah sama mengesankannya apabila bisa mencapai tingkat ketajaman golok hitamnya.Doddy menutup matanya sambil berbalik, lalu berkata, “Apa kamu masih ayahku? Kenapa kamu sama sekali nggak mirip denganku? Jangan begitu takut dong! Ayo tebak angka yang lebih besar lagi!”Hasan menebak dengan gemetar, “Em ... empat puluh lapis?”Doddy berkata dengan ekspresi tidak berdaya, “Ayah, aku nggak mau bicara sama kamu lagi. Sudah tebak begitu lama masih salah. Uji saja sendiri! Angka yang kamu sebutkan benar-benar terlalu meremehkan Kak Wira ....”Ekspresi
Orang-orang yang anggota keluarganya direkrut untuk bergabung dengan empat tim itu sedang berpikir berapa banyak bonus yang akan didapatkan mereka.Di dalam rumah, Wulan duduk sambil memegang kuas. Di sisi lain, Lestari yang sudah berganti gaya rambut dan berdandan tipis duduk di samping Wulan sambil mengeluarkan uang. Dia terlihat sangat cantik dan memesona.Suryadi duduk di samping beberapa kotak uang dan menatap kotak-kotak itu dengan tidak rela, tetapi juga senang. Setelah datang ke Dusun Darmadi, dia baru tahu seberapa banyak hal yang sudah dilakukan keponakannya itu akhir-akhir ini.Bagaimanapun juga, Suryadi mengerti bahwa dengan membagikan uang, mereka juga baru bisa menghasilkan uang. Oleh karena itu, dia juga rela membiarkan Wira memberikan pedang yang mereka tempa kepada Hasan dan yang lainnya secara cuma-cuma.Wira berdiri di atas bangku, lalu berkata dengan lantang, “Semuanya, tanpa terasa tim penangkap ikan, tim penjual ikan, tim pembelian, dan tim pembuatan sabun sudah d
Para penduduk dusun sangat antusias. Apa masalah penting itu mengenai pembentukan tim baru yang ingin merekrut orang lagi? Saat ini, rata-rata hanya ada satu orang dari setiap keluarga yang bekerja untuk Wira. Meskipun uang yang didapatkan cukup banyak, uang itu hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga mereka yang paling mendasar.Bagi keluarga yang dua anggota keluarganya bekerja untuk Wira, mereka baru bisa hidup lebih nyaman dan memiliki uang lebih untuk berobat apabila ada anggota keluarga yang sakit. Sementara itu, keluarga yang tiga anggota keluarganya bekerja untuk Wira bisa mempertimbangkan untuk memperbaiki rumah atau membeli ladang tambahan.Wira berkata sambil tersenyum, “Aku berencana untuk mendirikan sekolah dan sekolah malam di dusun.”Ada banyak penduduk dusun yang bertanya dengan penasaran, “Apa itu sekolah dan sekolah malam?”Wira menjelaskan, “Kurang lebih sama seperti bimbingan pribadi. Bedanya, sekolah itu tempat di mana anak kecil belajar, sedangkan sek
Wira berkata dengan pelan, “Kalau seorang pengelola toko nggak bisa menulis atau membaca, bagaimana bisa dia membuat surat perjanjian dengan orang lain? Kalau seorang akuntan nggak bisa menulis dan berhitung, bagaimana bisa dia mencatat pembukuan dan menghitung gaji? Aku bisa mempekerjakan orang luar, tapi kalian pasti nggak terbiasa dan aku juga akan khawatir. Hanya saja, aku dan Wulan juga nggak mampu untuk mengurus semuanya berdua.”“Benar, kita nggak boleh merekrut orang luar. Mereka nggak akan sehati dengan kita!”“Tapi, kita juga nggak bisa hanya mengandalkan Kak Wira dan Wulan untuk mencatat pembukuan dan membuat surat perjanjian. Lagian, mana ada bos yang masih harus turun tangan untuk kerja sendiri! Kita memang harus belajar membaca, menulis, dan berhitung!”“Tapi kalau begitu, kita harus belajar sangat lama. Sebenarnya, ada Pak Agus di dusun kita yang bisa membaca, menulis, dan berhitung!”“Lupakan saja. Pak Agus sangat sombong, mana mungkin dia mau bekerja sama dengan kita?”
Bayu mengangguk dan menjawab, “Biarpun Ayah nggak setuju, aku juga tetap mau mengajar. Bayaran yang kamu berikan begitu tinggi dan sulit dicari di tempat lain. Lagian, aku sudah nggak mungkin bisa lulus ujian kerajaan.”“Baiklah kalau begitu.” Wira mengangguk, lalu berkata sambil tersenyum, “Diskusikanlah hal ini dengan ayahmu. Kalau dia setuju, kamu akan jadi guru pertama di Dusun Darmadi!”“Makasih, Kak Wira!” Bayu berteriak dengan gembira sambil berlari keluar dari rumah Wira, “Ayah, aku sudah jadi guru! Gajinya setara dengan wakil ketua tim, 3.000 gabak sebulan! Mungkin bakal dapat bonus lagi!”Tak disangka, Agus malah menamparnya dan memaki, “Dasar anak durhaka! Bukannya semua pengetahuanmu itu diajarkan olehku? Apa kamu nggak jelas akan kemampuanmu sendiri? Beraninya kamu menyesatkan orang lain!”Bayu langsung terkejut dan berkata, “Tapi, Kak Wira hanya perlu aku mengajari orang-orang cara menulis, membaca, dan berhitung yang sederhana. Nggak perlu yang serumit ujian kerajaan kok
"Apa mereka benar-benar akan mencari masalah denganmu cuma karena perkataan sepihak dari Wira?" tanya Caraka dengan bingung."Sebenarnya, aku memang menyembunyikan banyak hal tentang identitasku dari kalian. Aku memang berasal dari wilayah barat dan juga orang Lembah Duka.""Sayangnya, ada aturan di Lembah Duka yang melarang orang-orang di dalam untuk keluar. Mereka hanya bisa tinggal di dalam lembah.""Ini merupakan pembatasan yang ditentukan oleh penguasa wilayah barat dengan Lembah Duka sejak bertahun-tahun yang lalu. Selama bertahun-tahun, nggak ada yang berani mematahkan kesepakatan ini.""Ini bukan karena orang-orang di dalam sana nggak mendambakan dunia luar, tapi karena ketua lembah saat ini sangat kolot. Jadi, nggak ada yang berani mengganggunya.""Kalau sampai seseorang membuatnya marah, hasilnya akan jauh lebih buruk dari kematian. Aku bahkan harus mengerahkan seluruh kekuatan untuk keluar dari Lembah Duka. Untungnya, aku bisa sampai di sini.""Tapi, kalau mereka tahu ke man
Wira tersenyum dan menepuk bahu Agha, lalu perlahan-lahan berkata, "Aku rasa nggak begitu. Kamu tadi sudah menakuti Saka. Ditambah lagi, cara Nona Wendi menyerang juga berhasil membuat para prajurit itu takut untuk menyerang. Kalau mereka tetap berada di sini, mereka akan ketakutan sampai nggak punya daya tarung lagi.""Daripada begitu, lebih baik mereka segera pergi dari sini. Kalau aku yang berada di posisi mereka, aku juga akan begitu."Meskipun Wira berbicara dengan santai, dia tahu jelas Saka bukan orang yang sembarangan dan memiliki pemikiran yang sama dengannya. Selain itu, Saka juga terampil dalam memimpin pasukan dan semua bawahannya adalah pasukan elite.Sepertinya, saat kembali ke Provinsi Tengah nanti, Wira merasa dia harus lebih berhati-hati. Jika pergerakan mereka ketahuan Saka, pasti akan ada pertempuran sengit dan situasinya bahkan lebih buruk dari sekarang. Bagaimanapun juga, Provinsi Tengah adalah wilayah kekuasaan Saka."Kita lanjutkan perjalanan kita. Selagi mereka
Jika Wendi tidak berada di sana, Saka tentu saja akan langsung turun tangan. Namun, setelah melihat cara Wendi bertarung, dia juga tidak berani mendekat. Dia khawatir jika terkena bubuk putih itu, nasibnya juga akan sama dengan orang-orang yang terjatuh ke tanah itu. Nyawanya lebih berharga daripada mereka, dia jelas tidak bisa mengambil risiko ini."Kenapa kalian masih berdiri di belakangku? Para sampah nggak berguna ini sudah mulai ketakutan. Kalau nggak ada yang membuka jalan untuk mereka, mereka nggak akan berani bergerak. Apa kalian ingin terus menunda waktu di sini? Cepat pimpin mereka untuk menyerang dan segera tangkap orang-orang itu," perintah Saka.Saka memang tidak berniat untuk turun tangan, tetapi dia menyerahkan tugas berat ini pada beberapa wakil di belakangnya. Mereka biasanya sangat berkuasa dam sudah diam-diam melakukan banyak hal di belakangnya. Namun, dia hanya mengawasi dan tidak terlalu memedulikan urusan kecil itu karena dia sendiri juga sering melakukan hal buru
Krak!Saka mengepalkan tinjunya dengan sangat erat dan tatapannya juga terlihat sangat dingin. Dia sudah memberikan tawaran yang bagus, orang lain pasti tidak akan bisa menahan godaan seperti itu jika berada di posisi Agha.Selain itu, Saka merasa orang yang berada di pihaknya bukan hanya hidup mewah, mereka juga bisa memperluas wilayah. Ini adalah masa depan yang diinginkan seorang perwira militer, tetapi Agha malah menolak tawarannya.Saat memikirkan hal itu, Saka kembali berteriak dengan marah, "Jadi, kamu bersikeras ingin melawanku?""Kalau begitu, kenapa? Kalian sendiri yang berkali-kali mencari masalah dengan kami. Dilihat dari sikapmu, sepertinya kamu ingin membantaiku ya? Kalau begitu, ayo ke sini," teriak Agha yang juga tidak mau kalah.Selain Wira, Agha sama sekali tidak peduli pada siapa pun di dunia ini dan kata-kata orang lain juga dianggapnya hanya angin lewat saja. Saat masih berada di Provinsi Yonggu, bahkan Danu pun tidak bisa memerintahnya. Apalagi sekarang, apa artin
"Terima kasih, Nona Wendi. Kamu ini memang sangat hebat. Kalau obat penyembuh luka ini dijual, pasti akan ada banyak orang dari wilayah barat sampai ke Provinsi Yonggu yang ingin membelinya," kata Dwija dengan segera.Sebelum bergabung dengan Gedung Nomor Satu, Dwija selalu berkelana di dunia persilatan dan sudah melihat banyak obat yang luar biasa. Namun, ini pertama kalinya dia merasakan obat yang memiliki efek yang begitu luar biasa. Sungguh luar biasa!Namun, Wendi tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya mengiakan perkataan Dwija dengan tenang dan terus mengamati Agha yang sedang bertarung.Saat Wira dan yang lainnya sedang berbicara, Agha tetap terus bertarung dengan Saka. Mereka saling menyerang dan bertahan dengan sengit. Untungnya, dia juga bukan orang biasa, kekuatannya tentu saja tidak boleh diremehkan. Meskipun senjatanya tidak begitu cocok, dia tetap melawan musuhnya dengan luar biasa.Sebaliknya, Saka memang masih bisa menahan serangan Agha, tetapi dia tahu jelas kekuatannya m
"Kita tetap harus membuat mereka tunduk dulu. Lagi pula, aku juga sudah lama nggak berduel dengan orang lain. Hari ini adalah kesempatan yang baik untuk meregangkan otot-ototku," jawab Saka sambil tersenyum sinis dan langsung berada di hadapan Agha.Tak lama kemudian, dia menarik pedangnya dan langsung menyerang kepala Agha. Jika terkena serangan itu, Agha pasti akan mati atau terluka parah.Agha segera mengangkat kedua paling ke atas kepala dan bersiap menahan serangan Saka.Terdengar suara yang nyaring saat kedua senjata berbenturan dan keduanya juga langsung mundur dua langkah."Jenderal Saka ini memang hebat, bahkan Agha pun terpaksa mundur beberapa langkah. Sepertinya, gelar orang terkuat di wilayah barat ini memang bukan omong kosong. Kalau dia nggak kuat, mungkin sekarang tubuhnya sudah hancur berkeping-keping," kata Wira dengan tenang.Wira tadi terus mengamati pertarungan kedua pria itu, sehingga dia tahu Agha tidak menahan dirinya dan langsung mengeluarkan serangan mematikan.
Jika terkena serangan itu, Dwija pasti akan langsung mati. Namun, karena pertarungan sebelumnya, lengannya sudah tidak bisa diangkat lagi dan kecepatannya juga berkurang banyak. Selain itu, pedangnya juga terlempar agak jauh, mustahil baginya untuk menahan serangan ini.Saat pedangnya hampir mengenai tenggorokan Dwija, Saka malah menghentikan langkahnya. Dia menatap Wira dengan dingin dan berkata dengan tenang, "Kemampuan anak buahmu ternyata hanya begitu. Awalnya aku pikir dia sangat hebat. Ternyata sudah menyergap pun, dia tetap nggak bisa melukaiku.""Sepertinya, kalian hanya bisa menindas orang seperti kakakku saja. Kalau melawan kami, hasil akhirnya kalian juga tetap sama."Melihat ekspresi Saka yang meremehkan, Wira sangat ingin mengeluarkan pistolnya dan langsung menembak Saka. Saka sudah bersekongkol dengan orang seperti Yasa, berarti Saka ini juga bukan orang baik dan tentu saja tidak boleh dibiarkan hidup lebih lama. Namun, jika dia membunuh Saka, mereka akan kehilangan pelin
"Bagus sekali. Sepertinya kamu cukup hebat. Kalau begitu, biar aku lihat seberapa hebat kemampuanmu," kata Saka yang tertawa, bukannya marah. Dia menghunus pedangnya dan segera bertarung dengan Dwija."Aku juga ingin melihat seberapa hebat kemampuan kalian," kata Dwija.Para prajurit tetap mengelilingi Wira dan kelompoknya, sama sekali tidak memedulikan Dwija. Bahkan para wakil jenderal yang berdiri di belakang Dwija juga tidak bergerak. Terdengar beberapa komentar dari kerumunan itu."Anak ini ternyata ingin menantang Jenderal. Kalau tahu begitu, kita nggak perlu repot-repot menggunakan begitu banyak trik.""Jenderal tentu saja akan memberinya kesempatan itu.""Kekuatan Jenderal nggak tertandingi. Bahkan di seluruh wilayah barat ini, nggak ada yang bisa menandinginya.""Orang ini benar-benar nggak tahu diri. Cari masalah sendiri.""Mereka sudah menyakiti kakaknya, mana mungkin Jenderal akan melepaskan mereka begitu saja. Sekarang kebetulan dia bisa memberi mereka pelajaran."Namun, Wi
Sejak Wira membawa mereka ke wilayah barat, Agha dan Dwija sudah tahu perjalanan ini akan sangat berbahaya. Jika tidak memiliki tekad yang kuat, mereka tidak mungkin mengikuti Wira sampai sejauh ini. Begitu juga dengan Wendi."Kamu memang berani dan cerdik, hampir saja berhasil menipuku. Tapi, apa benar kita nggak punya dendam? Kamu mungkin nggak mengenalku, tapi aku kenal kamu. Kamu nggak mungkin sudah melupakan Tuan Yasa yang baru saja mati di tanganmu secepat ini, 'kan? Kelihatannya kamu masih muda, harusnya ingatanmu nggak seburuk itu," kata Saka sambil perlahan-lahan mendekati Wira.Sementara itu, wakil jenderal itu juga sudah kembali berdiri di belakang Saka.Wira akhirnya mengerti apa yang sudah terjadi, ternyata semua ini karena dia sudah menyinggung Yasa. Sebelumnya, dia masih tidak mengerti mengapa Yasa yang begitu tidak berlogika itu bisa berkuasa di tempat itu begitu lama. Apakah tidak ada orang di Provinsi Tengah yang sanggup melawan Yasa? Mengapa pejabat di sana juga tida