"Babak pertama berakhir!" Seiring terdengarnya kata-kata itu, banyak orang yang meletakkan kuas mereka.Sebenarnya, keempat pria tua telah membaca sekilas puisi mereka. Mereka dapat memahami puisi yang ditulis oleh semua orang. Tentu saja, mereka juga telah menentukan 20 orang yang lolos.Apa yang membuat Wira terkejut adalah di antara 20 orang ini, hanya ada 3 orang yang berasal dari Provinsi Lowala .... Wira sebenarnya mampu memahaminya. Bagaimanapun, Provinsi Lowala selalu menjadi daerah miskin yang tertinggal, di mana penduduknya hanya sibuk mencari nafkah, bahkan tidak memiliki waktu untuk membaca atau menulis. Ada 3 orang yang lolos saja sudah cukup bagus.Meskipun Wira telah mengambil alih Provinsi Lowala, saat ini baru beberapa bulan berlalu. Bagaimana mungkin dia dapat mendorong semua orang untuk lebih menekuni puisi dan sastra dalam sekejap? Itu jelas hal yang mustahil. Jadi, Wira memang sudah menduga hasil seperti ini.Saat ini, keempat pria tua tampak berdiskusi di samping.
Putro merasa terharu, hatinya terlintas perasaan simpati terhadap wanita itu.Mendengar perkataan tersebut, wanita itu tersenyum. "Terima kasih banyak, Pak. Aku sudah lama menerima kenyataan ini. Puisi ini juga hanya ungkapan awal dari perasaanku saja. Kalau terlalu menyedihkan, aku akan menggantinya dengan puisi lain."Setelah mengatakan itu, wanita itu mengambil pena dan kembali menulis puisi yang baru, tetapi puisinya kali ini berbeda. Puisi itu mengandung pemikiran yang sangat mendalam hingga membuat orang yang membacanya mendapat pencerahan.[ Ombak bergulung menerpa perahu bambu, mengantarkannya pada langit teduh puluhan ribu mil. ]Begitu membaca dua baris puisi itu, beberapa pria tua itu langsung tertawa."Hahaha. Anak muda memang seharusnya punya pikiran yang terbuka seperti ini! Sekilas, puisi ini terdengar seperti situasinya nggak ada harapan lagi, tapi punya makna yang dalam. Puisi ini memang luar biasa! Biasanya orang selalu terbawa situasi yang dihadapinya. Nak, aku kagum
Di perlombaan puisi itu, puisi dari orang lain juga sangat bagus. Wira yang melihat puisi itu juga diam-diam menganggukkan kepalanya. Namun, dibandingkan dengan karya Julian, puisi mereka masih kalah. Tak lama kemudian, tiga pemenang juga sudah diputuskan, Julian tentu saja termasuk di antaranya."Tiga pemenangnya sudah diputuskan, nggak ada yang keberatan, 'kan?"Saat Putro mengumumkan hasilnya di depan publik, tidak peserta yang protes. Bagaimanapun juga, saat ini puisi Julian adalah yang terbagus dan tidak ada yang bisa menandinginya. Namun, Julian bisa menjadi salah satu dari ketiga pemenang itu membuat semua orang terkejut. Alasannya tidak lain adalah karena penampilan Julian yang kurang menarik sebagai seorang wanita. Namun, ada beberapa orang yang tidak peduli karena kagum dengan bakat wanita itu."Babak kedua sudah berakhir, ayo kita mulai babak ketiganya! Pak, lebih baik temanya apa ya?" Pada saat ini, Wira berbicara.Mendengar perkataan itu, Putro dan ketiganya merenungkannya
Julian berpikir ketiga istri Wira sangat cantik. Bahkan dia pun merasa terkejut saat melihat mereka."Nona Julian bilang ... dia sudah lama hidup berkeliaran dan nggak memiliki tempat tinggal, jadi aku membawanya pulang.""Satu juta uang emas ini juga sudah disiapkan, ini milikmu sekarang. Aku juga sudah menyuruh Danu menyiapkan tempat tinggalmu."Setelah Wira mengatakan itu, Julian buru-buru memberi hormat dengan perasaan sangat bersyukur.Mendengar perkataan itu, ketiga wanita itu percaya, tetapi mereka tetap merasa terkejut. Bagaimanapun juga, Julian tidak terlihat seperti orang yang memenangkan perlombaan, apalagi hidup berkeliaran. Namun, mereka tidak terlalu memikirkannya. Wanita itu adalah orang yang dibawa suami mereka pulang, mereka tentu saja tidak perlu terlalu memikirkannya.Tak lama kemudian, Julian juga sudah menetap di Dusun Darmadi. Namun, dia tidak melakukan apa pun selain terus mengikuti ketiga istri Wira. Setengah bulan sudah berlalu, ketiganya sangat menyukainya. Me
Wira segera berangkat meninggalkan Dusun Darmadi dan tiba di kabupaten itu dengan cepat. Selama perjalanan, ketiganya melihat pemandangan yang dipenuhi dengan kekeringan dan tanah yang tandus. Jangankan makanan, bahkan rumput pun tidak ada."Kak Wira, sepertinya tempat ini sangat miskin, tapi penduduk sini juga terlalu malas. Mereka punya begitu banyak tanah subur, tapi mereka lebih memilih pergi mengemis daripada bertani."Ekspresi Danu yang berdiri di samping Wira terlihat meremehkan, bingung, dan berbagai emosi lainnya. Dia berpikir masyarakat di kabupaten itu hanya bisa selalu mengeluh tentang pejabat pemerintahan mereka tidak peduli. Masyarakat itu sama sekali tidak berpikir untuk mandiri, hanya berharap bisa mendapat sedikit subsidi dari pemerintah.Namun, belakangan ini sedang terjadi pertempuran, sumber daya yang tersisa juga tidak banyak dan hanya bisa memberi makan untuk para pasukan yang sedang bertempur. Selain itu, pemungutan pajak dan eksploitasi yang berkelanjutan membua
Melakukan sesuatu dengan pikiran yang lembut selalu memberikan hasil yang besar. Meskipun penampilan luar kurang menarik, asalkan hatinya baik saja sudah cukup.Mendengar perkataan Wira, keduanya sudah tahu Wira memiliki pemikiran yang lain di hatinya. Terkadang penampilan luar bisa menipu. Kenyataannya selalu tertutup, butuh seseorang yang berbakat untuk menemukannya. Wira adalah pahlawan di hati mereka. Tidak peduli di mana pun, Wira selalu menangani masalah di masyarakat, sehingga Wira juga tidak pernah mengeluh saat ditempatkan di tempat yang kesulitan seperti ini."Sebelumnya, aku pernah membaca di sebuah buku tentang semua tanah subur yang nggak ditanami dengan tanaman, karena semua tanah itu dikuasai oleh orang-orang kaya di tempat itu. Kalau ingin bertani, mereka harus membayar harga yang sangat tinggi. Dari sepuluh bungkus, mereka harus menyerahkan sembilan bungkus kepada tuan tanah dan satu bungkus sisanya kepada istana. Jangankan untuk bertahan hidup, bahkan benih untuk tana
Biasanya, para bawahan itu sangat pandai membuat citra kedamaian. Mereka selalu melaporkan kabar gembira dan menyembunyikan masalah, bahkan sering melakukan tindakan yang memicu kemarahan orang. Penguasa kabupaten sebelumnya dikirim ke pengasingan karena korupsi dan melanggar hukum. Tak disangka, saat datang ke sini, Wira baru tahu kesalahan lama terjadi lagi."Aduh! Berani sekali. Kamu nggak lihat jalan ya?"Saat sedang merenungkan hal itu, Wira tidak menyadari ada seorang pria paruh baya di depannya.Pria paruh baya itu terlihat tergesa-gesa dengan ekspresi sangat sedih, seolah-olah dia sedang menghadapi masalah. Oleh karena itu, pria itu juga tidak melihat Wira yang lemah mendekat. Menurutnya, pemuda di depannya itu memang sangat lemah dan sama sekali tidak terlihat kuat. Namun, Danu meneriakinya hingga dia merasa sangat ketakutan. Saat melihat pakaian yang dikenakan Wira, dia menyimpulkan Wira harusnya tuan muda dari keluarga kaya."Maaf! Aku sungguh minta maaf ...."Pria paruh bay
Pria paruh baya itu berdiri di tempatnya dan tidak tahu harus bagaimana, tetapi dia juga tidak tahan melihat ekspresi Wira yang kasihan. Pria itu merasa pemuda di depannya ini agak berbeda dengan tuan muda keluarga kaya lainnya, sehingga terlintas kebaikan di hatinya. Para warga sebenarnya sangat berbaik hati."Tuan, kalau kamu nggak keberatan, ayo ikut aku pulang. Aku juga nggak tahu apakah kamu bisa makan sayuran liar."Setelah mengatakan itu, pria paruh baya itu berbalik dan perlahan-lahan berjalan menuju tempat yang tidak jauh dari sana. Selama perjalanan, dia menjelaskan pemandangan saat ini dan menceritakan berbagai kisah lokal kepada Wira dan yang lainnya dengan sangat antusias.Selama perjalanan itu, Wira hanya mendengarkan pria paruh baya itu menceritakan berbagai hal yang menarik. Danu tak berdaya dan hanya bisa mengikuti, tidak tahu apa yang sebenarnya sedang dipikirkan oleh Wira."Kak, aku lihat ada begitu banyak tanah subur di sini yang nggak dikelola, kenapa nggak ada ora
Bahkan, ada yang begitu bersemangat hingga berkata, "Kita sendiri pun nggak nyangka kekuatan kita kali ini akan begitu luar biasa. Kalau kita bisa menyelesaikan ini, yang lainnya pun pasti bisa kita atasi juga."Mendengar itu, para prajurit pasukan utara mengangguk setuju. Setelah berhasil menumpas musuh, wajah para bandit yang masih bertahan di garis depan pun berubah drastis, menjadi pucat.Beberapa dari mereka pun mulai bersuara, "Ini benar-benar di luar dugaan! Ternyata pasukan utara sekuat ini!"Ada yang tetap tenang, tetapi ada yang sangat bersemangat. Mereka merasa bahwa kemenangan sudah pasti di tangan pasukan utara.Melihat situasi ini, para prajurit tersenyum. Setelah menyelesaikan gelombang serangan ini, mereka mengangguk puas. Seseorang bahkan berkata dengan penuh semangat, "Ternyata para bandit ini nggak sekuat yang kita kira. Mereka bisa dilenyapkan secepat ini? Lemah sekali!"Di sisi pasukan utara, sorak-sorai kemenangan bergema. Menurut mereka, kekuatan mereka kali ini
Setelah Hayam tiba di bawah, dia segera melihat Adjie yang tengah bertempur sengit. Tanpa ragu, Hayam langsung mendekat.Saat itu, Adjie baru saja menebas seorang lawan, lalu menoleh ke arah Hayam. Karena situasi yang kacau, dia tidak langsung mengenali siapa yang datang. Mengira itu adalah musuh, Adjie pun mengayunkan pedangnya ke arah leher Hayam.Melihat itu, ekspresi Hayam langsung berubah. Dia buru-buru berteriak, "Ini aku! Kawan sendiri!"Mendengar suara itu, Adjie langsung tersadar. Setelah beberapa saat, dia terpikir akan sesuatu dan berkata, "Kenapa kamu kemari? Kalau sampai mereka mengetahui identitas kita, semua usaha yang telah dilakukan oleh Tuan Wira akan sia-sia!"Hayam hanya tersenyum dan berucap, "Tenang saja, situasi sekarang sudah kacau balau. Nggak akan ada yang menyadari apa pun. Lagi pula, lihatlah. Mereka bahkan nggak punya waktu untuk memikirkan hal lain."Setelah bersama-sama menebas beberapa prajurit pasukan utara, Hayam yang berada di samping berkata, "Tuan W
Prajurit yang sebelumnya melaporkan berita itu segera berkata, "Jumlah mereka nggak banyak, kira-kira hanya sekitar 1.000 orang. Mereka datang dari arah timur, selatan, dan utara. Tapi yang aneh, pakaian mereka bukan seperti pasukan kavaleri biasa!"Mendengar hal itu, Zaki tertegun sejenak, lalu langsung berjalan keluar. Begitu melihat pasukan yang menyerbu masuk, dia tertawa dingin dan berkata, "Sungguh di luar dugaan! Aku nggak nyangka mereka akan seberani ini.""Sialan, segerombolan bandit saja berani menyerang kita pada saat seperti ini? Mereka memang sudah bosan hidup!"Joko dan Darsa yang berdiri di sebelahnya juga tampak terkejut. Bahkan, beberapa orang di belakang mereka tampak tertegun. Mereka tidak menyangka bahwa hanya dengan 1.000 orang, para bandit itu berani menyerang pasukan utara yang jumlahnya jauh lebih besar.Saat ini, Darsa segera memberi perintah, "Joko, bawa pasukanmu dan hadapi mereka di garis depan! Jangan biarkan mereka bergerak lebih jauh!"Mendengar perintah
Saat ini, pasukan utara belum menyadari bahwa para bandit dari Desa Riwut telah mengepung mereka. Setelah mengatur semuanya, Adjie segera memimpin anak buahnya untuk menyerbu ke depan. Dalam pandangan mereka, kali ini benar-benar adalah kesempatan emas.Saat ini, seseorang berujar, "Sebelumnya aku nggak nyangka melawan pasukan utara bisa semudah ini!"Begitu ucapan itu dilontarkan, suara sorakan dari belakang semakin menggema. Detik berikutnya, pasukan utara yang berada di bawah langsung tersapu oleh arus air yang deras. Melihat kejadian ini, banyak orang tersenyum puas, merasa bahwa serangan ini telah melampaui ekspektasi mereka.Para prajurit yang berjaga di kamp pasukan utara terkejut bukan main. Mereka sama sekali tidak menyangka situasi bisa berubah secepat ini.Ketika mereka melihat air bah tiba-tiba menerjang, salah satu penjaga berseru panik, "Banjir! Banjir datang!"Teriakan itu segera membangkitkan kepanikan di seluruh kamp. Banyak orang tidak bisa memahami bagaimana hal ini
Semua orang mengangguk setuju. Setelah urusan ini diselesaikan, langkah selanjutnya adalah menghadapi pasukan utara.....Di sisi lain, Adjie masih menunggu kabar dari Wira. Setelah beberapa kali menenangkan bawahannya agar tetap bersabar, tiba-tiba terdengar suara kucing mengeong dari luar. Itu adalah tanda yang telah disepakati sebelumnya.Mendengar suara itu, Adjie langsung bersemangat. Dia segera keluar dari tenda karena tahu bahwa utusannya pasti telah kembali, yang berarti perintah dari Wira juga sudah sampai.Saat melihat sosok yang berdiri di luar, Adjie langsung maju dan bertanya dengan penuh antusiasme, "Bagaimana? Apakah semuanya sudah beres?"Orang yang datang itu bergegas memberi hormat dan menjawab, "Jenderal Adjie, perintah dari Tuan sudah datang. Kita bisa mulai menyerang!""Apa?" Adjie menyeringai mendengar kabar itu. Tanpa membuang waktu, dia langsung berjalan ke arah saluran air di mana para anak buahnya sudah menunggu dengan gelisah. Mereka sudah lama menunggu perin
Semua persiapan berjalan dengan rapi dan terorganisir secara diam-diam. Di sebelah timur, Adjie sedang menunggu kabar dari Wira. Dia tahu Wira akan segera memerintahkannya untuk menyerang, tetapi semuanya harus menunggu sampai Pasukan Harimau benar-benar siap.Pasukan Harimau adalah pasukan kavaleri. Jika mereka bisa menyerang dengan strategi yang matang, kekuatan mereka tidak bisa diremehkan.Di sisi lain, Wira dan pasukannya menerima surat yang dikirim oleh Adjie. Saat membuka surat itu di dalam tenda, Wira tersenyum. Setelah membaca isinya, dia berkata, "Aku nggak nyangka Adjie sudah menyiapkan rencana sebaik ini. Sepertinya bisa berhasil."Mendengar itu, Arhan dan yang lainnya tampak kebingungan. Arhan pun bertanya, "Tuan, apa isi suratnya?"Wira tersenyum dan menyerahkan surat itu kepada mereka. "Kalian bisa membacanya sendiri. Semuanya sudah disiapkan dengan baik. Hanya saja, Adjie sedang menunggu instruksi kita untuk memulai serangan."Semua orang terdiam sejenak, lalu salah sat
Pada saat itu, Guntur bertanya dengan suara rendah, "Siapa kamu?"Orang berbaju hitam itu tersenyum tipis, lalu berdiri dan memberi hormat, "Aku adalah orang yang dikirim oleh Bos Adjie. Kami tahu kalian masih menunggu sinyal serangan, jadi Bos Adjie mengutus kami untuk datang."Guntur tertegun sejenak. Dia merasa tidak mengenali orang ini. Namun, mengingat banyaknya orang di Desa Riwut, dia memang tidak mungkin mengenal semuanya. Ditambah lagi, karena orang ini menyebut soal sinyal serangan, Guntur pun tersenyum. "Jadi, maksudmu Adjie sudah siap untuk menyerang?"Orang berbaju hitam ini adalah orang yang diutus oleh Arhan untuk membantu Adjie. Kini, Adjie mengutusnya untuk mengawasi Enji dan Guntur. Mendengar pertanyaan Guntur, dia tersenyum.Dalam hati, dia berkata, 'Guntur ini memang persis seperti yang dikatakan Jenderal Adjie, nggak terlalu pintar.'Orang itu berkata, "Hehe, untuk saat ini belum ada rencana menyerang. Aku datang ke sini hanya untuk memberi tahu bahwa Bos Adjie ing
Mendengar perintah Adjie, orang-orang segera mengangguk dan menyembunyikan diri. Tepat setelah mereka bersembunyi, mereka melihat sekelompok orang yang sebelumnya diperintahkan Adjie untuk menggali saluran air telah kembali.Melihat mereka, Adjie tersenyum tipis dan berkata, "Hehe, aku nggak nyangka kalian bisa selesai secepat ini."Salah satu dari mereka berujar, "Tugasnya sudah hampir selesai. Sekarang saudara-saudara yang lain sedang menunggu di sana. Apakah kamu ingin pergi sekarang?"Mendengar ini, Adjie tertawa. "Baiklah, aku nggak nyangka kalian bisa bekerja secepat ini. Kalau begitu, antar aku ke sana sekarang."Mereka tersenyum, lalu segera membawa Adjie ke lokasi saluran air. Sesampainya di sana, Adjie melihat banyak anak buahnya sedang berkumpul. Dia tersenyum dan berkata, "Hehe, kerja kalian cepat juga. Bagus, mari kita lihat hasilnya."Bawahan yang membawa Adjie kemari lantas berujar, "Gimana kalau kita langsung menggali dan membiarkan air mengalir? Aku yakin pasukan utara
Orang itu segera menangkupkan tangan dan menyahut, "Tuan Wira sudah tiba di selatan. Beliau secara khusus mengirim kami untuk membantu, terutama karena khawatir pihak Desa Riwut menempatkan mata-mata di pasukanmu. Kalau itu terjadi, tentu akan sangat menyulitkan pergerakanmu."Mendengar kata-kata itu, Adjie tersenyum tipis. Setelah beberapa saat, dia merasa sangat terharu. Tak disangka, Wira berpikir sejauh ini untuknya.Setelah terdiam sesaat, Adjie bertanya dengan suara rendah, "Berapa banyak orang yang datang bersama kalian kali ini? Apakah ada orang luar yang melihat kalian?"Meskipun Adjie telah mengirim sebagian besar anak buahnya untuk berjaga di sekitar saluran air, di sekitar perkemahannya masih ada cukup banyak orang. Terlebih lagi, pihak musuh juga terus mengawasinya, dia khawatir keberadaan pasukan bantuan ini ketahuan."Jangan khawatir, Jenderal. Orang-orang yang mengawasi tadi sudah kami tangani. Sekarang, yang berada di luar semuanya adalah orang-orang kita sendiri. Kami